Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Mengatasi Resistensi / Kekebalan Hama Terhadap Pestisida

BBP2TP Ambon, Teknologi yang sampai saat ini sering dipakai untuk pengendalian hama adalah pemakaian pestisida. Penggunaan pestisida semakin meningkat dan mendominasi cara pengendalian terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT). Pestisida merupakan salah satu alat yang mempunyai pengaruh kuratif dan bekerja cepat, sehingga dapat digunakan dalam keadaan darurat dalam mengatasi masalah organisme pengganggu, yaitu ketika populasi telah mencapai ambang kendali. Selebihnya dalam penggunaan dilapang dapat dilakukan sendiri oleh petani tanpa harus membutuhkan penanganan tenaga ahli. Dampak yang nyata dibidang pertanian, bahwa penggunaan pestisida memberikan tingkat pengendalian yang tinggi dan memberikan kualitas hasil bebas dari kerusakan akibat serangan organisme pengganggu. Untuk itu penggunaannya harus dilakukan dengan bijaksana, karena penggunaan yang berlebihan dan terus menerus akan menimbulkan pengaruh yang merugikan.

Penggunaan pestisida harus bijaksana sesuai dengan prinsip 5 tepat, yaitu :

Advertisements

Tepat Sasaran, menentukan OPT yang akan dikendalikan, kemudian disesuaikan dengan jenis pestisida yang akan digunakan, dengan cara membaca label pada pestisida tersebut.
Tepat Jenis, menentukan jenis pestisida yang akan digunakan seperti insektisida untuk serangga, herbisida untuk gulma, dan lainnya.
Tepat Waktu, menentukan waktu pengendalian yang paling tepat, seperti :
a.  Stadium rentan dari serangga hama yang menyerang tanaman, misalnya stadia larva instar I, II, dan III.
b.  Kepadatan populasi yang paling tepat untuk dikendalikan, berdasarkan Ambang Kendali atau Ambang Ekonomi.
c.   Kondisi lingkungan, misalnya tidak mengaplikasikan pestisida pada waktu hujan, kecepatan angin tinggi, dan cuaca panas terik.
Tepat Dosis/Konsentrasi, penggunaan konsentrasi/dosis sesuai dengan dianjurkan pada label pestisida.
Tepat Cara, aplikasi pestisida dengan cara yang sesuai dengan formulasi pestisida dan anjuran yang ditetapkan.

 Pengaruh penggunaan pestisida

Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama yang tidak berdasarkan pada pandangan ekologis dapat menimbulkan pengaruh sampingan atau dampak negatif yang tidak diinginkan. Dampak tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap hama sasaran, tetapi juga berpengaruh terhadap ekosistem setempat. Dampak negatif tersebut adalah (1) timbulnya resistensi hama, (2) peledakan hama kedua, (3) pengaruh negatif terhadap organisme bukan sasaran (musuh alami, pollinator, burung, dan ikan), (4) residu dalam makanan, (5) pengaruh langsung terhadap pengguna, dan (6) polusi pada air tanah.

Resistensi terhadap pestisida

Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida seperti insektisida ialah timbulnya resistensi pada serangga hama. Resistensi serangga terhadap insektisida dapat didefinisikan sebagai berkembangnya kemampuan strain serangga untuk mentolerir dosis racun yang dapat mematikan sebagian besar individu-individu di dalam populasi yang normal pada spesies yang sama. Resistensi menyebabkan suatu serangga hama menjadi tahan terhadap insektisida. Keadaan ini biasanya timbul sebagai akibat penggunaan satu jenis insektisida secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama.

Dampak resistensi pestisida

Resistensi insektisida tidak hanya terjadi pada serangga hama pada pertanian, tetapi juga terjadi pada serangga rumah tangga seperti nyamuk dan lalat. Resistensi serangga hama terhadap insektisida organik diketahui pada tahun 1910an, dan meningkat setelah ditemukan insektisida organik sintetik seperti DDT yang ditemukan dan digunakan pada tahun 1945. Pada tahun 1948 dilaporkan terjadi resistensi DDT pada nyamuk dan lalat. Pada tahun 1986 dilaporkan 447 jenis serangga yang resisten terhadap hampir semua kelompok insektisida (organokhlor, oganofosfat, karbamat, piretroid sintetik, fumigan) termasuk kelompok insektisida hayati seperti Bt (Georghiou,1986). Tindakan yang dilakukan petani terhadap pestisida yang kehilangan efektivitasnya adalah dengan meningkatkan dosis/konsentrasi dan frekuensi aplikasi. Bila masih tidak berhasil, maka akan menggunakan jenis pestisida yang lebih baru, lebih mahal dengan harapan lebih efektif dalam mengendalikan hama tersebut. Hal inilah salah satu penyebab terjadinya resistensi hama pada jenis pestisida yang baru, karena hama mempunyai kemampuan mempertahankan dan mewariskan sifat resistensi pada keturunannya.

