Home »
Perawatan
,
TBM
» Kegiatan Perawatan Pada Masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Kelapa Sawit
Pemeliharaan
tanaman pada komoditas perkebunan yang bersifat tahunan, biasanya dikelompokkan
ke dalam tanaman belum menghasilkan/immature atau disingkat (TBM) dan tanaman
menghasilkan/mature disingkat (TM). TBM pada kelapa sawit adalah masa sebelum panen
(dimulai dari saat tanam sampai panen pertama) yaitu berlangsung 30-36 bulan.
Periode waktu TBM pada tanaman kelapa sawit terdiri dari :
TBM
0 : menyatakan keadaan lahan sudah
selesai dibuka, ditanami kacangan penutup tanah dan kelapa sawit sudah ditanam
pada tiap titik pancang.
TBM
1 : tanaman pada tahun ke I (0-12 bulan)
TBM
2 : tanaman pada tahun ke II (13-24
bulan)
TBM
3 : tanaman pada tahun ke III (25-30
atau 36 bulan)
Tujuan pemeliharaan TBM adalah untuk mendapatkan
tanaman yang sama dalam hal pertumbuhannya, produktif dan berproduksi tinggi. Manfaat
pemeliharaan TBM mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif tanaman sawit sebagai
penujang pertumbuhan generatif yang berproduksi tinggi.
Kegiatan
pemeliharaan tanaman kelapa sawit, sejak bibit sawit selesai ditanam di lahan
sampai tanaman mulai pertama kali
berbunga yaitu:
1.
Konsolidasi
Konsolidasi
adalah pemeriksaan situasi blok demi blok yang sudah ditanam untuk melihat
kekurangannya, kemudian memperbaikinya dengan cara menegakkan tanaman dan
memadatkan tanah serta pelepah kering diputus atau dipotong. Sekaligus
dilakukan inventarisasi tanaman dan permasalahan lainnya. Bibit yang mati,
abnormal, tumbang, terserang berat hama atau penyakit harus disisip, teras yang
rusak diperbaiki dan lain – lain. Konsolidasi dilakukan pada saat TBM 1.
2.
Sensus Pokok Kelapa Sawit
Sensus terhadap pokok kelapa sawit perlu dilakukan
untuk keperluan penyisipan/penggantian tanaman yang rusak/mati/terkena hama
penyakit. Sensus dilakukan blok demi blok dengan cara jalur per jalur dan
petugas sensus memberikan tanda pada setiap jalur dengan pancang yang diikat tali
plastik sejumlah bibit yang akan disisip.
3.
Penyisipan / Penyulaman
Tanaman yang mati, rusak berat, sakit dan abnormal
perlu disisipi dengan segera. Penyisipan adalah mengganti tanaman yang tidak normal
dalam perkembangannya dengan tanaman yang baru. Makin cepat disisipi makin baik
agar pertumbuhannya tidak ketinggalan dan sebaiknya digunakan bibit yang telah
khusus disiapkan untuk sisipan. Makin lama dilakukan penyisipan maka biaya
investasi akan meningkat karena pemeliharaan akan lebih lama. Penyisipan hanya
dilakukan pada TBM 1 dan awal mula pada TBM 2 dan tidak dianjurkan untuk TBM 3.
Bibit abnormal akan baru terlihat setelah 6 – 12 bulan ditanam dan harus
diganti demikian pula dengan tanaman yang terserang landak, babi dan gajah.
Pelaksanaan penyisipan tanaman yaitu 3 – 6 bulan
setelah tanam, sehingga dimungkinkan terjadinya keseragaman panen. Frekuensi
waktu penyisipan tanaman dilakukan dengan ketentuan 2-4 rotasi per tahun selama
18 bulan sejak tanam. Cara penyisipan tanaman yaitu tanaman yang mati dicabut dan ditempatkan dalam gawangan.
Kemudian penyisipan tanaman dilakukan dengan diawali pembuatan titik tanam.
Penanaman dilakukan dengan mengikuti prosedur biasa, kecuali bibit yang
digunakan bibit yang lebih besar (umur ≥
12 bulan) sehingga dimungkinkan dilakukan pemotongan pelepah bibit. Pupuk pada
saat penyisipan tanaman, diberikan sebanyak 1,5 kali dosis pupuk per lubangdari pada penanaman awal.
Selanjutnya diperlakukan sama seperti pada tanaman lain di sekitarnya.
4.
