05
Jun
2014
No Comments
4 Juni 2014
Jakarta – Ekspor minyak sawit alias crude palm oil (CPO) turun 45,02 persen. CPO adalah komoditas andalan nomor satu RI. Rontoknya permintaan CPO berakibat anjloknya ekspor secara keseluruhan.
Ekspor CPO turun 45,02 persen, dari US$ 2,3 miliar pada Maret 2014 menjadi US$ 1,1 miliar pada April 2014. Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan, mengaku akan menyelidiki apa penyebab penurunan ekspor ini.
“Saya mendapatkan angka penurunan ekspor yang sangat drastis untuk CPO. Kami akan lihat dengan seksama bersama dengan instansi terkait,” kata Muhammad Lutfi, dalam jumpa pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (3/6/14).
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai ekspor periode April 2014 mencapai US$ 14,29 miliar, turun 5,92 persen dibanding ekspor periode Maret 2014 (month on month) yang sebesar US$ 15,19 miliar. Penurunan ekspor terutama dipicu merosotnya ekspor CPO.
Kelesuan permintaan ekspor CPO ini di luar kebiasaan. Sebab ekspor CPO justru lazim naik menjelang bulan Ramadhan. Lutfi juga berencana mengumpulkan perusahaan minyak sawit untuk membahas bersama permasalahan yang dihadapi mereka.
“Saya akan mengumpulkan perusahaan minyak sawit. Beri kami waktu untuk melihat permasalahan turunnya ekspor CPO tersebut. Kami harus mencari penyelesaiannya,” tegas Lutfi.
Isu Negatif
Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar di dunia. Dari total 9,7 juta CPO dunia, 47,8 persen atau 4,8 juta ton berasal dari Indonesia. Sayang, CPO kita sering dijegal di pasar global.
Indonesia banyak diserang isu negatif. Seperti isu lingkungan pembalakan hutan, hingga konflik sosial seputar lahan sawit. CPO Indonesia juga diisukan sebagai pemicu penyakit berbahaya, seperti obesitas, penyakit jantung, dan kolesterol.
Bahkan Eropa belakangan mengeluarkan aturan, tiap produk makanan di sana wajib mencantumkan label “No Palm and Without Palm”. “Masalah serius yang dihadapi sawit Indonesia adalah kampanye negatif di Eropa. Di Eropa produk makanan diwajibkan mencantumkan label, tetapi isinya sangat ekstrem yaitu No Palm and Without Palm,” kata Delima Hasri Darmawan, Wakil Ketua III Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI).
DMSI meyakini serangan isu tersebut hanya didasari oleh kepentingan persaingan dagang. Apalagi, Eropa sebagai pasar terbesar CPO Indonesia, juga merupakan kawasan penghasil minyak nabati. Namun, minyak nabati Eropa berbahan baku jenis kedelai, jagung dan bunga matahari. (anila/dpy)
Sumber : http://www.nefosnews.com/
Bacaan Lain Seputar Kelapa Sawit :