Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Pangan organik tak harus mahal

Pangan organik tak harus mahal

Tidak seperti di beberapa negara maju, langkah pengembangan pertanian organik di negeri ini masih tersenggal-senggal. Padahal manfaat pertanian organik telah diketahui luas. Tidak hanya baik untuk kesehatan saja, melainkan juga jawaban atas persoalan degradasi lingkungan hidup.

Hal yang membuat pertanian organik sulit berkembang, salah satunya karena produk organik dianggap sebagai produk premium. Harganya mahal, hanya tersedia di outlet-outlet kaum elit. Akibatnya hanya segelintir kalangan yang sanggup membelinya secara terus-menerus.

Berangkat dari kenyataan ini, Putro Santoso Kurniawan, seorang sarjana jebolan IPB merasa tertantang. Menurutnya pangan organik seharusnya bisa diakses oleh semua kalangan. Toh, nenek moyang kita sejak jaman baheula sudah terbiasa mengkonsumsi pangan organik tidak pakai mahal.

Ia pun getol mengkampanyekan pangan organik dan menjadi penyuluh partikelir bagi petani yang tertarik memulai pertanian organik. Tidak hanya itu, ia menyewa sebidang tanah seluas 2000 m2 di Bogor, dan memulai usaha pertanian organik.

Kini usaha pertanian organiknya mulai berkembang. Luas kebunnya sekitar 2 ha, dan tidak lagi menyewa. Berlokasi di kampung Sawah Lega, Desa Ciaruteun, Bogor. Namanya Saga Farm, singkatan dari Sawah Lega Farm.

Pada hari Kamis, 9 Oktober lalu, saya berkesempatan mengunjungi Saga Farm dan berbincang dengan pemiliknya, Putro Santoso Kurniawan. Berikut petikan wawancaranya:

Kapan Anda memulai usaha pertanian organik?
Bila diatanya awalnya, bisa dibilang saya sejak lama mengenal pertanian organik. Tepatnya di pertengahan 2005 saya mencoba membuka kebun organik, walau skalanya masih kecil. Itung-itung sebagai kegiatan sampingan sekaligus menyalurkan hobi dan rasa penasaran.

Maksudnya, penasaran?
Ya, saya penasaran saja. Karena saya tahu kalau pangan organik itu sehat dan menyehatkan, lebih jauh dari itu ramah lingkungan. Tapi tidak banyak petani yang mencobanya, alasannya tidak ada pasarnya atau susah cari saprotannya (sarana produksi pertanian – red).

Setelah dicoba?
Ya memang tantangannya tidak sedikit. Apa yang dikatakan para petani bisa dibilang benar, tapi tidak sepenuhnya. Misalnya, soal pasar. Bukan pasar yang tidak ada melainkan aksesnya saja yang belum dapat, demikian juga dengan ketersediaan pupuk dan lain-lainnya.

Jadi sebenarnya kesulitan pasar dan asupan saprotan itu hanya mitos?
Menjadi mitos, karena tidak dicari. Apabila kita mau mencari, berkelompok dengan komunitas petani organik lainnya, sebenarnya bisa diselesaikan. Yang menjadi masalah adalah ekspektasi para petani terhadap produk organik. Saat ini kan dianggap harganya tinggi. Jadi ketika merencanakan, para petani relatif mengabaikan proses produksi bagaimana seharusnya pertanian organik dijalankan. Sehingga mengakibatkan biaya produksi menjadi tinggi. Dan, saat menjual hasil produksi ke pasar, kemudian harganya tidak sesuai harapan, mereka kecewa.

Bagaimana seharusnya petani menyikapinya?
Yang pertama, lupakan dulu kalau produk organik itu harganya tinggi di pasaran. Jalankan saja metode pertanian organik dengan sebenar-benarnya. Karena seharusnya dengan metode yang benar, asupan pupuk dan pestisida yang biasanya dibeli dari pabrik berkurang. Diganti dengan asupan lokal, tidak harus beli. Bisa mengolah sendiri, mengintegrasikan kegiatan pertanian dengan peternakan atau perikanan, misalnya. Sehingga biaya produksi bisa lebih rendah dari metode konvensional. Nah, karena biaya lebih rendah, meski harga jual produk organik tidak premium harusnya petani tetap untung. Bila ada pembeli yang berminat dengan harga tinggi akan menjadi bonus.