Memelihara LCC
LCC (Legume Cover Crop) walaupun
sebenarnya saya lebih setuju menyebutnya LCP (Legium Cover Plant) karena karena Crop adalah kata yang berarti
tanaman yang menghasilkan buah sementara kacangan dan sejenisnya hanya tanaman
penutup saja (Plant). LCC/LCP merupakan tanaman penutup tanah dalam perkebunan
kelapa sawit, pola tanam dapat monokultur ataupun tumpangsari. Tanaman penutup
tanah (legume cover crop LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting
karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, menambah unsur N, kimia dan
biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan
pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Penanaman tanaman kacang-kacangan
sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.Untuk mendapatkan
LCC yang murni diperlukan perawatan intensif selama enam bulan pertama.
Dilapangan yang penulis temukan bahwa semua LCC yang digunakan di unit usaha
rejosari adalah jenis mucuna, dengan sifatnya yang dapat tumbuh dengan cepat, dalam
1 hari mucuna mampu bertambah panjang 20 – 30 cm dengan masa hidup 2 tahun.
Jenis – jenis LCC yang biasa digunakan pada perkebunan kelapa sawit diantaranya
:
– Centrosema
pubescens
– Pueraria javanica
5.
Pemeliharaan Piringan, Jalan Rintis, dan Gawangan
Piringan berfungsi sebagai tempat untuk menyebarkan
pupuk. Selain itu, piringan juga merupakan daerah jatuhnya buah kelapa
sawit. Karena itu, kondisi piringan
senantiasa bersih dari gangguan gulma. Pemeliharaan piringan dan gawangan
bertujuan antara lain untuk:
·
Mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman dalam penyerapan unsur hara,
air,dan sinar matahari.
·
Mempermudah pekerja untuk melakukan pemupukan dan kontrol di lapangan.
·
Pemeliharaan piringan dan gawangan bebas dari gulma dapat dilakukan
secara manual atau secara kimia. Pemeliharaan piringan dan gawangan secara
manual yaitu tenaga manusia dengan menggunakan cangkul. Budi, (2009)
menjelaskan bahwa pelaksanaan pemeliharaan piringan dan gawangan, harus
memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
P 0 =
menyingkirkan semua gulma, kacangan bersih dari gulma (kacangan 100%) umur 0-6
bulan, rotasi 2 minggu.
P 1 =
kacangan 85%, rumput lunak 15%, umur 7-12 bulan, rotasi 3 minggu
P 2 =
kacangan 70%, rumput lunak 30%, umur 12- 18 bulan, rotasi 3 minggu
P 3 =
kacangan bercampur dengan rumput lunak, bebas dari lalang dan anakan kayu, umur
> 18 bulan rotasi 4 minggu.
Standar pembuatan dan pemeliharaan piringan dan jalan
rintis dilakukan dengan cara:
·
Piringan bebas dari gulma sampai
radius 30 cm di luar tajuk daun atau maksimal 180 cm dari pohon
·
Pembuatan jalan rintis dilakukan pada umur tanaman 1-12 bulan dengan
perbandingan 1:8, dan waktu tanaman berumur lebih dari 12 bulan. Jalan rintis
dibuat dengan perbandingan 1:2 dengan
lebar 1,2 m
·
Perawatan jalan rintis/tengah dilakukan bersamaan dengan perawatan
piringan.
·
Pekerjaan penyiangan (P) atau weeding (W) pada TBM dilakukan dengan
kriteria sebagai berikut :
TBM 1 :
W1 penutup tanah seluruhnya (100%) kacangan. Rumput-rumput gulma lain
dibersihkan semuannya. Dan
TBM 2 :
W1 seperti pada TBM 1
TBM 3 :
W3 yaitu 70% kacangan + 30% gulma lunak; bebas
lalang. Gulma yang diberantas adalah jenis gulma jahat yakni; lalang,
mikania, pahitan, pakis, teki. Gulma kacangan yang merambat ke pohon
diturunkan. Gulma lunak yang tidak perlu diberantas adalah jenis wedusan,
sintrong.
Pengendalian
gulma pada tanaman kelapa meliputi beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk
menangani pertumbuhan gulma pada areal perkebunan. Meliputi kegiatan wiping dan
weeding.
Wiping. Wiping adalah mengusap daun dengan larutan
herbisida. Wiping merupakan pengendalian gulma yang dilakukan pada gulma
alang-alang.
Weeding. Weeding adalah pengendalian gulma dalam area kebun
kelapa sawit baik dalam gawangan maupun piringan dengan cara penyiangan.
