Seperti telah diduga sebelumnya, pemerintah kembali melanjutkan moratorium untuk hutan alam primer dan lahan gambut, melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 mengenai Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut . Indikasinya, dapat terlihat dari pernyataan beberapa instansi kementerian yang terlibat seperti UKP4, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Kehutanan, yang menilai moratorium sudah berjalan bagus dan perlu dilanjutkan.
Dalam web sekretariat kabinet, Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia, secara resmi mengumumkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 yang telah ditandatangani pada 13 Mei 2013, dengan melanjutkan penundaan pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun ke depan.
Instruksi presiden ditujukan Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Kepala Badan Informasi Geospasial, Ketua Satgas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+, para Gubernur dan para Bupati/Walikota itu.
Lewat aturan ini, Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan ditundanya hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa/tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi) dan area penggunaan lain seperti yang tercantum dalam peta indikatif penundaan izin baru.
“Peta indikatif penundaan izin baru akan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan,” seperti tertera dalam inpres tersebut.
Walaupun moratorium bersifat pelarangan, pada kenyataannya masih ada pengecualian untuk kegiatan perekonomian tertentu seperti geothermal, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu. Padahal kalau ingin bertujuan membatasi emisi gas karbon dan perlindungan hutan alam, idealnya setiap pembukaan lahan di hutan alam primer dan lahan gambut akan melepaskan karbon.
Tungkot Sipayung, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi GAPKI, mempertanyakan tujuan dari instruksi ini yang ternyata berlawanan dengan pelaksanaannya karena memberikan pengecualian. Dari pihak asosiasi telah meminta kepada Presiden RI lewat surat resmi supaya hutan lindung dan hutan konservasi dilakukan moratorium permanen. Namun, inpres ini memperbolehkan secara penggunaan hutan alam dan lahan gambut untuk aktivitas ekonomi yang dinilai untuk pembangunan nasional
“Jelas sekali, hal ini tidak konsisten dengan maksud inpres ini untuk mencegah deforestasi dan pengurangan emisi karbon,” ujar Tungkot Sipayung dengan tegas.
Kepada SAWIT INDONESIA, Mas Achmad Santosa, Deputi VI UKP4, menjelaskan keputusan presiden dalam mengambil kebijakan moratorium ini bukanlah hal mudah karena banyak kepentingan pembangunan yang harus diperhatikan. Kegiatan ekonomi yang dikecualikan dalam inpres tersebut merupakan prioritas pembangunan. Sebagai contoh, penanaman lahan padi dan tebu itu ditujukan kepada prioritas ketahanan pangan. Sementara, pembangkit listrik dan tambang minyak serta bagi ketahanan energi.
“Jadi, hal ini adalah keputusan yang harus diambil pemerintah yang sebenarnya ingin tidak ada pengecualian. Tetapi, kita harus realistis maka ada pengecualian tersebut. Pemerintah memiliki komitmen sustainable growth with equity dan berkomitmen menekan emisi 26% sampai 2020, “ ujarnya.
Achmad Santosa berjanji akan mengawasi pemberian izin kepada kegiatan ekonomi yang dikecualikan dalam inpres. Paling utama, aktivitas tetap harus mendukung daya ekosistem yang berdasarkan kepada kajian lingkungan hidup strategis. Artinya, tidak sembarang kegiatan dapat diperbolehkan dalam peta indikatif moratorium.
Joko Supriyono, Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengatakan pihaknya sudah berupaya berdiskusi dengan pemerintah terkait kebijakan ini.
“Soal data dan fakta juga telah diberikan. Tetapi, kami mungkin kalah lobi dan diplomasi dengan negara lain,” keluh Joko Supriyono di Jakarta.
Bahkan demi menyakinkan pemerintah, sebuah buku berjudul Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Isu Lingkungan Global disusun GAPKI dan kalangan akademisi. Buku setebal 58 halaman ini menyuguhkan data penelitian terkait pengeluaran gas emisi rumah kaca di dunia. Selain itu, terdapat pula penelitian yang membuktikan tata kelola perkebunan sawit di lahan gambut yang benar tidak akan menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar, sebagaimana yang selama ini dituduhkan.
“Sejak April kemarin, buku ini kami berikan kepada pemerintah supaya mereka lebih mengerti permasalahan gas rumah kaca dan lahan gambut, “kata Tungkot Sipayung, Ketua Tim Penulis Buku.
Erik Satrya Wardhana, Anggota DPR dari Komisi VI, mengecam berlanjutnya moratorium ini yang merupakan perpanjangan tangan dari Letter of Intent (LoI) Indonesia-Norwegia. Pemerintah dinilai telah masuk ke dalam perangkap perdagangan karbon yang menjadikan Indonesia sebagai negara budak saja.