Jadi, sebenarnya produk organik itu tidak harus mahal?
Harga tinggi, tentunya adalah bonus bagi petani. Apabila harganya sama pun dengan produk konvensional, pertanian organik tetap bisa dijalankan dan menguntungkan. Bagi kami, sebagai produsen, yang diharapkan adalah harga yang adil. Selain itu kan ada juga kebanggaan lain kalau kita bisa menghasilkan produk yang menyehatkan masyarakat sekaligus berpartisipasi dalam melestarikan lingkungan hidup.

Bagaimana mengatasi sulitnya sarana produksi, seperti pupuk dan lain-lainnya?
Di sini kita perlu sedikit belajar, berkelompok dengan petani organik lainnya. Pasti ada jalan keluarnya. Misalnya, bermitra dengan peternak ayam, kambing atau sapi. Peternak bisa dapat jerami atau sekam, petani bisa dapat kotoran ternak. Atau bisa juga mengembangkan kebun yang terintegrasi, di sana ada ternak, ada juga kegiatan pertanian. Banyak cara untuk dikembangkan.

Ada keuntungan lain bertani secara organik?
Satu hal yang jelas, bila kita menerapkan metode pertanian organik, kualitas lingkungan hidup akan lebih baik. Minimal di lingkungan kebun. Misalnya, kondisi tanah pertanian dari hari ke hari akan semakin baik, karena kesuburannya terpulihkan. Selain itu dalam skala yang lebih besar dengan berkurangnya pemakaian pestisida maka ikan-ikan di selokan bisa berkembangbiak dengan baik. Tentu ini akan mendatangkan manfaat lebih, bukan hanya bagi petani melainkan bagi masyarakat umum juga.

Ngomong-ngomong, apa saja yang diusahakan di Saga Farm?
Di sini saya berusaha mengintegrasikan kegiatan peternakan, sawah, tanaman sayuran dan tanaman buah. Tujuannya agar asupan dari luar bisa ditekan serendah mungkin, karena semua sumber daya berputar-putar di sini. Yang, belum terlaksana di Saga Farm mengintegrasikan dengan kegiatan perikanan. Yang ini belum, mungkin kedepannya akan disiapkan.

Mempopulerkan labu lewat festival | ALAMTANI

mempopulerkan labu lewat festival

Labu merupakan produk pertanian dari keluarga Cucurbitaceae belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini ini terungkap dalam Festival Labu Nusantara yang diselenggarakan di Kampus IPB, Bogor (8/10).

Padahal potensi labu sebagai bahan pangan sangat besar. Labu kaya akan vitamin A, C dan beta karoten. Berdasarkan beberapa penelitian, menigkatkan konsumsi labu dapat mencegah penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, darah tinggi, jantung koroner dan juga mencegah kanker.

Saat ini, labu yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah jenis labu siam, biasanya disajikan sebagai sayuran. Padahal masih banyak jenis labu lain seperti waluh, labu kabocha, labu botol, beligo dan lain-lainnya. Kebanyakan jenis ini hanya dimanfaatkan masyarakat sebagai pangan olahan seperti kolak atau dodol, bukan sebagai pangan harian.

Menurut rektor IPB, Herry Suhardiyanto, penting untuk memiliki labu varietas unggul yang sesuai dengan lingkungan geofisika Indonesia. Karena labu diharapkan bisa mendukung diversifikasi pangan Nusantara. “Mari kita membuka ruang baru untuk menggunakan labu sebagai bagian pola makan kita,” katanya, seperti dikutip IPB news.

Tidak ada angka pasti berapa jumlah konsumsi labu masyarakat Indonesia. Namun, Glen Pardede, Direktur East West Seed, perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan benih, menengarai konsumsi labu orang Filipina 8 kali lebih banyak dari Indonesia. Hal ini dilihat dari angka konsumsi bibit labu.