Mekanisme resistensi

Menurunnya efektivitas pestisida dalam mengendalikan hama merupakan indikasi terjadinya resistensi. Resistensi merupakan semakin meningkatnya populasi suatu hama karena proses seleksi yang berlangsung selama banyak generasi dan mempunyai kemampuan untuk tetap hidup meskipun terpapar satu atau lebih senyawa pestisida. Resistensi terhadap pestisida terjadi melalui proses seleksi alami yang dipercepat, sehingga menimbulkan populasi baru yang mempunyai gen-gen resisten (Untung, 1993). Percepatan ini akibat frekuensi penggunaan pestisida yang sangat intensif, sehingga membunuh individu yang peka dalam populasi, sedangkan individu yang resisten akan bertahan hidup, dan berkembangbiak. Kejadian ini akan berulang dari generasi ke generasi, sehingga populasi didominasi oleh individu resisten.

Meningkatnya dosis/konsentrasi dan aplikasi pestisida, karena menganggap aplikasi yang diberikan belum dapat mengendalikan hama mengakibatkan semakin menghilangnya hama yang peka. Tindakan ini meningkatkan populasi individu yang tahan dan akhirnya populasi tersebut akan didominansi oleh individu yang resisten. Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi meliputi faktor genetik, biologi dan operasional. Faktor genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah dan dominansi gen resisten. Faktor biologi-ekologi meliputi perilaku hama, jumlah generasi per tahun, keperidian, mobilitas dan migrasi. Faktor operasional meliputi jenis dan sifat pestisida yang digunakan, jenis pestisida yang digunakan sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi dan stadium sasaran, dosis, frekuensi dan cara aplikasi, bentuk formulasi, dan yang lain. Faktor genetik dan biologi-ekologi merupakan sifat asli hama sehingga lebih sulit dikelola dibandingkan faktor operasional. Ketahanan hama terhadap suatu jenis atau beberapa jenis pestisida disebabkan oleh lebih dari satu penyebab dan mekanisme ketahanan. Ada beberapa jenis hama yang cepat membentuk populasi yang resisten tetapi ada yang lambat, ada juga jenis-jenis pestisida yang cepat menimbulkan reaksi ketahanan pada hama tertentu.

Fenemore (1984) mengemukakan bahwa resistensi dapat terjadi melalui mekanisme : (1) detoxication, (2) insensitive target, (3) slower rate to penetration, (4) storage, dan (5) avoidance. Oppenorth dan Welling (1974) mengelompokkan sebagai : (1) altered site of action, (2) increased detoxication, dan (3) reduced penetration. Secara garis besar pengelompokkan tersebut pada dasarnya sama, yaitu dapat dimasukkan ke dalam resistensi fisiologi (detoxication/increased detoxication, insensitive target/altered site of action, slower rate to penetration/reduced penetration, dan storage) dan resistensi perilaku (avoidance). Perubahan pada target (Altered site of action), dapat berupa perubahan sifat enzim yang menjadi sasaran cara kerja pestisida. Peningkatan detoksikasi (increased detoxication), melibatkan kemampuan hama untuk memodifikasi (mendetoksikasi) pestisida secara cepat, sehingga bahan tersebut kehilangan daya racunnya. Penurunan penetrasi (reduced penetration), merupakan mekanisme resistensi yang mungkin terjadi pada sejumlah spesies terhadap beberapa jenis pestisida. Semua pestisida akan mempenetrasi hama sebelum terjadi peracunan. Kemampuan penetrasi racun yang lamban, menyebabkan hama mampu atau berkesempatan untuk mendetoksikasi pestisida secara cepat sehingga mencegah terjadinya keracunan.