Penyiangan dalam gawangan meliputi gulma yang berada diantara tanaman penutup
tanah (LCC) sehingga dilakukan secara mekanik. Pelaksanaannya memiliki rotasi
16 kali dalam setahun pada TBM I. Sedangkan pada TBM II dan TBM III rotasi
wiping 12 kali dalam setahun. Penyiangan pada piringan memiliki rotasi 12 kali
pada TBM I dan 10 kali pada TBM II dan TBM III. Piringan adalah daerah
disekitar pokok tanaman sawit yang berbentuk lingkaran berdiameter 2-3 m,
diameter piringan tergantung pada umur TBM, TBM I : 2 m, TBM II : 2,5 m, TBM
III : 3 m. Penyiangan atau pemberantasan tumbuhan liar pada area piringan
dilakukan secara manual dan kimia.
Penyiangan
manual dilakukan dengan cara menggaruk tumbuhan dalam diameter piringan dengan
cangkul. Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah terjadinya
cekungan yang dapat menampung air dan berakibat rusaknya tanaman. Untuk
menghindari hal itu, penggarukan dilakukan dari arah luar lingkaran ke dalam
(tanaman).
Penyiangan
kimia dapat dilakukan pada TBM III dengan rotasi 6 kali setahun dengan jenis
herbisida sesuai dengan tumbuhan yang akan diberantas.
6.
Titi Panen dan TPH
Titi panen merupakan pembuatan jembatan pada setiap
jalan rintis yang melewati parit atau saluran air, sehingga jalan rintis dapat
dilalui tanpa hambatan.Tujuan titi panen adalah mempermudah pekerja panen dalam
mengambil/mengangkut buah sawit. Titi panen harus segera dibuat setelah jalan
rintis tersedia. Pemasangan titi panen dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut :
·
TBM 1 dipasang titi panen pada rintis = 25%
·
TBM 2 dipasang titi panen pada rintis = 25%
·
TBM 3 dipasang titi panen pada rintis = 50%
Titi panen dapat dibuat dari kayu atau beton.
Penggantian titi panen berbahan kayu ke
bahan beton sebaiknya sudah dimulai pada TBM 3 dan telah selesai pada
awal TM. Jumlah titi panen tergantung dari jumlah parit dan saluran air. Untuk
menentukan jumlah dan panjang titi panen harus didasarkan data sensus yang
akurat. Ukuran lebar titi panen tegantung pada kebutuhan dan harus dapat
dilalui angkong dengan lebar titi panen sekitar 20 cm.
·
TPH merupakan tempat pengumpulan hasil panen kelapa sawit. TPH harus
dibuat /dipersiapkan sejak 3-6 bulan sebelum panen. Caranya yaitu memiilih tempat yang datar
kemudian membersihkan penutup tanah/rumput dengan menggunakan cangkul. Ukuran
TPH adalah 2 meter x 2 meter. Jarak antara TPH satu dengan TPH yang lain adalah
sekitar 50 meter (tiap 6 gawangan) dengan lebar titi panen sekitar 20 cm.
·
7.
Pemupukan
Perencanaan pemupukan tanaman kelapa sawit belum
menghasilkan (TBM) dilakukan oleh Mandor besar (Mandor 1), Mandor pemupukan dan
krani afdeling dengan berpedoman pada Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP)
dan RAB berdsarkan rekomendasi dai tim riset. Rencana pemupukan kelapa sawit
(TBM) meliputi:
·
Blok tanaman yang akan dipupuk
·
Jumlah kebutuhan pupuk per blok
·
Permintaan kendaraan
·
Tempat pengeceran pupuk
·
Jenis dan jumlah peralatan pemupukan
Perencanaan pelaksanaan pemupukan harus memperhatikan
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Rekomendasi pemupukan tanaman kelapa
sawit didasarkan pada prinsip 4 T yaitu (tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu,
dan tepat metode). Dosis pupuk ditentukan berdasarkan umur tanaman, hasil analisis daun, jenis tanah, produksi
tanaman, jenis tanah, hasil percobaan, dan kondisi visual tanaman.
8.
Tunas Pasir dan Kastrasi
Tunas Pasir/Pruning Sanitasi
Sebelum areal/blok masuk dalam kategori TM tidak
diperbolehkan melakukan pekerjaan tunas apapun karena pada waktu tersebut
jumlah pelepah belum optimum. Sehingga pelepah produktif tidak boleh dibuang.
Prinsip tunas pasir adalah hanya membuang pelepah yang berada satu lingkaran paling
bawah (dekat tanah) dan pelepah kering artinya ini hanya untuk keperluan
sanitasi/kebersihan pokok sekitar sawit.
Pekerjaan tunas pasir dilakukan dengan cara membuang
pelepah satu lingkaran paling bawah (dekat tanah) dan juga pelepah kering.