Angka tersebut masih relatif kecil dibanding konsumsi labu di Amerika Serikat. Sebagai gambaran konsumsi labu negeri Paman Sam itu mencapai 700.000 ribu ton per tahun. “Satu orang Amerika mengonsumsi 3 kg labu per kapita per tahun,” ujarnya.

Selain untuk bahan pangan, labu juga sering digunakan sebagai dekorasi atau hiasan. Misalnya dibuat menjadi wadah sajian buah-buahan, wadah sup, es buah dan lain sebagainya.

Festival Labu Nusantara diselenggarakan IPB bekerja sama dengan East West Seed. Festival ini bertujuan untuk memasyarakatkan labu. Kegiatan ini melibatkan petani dan masyarakat umum. Di akhir festival diadakan penilaian labu terbaik nasional berdasarkan kriteria keunikannya.

Satu dari 11 orang Indonesia masih kelaparan

Satu dari 11 orang Indonesia kelaparan

Satu dari sebelas orang di Indonesia masih menderita kelaparan. Hal tersebut termaktub dalam laporan badan pangan dunia (FAO). Organisasi di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa ini memetakan angka kelaparan yang masih menghantui penduduk bumi hingga tahun 2014.

Dari hasil pemetaan tersebut diketahui angka kelaparan di Indonesia masih berkisar 8,7%, masih sejajar dengan negara-negara Afrika seperti Nigeria, Kamerun, Pantai gading dan Mauritania.

Sedangkan negara Asia lain yang posisinya sama dengan Indonesia antara lain Cina, Thailand dan Vietnam. Posisi Indonesia masih lebih baik dibanding India, Afghanistan dan Iraq.

FAO mendefinisikan kelaparan sebagai kekurangan gizi atau asupan makanan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan diet energi, yang berlangsung setidaknya selama satu tahun. Istilah lebih tepatnya adalah kekurangan gizi kronis. Dalam hal ini, angka kelaparan menunjukkan kegagalan negara dalam menjamin makanan yang cukup bagi setiap warganya.

Dalam peta kelaparan dunia, FAO mengkategorikan kelaparan dalam 5 tingkatan. Mulai dari sangat tinggi, tinggi, moderat tinggi, moderat rendah dan sangat rendah. Indonesia dalam hal ini dikategorikan sebagai moderat rendah dengan kisaran angka kelaparan 5-14,9%.

Sebenarnya hal itu bukan merupakan angka yang buruk, dibanding kebanyakan negara berkembang lain. Tapi sebagaimana tertulis dalam rencana Milenium Goal 2015, Indonesia seharusnya sudah berada pada kategori sangat rendah. Sekelas dengan negara-negara berkembang lainnya seperti Malaysia, Brasil dan Afrika Selatan.

Menjelang peringatan Hari Pangan Se-dunia yang jatuh setiap tanggal 16 Oktober, FAO kembali menegaskan pentingnya peran keluarga petani dalam sistem produksi pangan. Sesuai dengan tema hari pangan tahun ini, “Pertanian keluarga: memberi makan dunia, merawat bumi”.

Mari menengok festival desa sejahtera 2014

Mari menengok festival desa sejahtera 2014

Belum ada rencana liburan akhir pekan ini? Tidak ada salahnya untuk bertandang ke Festival Desa Sejahtera 2014. Acara diselenggarakan pada tanggal 25-26 Oktober di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan.

Menurut penyelenggara, Tejo Wahyu Jatmiko, festival ini merupakan ajang memperkenalkan kearifan lokal desa kepada masyarakat luas. Sekaligus sebagai sarana warga kota mengisi liburan akhir pekan sambil mengenalkan suasana desa kepada anak-anak.

Festival Desa Sejahtera kali ini merupakan yang ketiga kalinya, sejak 2012. Dengan mengambil tema “Merayakan keberagaman pangan kita”, penyelenggara ingin mengenalkan sejumlah khasanah kekayaan pangan lokal.

Rencananya akan digelar pameran berbagai pangan lokal ciri khas desa-desa di Indonesia, seperti berbagai jenis padi dan beras, Sagu, dan produk pangan komunitas lainnya.

