Jakarta: Indonesia merupakan negara penghasil karet alam utama di dunia dengan total produksi terbesar kedua setelah Thailand. Sebesar 85% produksi karet dalam negeri diekspor dalam bentuk karet mentah dan 14% untuk konsumsi dalam negeri dengan berbagai keperluan.
Jumlah itu masih terlalu rendah dibandingkan dengan konsumsi dalam negeri karet di Malaysia sebesar 45%. Harga karet dunia saat ini berada pada kisaran US$2,5-US$3 per kilogram.
Penggunaan karet dalam negeri untuk produksi ban kendaraan bermotor, barang teknik industri, lateks, dan keperluan umum lain memiliki persentase terbesar pada produksi ban sebesar 65%. Produksi karet nasional pada 2012 mencapai tiga juta ton dengan nilai ekspor sebesar US$25 juta.
Harris Munandar, Kepala Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri Kementerian Perindustrian, mengatakan ASEAN memiliki peluang dan potensi untuk menjadi pemain utama perdagangan karet alam dan barang jadi karet karena produsen karet utama dunia mayoritas berada di kawasan ASEAN. Menjelang perdagangan bebas ASEAN, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh Indonesia.
“Peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan untuk periode 2012-2013 dari peringkat 46 menjadi 50 dari 144 negara berdasarkan penilaian WEF. Peringkat Indonesia masih jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand,” ujarnya. Tapi, kinerja logistik Indonesia meningkat ke peringkat 59 dari 155 negara. Sebelumnya Indonesia ada di peringkat 75.
Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) A. Aziz Pane mengatakan Indonesia kekurangan pasokan karet. “Ada 146 pabrik crumb rubber di Indonesia dan membutuhkan empat juta ton bahan baku. Yang tersedia hanya tiga juta ton sehingga terjadi overdemand. Hal ini membuat petani karet melakukan inovasi negatif untuk mengakali kekurangan pasokan tersebut,” ujarnya.
Untuk dapat memenuhi permintaan tersebut, petani berupaya mencampur karet dengan lumpur, daun, dan bahan-bahan lain. Ini mengakibatkan tingginya biaya produksi karena perusahaan crumb rubber harus membersihkan karet mentah yang kotor tersebut. Ini berujung pada rendahnya daya saing karet Indonesia. (Iqbal Musyaffa)
Editor: Wisnu AS
Metrotvnews.com,