Upaya mengatasi resistensi

Upaya untuk menanggulangi dan menghambat berkembangnya strain resisten, hendaknya berdasar pada pemikiran mengurangi penggunaan pestisida. Upaya yang dapat dilakukan yaitu penggunaan pestisida secara rasional, pengembangan dan mengoptimalkan penggunaan produk baru, serta mengurangi ketergantungan pada pestisida.

Penggunaan secara rasional. Hal ini menyangkut pola pergantian penggunaan jenis pestisida yang berhubungan dengan daya racun, cara kerja, selektivitas, dan stabilitas racun. Untuk menentukan pergantian perlu mempelajari ekologi hama sasaran dan musuh alaminya, yang dilakukan dengan cara monitoring terhadap perkembangan tingkat resistensi untuk menentukan metode dan jenis pestisida yang akan digunakan selanjutnya.

Pengembangan dan optimalisasi penggunaan produk baru. Mengembangkan bahan aktif pestisida dengan memperhatikan perkembangan mekanisme resistensi hama. Untuk itu, perlu menjaga keefektifan produk tersebut dengan menggunakannya secara bijaksana. Untuk memperlambat timbul dan berkembangnya populasi resisten menurut Georghiou (1983) dapat dilakukan dengan 3 strategi yaitu dengan 1) sikap sedang (moderation), yaitu pengelolaan yang bertujuan mengurangi tekanan seleksi terhadap hama antara lain dengan pengurangan dosis/konsentrasi, dan frekuensi penyemprotan yang lebih jarang; 2) penjenuhan (saturation), yaitu pengelolaan yang bertujuan memanipulasi atau mempengaruhi sifat pertahanan hama terhadap pestisida baik yang bersifat biokimiawi maupun genetik; dan 3) serangan ganda (multiple attack), yaitu pengelolaan yang dilakukan dengan cara mengadakan rotasi atau pergiliran kelompok dan jenis pestisida yang mempunyai cara kerja yang berbeda.

Pengurangan ketergantungan terhadap pestisida. Hal ini dilakukan dengan penggunaan pestisida berdasarkan ambang kendali, penggunaan semiochemical seperti feromon, pemanfaatan musuh alami, dan pengendalian secara kultur teknis. Pengelolaan resistensi pestisida merupakan kombinasi teknik pengendalian dengan pestisida dan pengendalian tanpa pestisida sedemikian rupa sehingga frekuensi individu resisten dalam populasi hama tetap pada tingkatan yang dapat dikelola. Hendaknya penggunaan pestisida dilakukan secara bijaksana berdasarkan monitoring rutin, sehingga dihasilkan data populasi hama dan musuh alaminya. Semakin sedikit intensitas pemakaian petisida, diharapkan dapat memperlambat timbulnya resistensi. Ketidakpedulian dan kurang perhatian semua pihak terhadap masalah resistensi dapat mengakibatkan terjadinya eksplosi hama yang berujung pada kegagalan panen atau residu pestisida pada produk pertanian yang mengganggu kesehatan konsumen. Untuk itu pengelolaan resistensi perlu dilakukan sejak dini. Apabila pengendalian hama dengan pestisida tidak berhasil karena adanya populasi resisten, dapat diasumsikan bahwa tingkat resistensi sudah tinggi.

Referensi

Fenemore, peter, G. 1984. Plant Pests And Their Control. Butterworths & Co (Publisher) Ltd.

Gheorghiou, G.P. 1983. Management of resistance in Arthropods, In Pest Resistance to Pesticide. (Ed. By Gheorghiou G.P. and Saito T.). Plenum Press. New York and London.

Georghiou, G.P. 1986. The Magnitude Of Resistance Problem. In Pesticide Resistance Strategies And Tactics For Management. National Academy Press. Washington D. C.

http://cdsindonesia.wordpress.com/2008/04/08/manajemen-resistensi-pestisida-sebagai-penerapan-pengelolaan-hama-terpadu/ diakses tanggal 15 Januari 2013.

Oppenorth, F.J. and W. Welling. 1976. Biochemistry And Physiology Of Resistance, In C.F. Wilkinson (ed), Insecticide Biochemistry And Physiology. Plenum Press. New York.

Untung, K. 1993. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Andi Offset. Yogyakarta.

oleh : M. P. Setyolaksono

Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :

Advertisements
Category: Info Pestisida