Pada penyelenggaraan sebelumnya, festival berhasil menarik hingga ribuan warga Jakarta. Kali ini panitia berharap akan lebih banyak lagi pengunjung yang datang. Melihat dari antusiasme pengunjung, panitia optimis acara ini bisa menggugah kesadaran konsumen terhadap keanekaragaman pangan lokal yang ada di Indonesia.

Ada yang menarik bagi anak-anak, karena pada festival ini diselenggarakan sejumlah acara edukatif seperti berlatih membuat kerajinan tas tangan, boneka jari pohon, mendaur ulang kertas, hingga mengolah berbagai makanan dari bahan lokal. Diantaranya membuat tempe dan yoghurt kelapa.

Diadakan juga sejumlah lomba seperti lomba mewarnai, lomba menggambar caping dan permainan tradisional. Jadi, apalagi yang ditunggu, secara pantia tidak memungut bayaran tiket alias gratis!

Mendongkrak marjin tipis usaha jamur tiram

mendongkrak marjin tipis budidaya jamur tiram

Budidaya jamur tiram memang menjanjikan keuntungan yang cukup menggiurkan. Karena cukup praktis, tidak memerlukan tempat yang luas dan bisa dimulai dengan modal kecil. Namun ditengah persaingan yang sengit, marjin keuntungan dengan sendirinya semakin terkikis.

Produsen berlomba-lomba menawarkan jamur dengan kualitas prima dan harga paling murah. Pedagang pengepul pun seperti jumawa dalam menentukan harga. Seakan menutup peluang bagi pemain bermodal cekak.

Tapi jangan takut. Usaha ini masih terbuka lebar bagi pemain kecil yang pandai berhitung dan kreatif. Setidaknya ini dibuktikan Eko Prabowo, pemuda yang sukses menekuni usaha jamur tiram. “Kuncinya ada di pengenalan pasar,” ujarnya. Eko salah satu dari sedikit sarjana lulusan IPB yang ogah menjadi karyawan dan memilih untuk berwirausaha.

Marjin tipis

Saat ini di tingkat pengepul, jamur tiram hanya di hargai sekitar Rp. 6000-7000 per kg. Padahal untuk harga baglog (media untuk menumbuhkan jamur) saja sudah mencapai Rp. 2300. Satu baglog menghasilkan sekitar 0,7 kg jamur.

Artinya, untuk menghasilkan Rp. 7000 diperlukan modal untuk baglog sekitar Rp. 3300. Belum lagi biaya tenaga kerja, investasi kumbung (bangunan tempat menumbuhkan jamur) dan lain-lainnya.

Sementara itu, untuk setiap kumbung berkapaitas sekitar 10.000 baglog membutuhkan setidaknya seorang pekerja. Bisa dibayangkan betapa tipis marjin yang didapatkan.

Mendongkrak marjin

Ketika saya menemuinya di Dramaga, Bogor, Eko Prabowo membagikan tipsnya. Terutama bagi pemain kecil agar bisa berkembang di bisnis jamur. Meskipun memiliki bekal pengetahuan yang cukup, lulusan Biologi ini tidak langsung melakukan inovasi dalam produksi. Melainkan berusaha memahami pasar terlebih dahulu.

Eko menyarankan untuk memasarkan hasil produksi secara langsung. Dengan memasukkan ke pasar atau industri pengolahan. Tentunya untuk bisa seperti ini, harus dimulai dengan volume kecil terlebih dahulu.

Ia membeberkan pengalamannya ketika harus menjual jamur miliknya ke pedagang keripik jamur secara langsung. Atau, ke kios-kios sayur yang ada di perumahan. Dengan memotong rantai perdagangan, petani jamur bisa medapatkan marjin Rp. 2000-3000 per kilogramnya.

Dari marjin lebih tersebut, kini Eko bisa menambah jumlah kumbung yang dimilikinya. Saat ini ia sudah memiliki kumbung di daerah Ciapus dan Dramaga, Bogor.

Kemudian, setelah usaha berjalan dengan baik dan volume produksi besar. Mulailah investasi dalam pembuatan baglog. Memang untuk investasi ini tidak murah, dan perlu tenaga terampil. Namun dengan membuat baglog sendiri, petani bisa mendapatkan tambahan marjin sekitar 1000-1500 per kilogram jamur yang dihasilkan.