“Sebenarnya tujuan utama dari LoI ini membatasi penggunaan lahan gambut di Indonesia saja,” papar politisi dari Partai Hanura ini.
Dodik Nurochmat, Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, merasa heran dengan aturan ini karena sudah semestinya hutan alam dan hutan lindung dilarang untuk digunakan dalam kepentingan apapun. Tetapi, hutan produksi dan areal penggunaan lain kenapa pula dilarang untuk pemanfaatannya. “Yang lebih terlihat kementerian kehutanan ini sangat egosentris,” tukasnya.
Dalam studi yang dilakukan Lully Melling berjudul Carbon Flow and Budget in a Young Mature Oil Palm Agroekosistem on Deep Tropical Peat, disebutkan secara netto perkebunan kelapa sawit di lahan gambut dalam (peat land) bukan sumber emisi maupun penyerap CO2 (bila dikoreksi emisi CO2 dari dekomposisi dan respirasi mikroorganisme yang secara alamiah ada di lahan gambut).
Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Supiandi Sabiham berjudul Organic Carbon Storage and Management Strategies for Reducing Carbon Emisson from Petland, bahwa pengelolaan lahan gambut dengan menambah bahan mineral amelioran yang mengandung Fe2 dan O3 dan adanya understory cover crop sebagaimana standar kultur teknis budidaya kelapa sawit gambut Indonesia dapat menurunkan fluks emisi CO2.
INVESTASI HILANG
Terbitnya perpanjangan moratorium hutan alam dan lahan gambut disambut dingin kalangan pengusaha sawit. Semenjak tahun lalu, pelaku sawit yang dimotori Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meminta perpanjangan moratorium dievaluasi.
Menurut Joko Supriyono, peluang meningkatkan lahan kelapa sawit semakin sulit karena penataan lahan hutan yang terdegradasi tidak lagi ada niat untuk dikembangkan. ”Sebenarnya, areal penggunaan lahan gambut itu bisa digunakan untuk perkebunan sawit tetapi tidak diperbolehkan,” jelasnya.
Dampak dari moratorium ini, Joko Supriyono, Indonesia akan kehilangan momentum untuk menghasilkan CPO. Padahal, negara di luar Indonesia seperti Brazil dan Cina sedang mengembangkan lahan perkebunan sawit untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi. Saat ini, pemerintah Brazil mengumumkan gerakan menanam kelapa sawit satu juta hektare.
Dalam dua tahun ini, penambahan lahan kelapa sawit diproyeksikan semakin turun menjadi 150 ribu hektare per tahun, dari sebelumnya 200 ribu-300 ribu hektare per tahun. Akibatnya, kenaikan produksi CPO akan turun menjadi 2,5 juta ton setahun. Jumlah ini lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya berjumlah 3 juta ton.
Tidak kondusifnya situasi ini menjadi pertimbangan beberapa investor untuk mengalihkan pembukaan lahan ke negara lain seperti Afrika dan Asia Tenggara. Joko Supriyono menjelaskan nilai investasi yang hilang di dalam negeri dapat mencapai Rp 14 triliun di sektor hulu (on farm), apabila terjadi pelambatan kenaikan luas lahan dan pengalihan investasi.
“Hilangnya investasi mengakibatkan tidak akan ada penyerapan jumlah tenaga kerja sebanyak 4.000 orang di perkebunan,” kata Joko.
Mas Achmad Santosa mengatakan moratorium ini tidak menghambat investasi di daerah. Namun lewat kebijakan ini diharapkan dunia usaha, pemerintah dan pemangku kepentingan lain dapat berpandangan sama bahwa ekosistem seperti hutan dan lahan gambut merupakan aset berharga. Dengan adanya, masa jeda ini akan dilakukan perbaikan sistem prosedur kehutanan yang sebelumnya memicu deforestasi dan degradasi.
Namun, Sadino,Direktur Eksekutif Biro Kajian Hukum dan Kebijakan Kehutanan, mengkritik moratorium hutan alam primer dan lahan gambut yang dinilai politik pencitraan dengan hasilnya tidak terukur. Yang ada, pemerintah tidak bisa memperbaiki tata kelola hutan karena memang hasil moratorium tidak jelas dan cenderung merugikan negara. (Qayuum Amri)
Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini
Kacangan Jenis CM Berat 1 kg
kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam
Selengkapnya
Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet
Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %
Selengkapnya
Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo
Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo
Selengkapnya
NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya
Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan
Selengkapnya
Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,
Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :
Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah
Selengkapnya
Previous