Dilakukan 6 bulan sebelum TM. Pelepah kering dipotong memakai dodos. Pelepah
dipotong rapat ke pangkal dengan memakai dodos kecil (mata dodos 8 cm),
kemudian pelepah-pelepah tersebut dikeluarkan dari piringan dan disusun di
gawangan mati. Sesudah pekerjaan tunas pasir selesai, maka dilarang keras
memotong/memangkas pelepah untuk tujuan apa pun, kecuali untuk analisis daun,
ini pun hanya dibenarkan mengambil anak daunnya saja.
Kastrasi atau disebut juga ablasi merupakan pekerjaan
penting pada kelapa sawit sebelum tanaman beralih dari TBM ke TM. Karena itu,
sebelum melakukan kastrasi terlebih dahulu dilakukan monitoring pembungaan.
Caranya yaitu mencatat pohon-pohon yang telah berbunga. Hasil catatan tersebut
kemudian digambarkan pada peta sensus.
Tanaman kelapa sawit mulai mengeluarkan bunga setelah
berumur 9 bulan, tergantung pertumbuhannya. Pada saat tersebut, bunga yang
dihasilkan masih belum membentuk buah sempurna sampai tanaman berumur sekitar
24 bulan sehingga tidak ekonomis untuk diolah. Oleh sebab itu, semua bunga
maupun buah yang keluar sampai dengan umur 24 bulan perlu dibuang atau
diablasi.
Ablasi merupakan aktivitas membuang semua produk
generatif, yaitu bunga jantan, betina, dan seluruh buah (yang terlanjur jadi)
guna mendukung pertumbuhan vegetatif kelapa sawit. Pelaksanaan ablasi terakhir
dilakukan enam bulan sebelum pokok dipanen. Tujuan utama dilakukannya ablasi
adalah mengalihkan nutrisi untuk produksi buah yang tidak ekonomis ke
pertumbuhan vegetatif sehingga pokok sawit yang telah diablasi akan lebih kuat
dan pertumbuhannya seragam. Dengan demikian, pertumbuhan buah akan lebih besar
dan seragam, serta menghambat perkembangan hama dan penyakit.
Ablasi biasanya dilakukan pada umur 18 bulan sejak
tanam di lapangan sampai dengan 24 bulan. Setelah itu, bunga betina yang keluar
dibiarkan sehingga tanaman sudah dapat dipanen pada umur 30 bulan. Ablasi mulai
dilaksanakan jika lebih dari 50% pokok kelapa sawit dalam satu blok telah
mengeluarkan bunga jantan dan atau betina. Umumnya, ablasi mulai dilakukan saat
tanaman berumur 18 bulan di lapangan. Pelaksanaan ablasi dilakukan setiap dua
bulan sekali sampai tanaman berumur 24 bulan.
9.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama utama tanaman kelapa sawit belum menghasilkan
adalah ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) dan Oryctes rhinoceros yaitu hama
penggerek pucuk (titik tumbuh) kelapa sawit. Pengendaliannya dilakukan secara
manual, kimia dan hayati
Penyakit yang banyak ditemui pada TBM adalah
o Penyakit tajuk yang disebabkan faktor genetis dengan
ciri-ciri adanya pembusukan berwarna coklat yang menyebar melalui bagian tengah
dan menyebabkan anak daun terputus-putus.
o Penyakit busuk tandan yang disebabkan pathogen marasmius palmivorus. Ditandai dengan
adanya miselia cendawan berwarna putih pada kulit buah dan tandan. Faktor yang
mendorong timbulnya penyakit ini adalah kebersihan kebun, piringan pohon
sempit/kecil, penunasan terlambat, defisiensi hara dan tingginya curah hujan.
o Penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan
oleh jamur Ganoderma boninense.
Penularan penyakit melalui pertautan antara akar sehat dan akar sakit, atau
melalui spora yang disebarkan oleh angin. Gejala awal terlihat pada daun TBM
mengalami clorosis yang berlanjut mengeringnya anak daun dan pelepah, serta
terjadinya pembusukan pada jeringan pangkal batang dan akhirnya tanaman mati.
Pengendalian hayati untuk Ganoderma dilakukan dengan pemberian Trichoderma spp.
Kiswanto, Purwanta, Jamhari Hadi Purwanta dan bambang
Wijayanto. (2008). Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Lampung: Balai Pengkajian
Dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian.
PTPN X. (1993). Vademencum Budidaya Karet dan Kelapa
Sawit. Bandar lampung: PTPN X.
Dewi Riniarti,
dan Bambang Utoyo. (2012). Budidaya tanaman Kelapa sawit. Malang: Wineka
Media