Nah, dengan penambahan marjin tersebut tentunya usahaya jamur tiram akan kembali menggiurkan!

Bogor organic fair & family farming 2014

Bogor organic fair 2014 & family farming

Belum punya acara di akhir pekan? Bagi warga Bogor dan sekitarnya beruntung, Aliansi Organis Indonesia (AOI) kembali akan menggelar “Bogor Organic Fair & Family Farming ” pada tanggal 14-16 November. Hajatan mengusung tema “Tahun Internasional Pertanian Keluarga”, bertempat di Lapangan Sentul, Kota Bogor.

Menurut keterangan pihak penyelenggara, acara ini diadakan setiap tahun. Kali ini sudah menginjak yang ke-4 kalinya. Tujuannya untuk mempromosikan produk pertanian organik lokal dan sebagai forum interaksi antara produsen dan konsumen pangan organik.

Acara yang digelar selama tiga hari ini tidak hanya diisi dengan pameran. Melainkan juga ada berbagai seminar, diskusi, perlombaan untuk anak, hiburan dan kegiatan edukatif lainnya.

Ada yang unik dalam pameran kali ini, yaitu acara napak tilas makan. Pengunjung akan diajak mengenal asal dan bagaimana makanan berproses hingga siap saji. Mulai dari penanaman hingga pengolahan di dapur kita.

Peserta akan ditunjukkan suatu resep makanan dan disuruh menemukan bahan-bahan tersebut di area pameran. Kemudian diberikan pada chef untuk dimasak. Setelah matang dimakan bersama, asyik bukan?

Sekilas Bogor Organic Fair

Bogor organic fair merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Organik Indonesia (AOI). Organisasi ini bercita-cita untuk mengembangkan pertanian dan pangan organik di Indonsesia.

AOI merupakan anggota dari International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM), sebuah gerakan pertanian organik internasional yang anggotanya tersebar di 117 negara.

Bogor organic fair mulai digagas AOI pada 6-7 November 2010. Saat itu, hajatan digelar di kampus IPB Baranangsiang dan terbuka bagi masyarakat umum. Respon terhadap pameran ini cukup besar. Terbukti lebih dari 2000 pengunjung antusias mendatangi hajatan pertama ini.

Masih ditempat yang sama, pada penyelenggaraan yang ke-2 pada 9-10 Juni 2012, Bogor Organic Fair dikunjungi oleh lebih dari 3000 pengunjung. Di penyelenggaraan yang ketiga tahun 2013, kepesertaan semakin diperluas. Meliputi 44 stan pameran yang terdiri dari petani, pedagang, media massa, UKM, lembaga sertifikasi organik dan konsultan organik.

Saat ini adalah pelaksanaannya yang ke empat. Penyelenggara menargetkan jumlah kunjungan lebih dari 5000 orang. Pelaksanaannya pun pindah ke lapangan Sempur, Kota Bogor, yangn lebih luas.

Dalam situs webnya, AOI berharap Bogor Organic Fair bisa berjejaring dengan Biofach. Sebuah pameran pertanian organik tingkat internasional yang cukup bergengsi.

Batam lirik potensi jeruk nipis

Batam lirik potensi jeruk nipis

Pemerintah kota Batam memilih komoditas jeruk nipis untuk dikembangkan di daerahnya. Hal ini terkait dengan program “Satu desa datu produk” yang digagas Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah untuk mengembangkan potensi ekonomi daerah.

Banyak potensi pertanian yang bisa dikembangkan di Batam, seperti buah naga dan rumput laut. Namun kali ini, pemerintah kota memilih jeruk nipis untuk dikembangkan. “Dalam waktu dekat kami akan kembangkan jeruk nipis di Tiban Kampung,” ujar Pebrialin, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM kota Batam, seperti dikutip Antara.

Pilihan ini tak terlepas dari keunggulan yang dimiliki daerahnya. Masyarakat Tiban Kampung memang sudah sejak lama membudidayakan jeruk nipis. Pengetahuan para petani dalam budidaya jeruk nipis dianggap cukup mumpuni. Namun hingga saat ini tidak ada pengelolaan yang komprehensif terhadap produk yang dihasilkan.

Jeruk nipis hanya dipanen dan dijual dalam bentuk segar. Sehingga ketika panen raya harga komoditas jenderung jeblok, sementara itu di saat tak ada panen harganya melonjak. Atas dasar itu dipandang perlu membangun industri kecil untuk memberikan nilai tambah pada jeruk nipis. Misalnya dengan membuat minuman kemasan atau produk unggulan lainnya.

Hutan tetap lestari, panen madu lebih banyak

Hutan tetap lestari, panen madu lebih banyak

Madu hutan atau madu yang dihasilkan dari lebah liar dianggap memiliki kualitas yang lebih baik. Relatif bebas dari cemaran-cemaran pestisida. Tidak seperti madu hasil ternak, biasanya terdapat di lingkungan pertanian yang tercemar dengan berbagai racun dan obat.

Ketika permintaan semakin tinggi, persoalan pun datang. Madu lebah liar banyak diburu. Timbul masalah lingkungan baru. Dimana proses perburuan akan menekan populasi lebah liar.

Padahal fungsi lebah dalam ekosistem hutan sangatlah penting. Banyak jenis tanaman yang bergantung pada lebah untuk proses penyerbukannya. Dengan berkurangnya populasi lebah, kelestarian tanaman hutan akan terancam.

Upaya melestarikan lebah

Alam dan manusia harusnya bisa hidup bersinergi dan saling menguntungkan. Setidaknya hal tersebut diyakini Eman Sulaeman, Ketua Umum Koperasi Hanjuang, ketika ditemui di Bogor Organic Fair. Dia berpendapat, mengambil madu di hutan tidak harus dengan merusak keseimbangan alam.

Eman bekerja mendampingi masyarakat sekitar hutan di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Dimana berburu madu hutan sudah menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat sejak lama. Para pemburu masuk ke hutan-hutan dan mengambil sarang lebah.

Kebanyakan dari mereka, memanen madu dengan mengambil semua sarangnya. Termasuk larva lebah yang ada dalam sarang tersebut. Hal ini tentunya mengganggu regenerasi lebah liar.

Melihat fenomena itu, Eman bersama rekan-rekannya berinisiatif memberikan pendidikan pada para pemburu madu agar bisa menerapkan panen madu lestari. Prinsipnya, bagaimana agar madu bisa dipanen namun lebah hutan tetap lestari.

Letak permasalahannya ada pada kebiasaan memanen. Bila awalnya masyarakat mengambil sarang secara keseluruhan. Kini, hanya sarang bagian atas yang diambil. Sarang bagian atas merupakan tempat lebah menyimpan madunya. Sedangkan pada bagian bawah, biasanya lebah menyimpan larva (calon lebah).

Memang kelihatannya, si pemanen mendapatkan lebih sedikit hasil buruan. Namun dalam jangka panjang akan didapat madu yang jauh lebih banyak. Secara perbandingan, lebah yang sarangnya diambil semuanya baru bisa membuat sarang siap panen setelah 8-10 bulan. Padahal bila sarang bagian bawah disisakan, hanya membutuhkan waktu 3-5 bulan, sarang sudah bisa dipanen kembali.

Keuntungan lain, si pemanen bisa menandai sarang-sarang lebah yang telah dipanen. Sehingga pada jangka waktu tertentu siap untuk didatangi dan diambil madunya kembali. Bila ingin hasil lebih melimpah, si pemburu harus menjaga kelestarian tanaman-tanaman di sekitar sarang lebah berada.

Jaringan madu hutan

Eman tidak bekerja sendirian. Ia menjalin kerjasama Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI), sebuah organisasi yang fokus pada pengembangan madu hutan. JMHI memiliki jaringan kerja mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sumbawa hingga ke Sulawesi.

JMHI tidak hanya berkutat pada persoalan produksi semata. Organisasi ini juga membantu anggotanya dalam hal pengolahan pasca panen dan pemasaran. Jejaring ini memastikan bahwa produk anggotanya berkualitas tinggi dan diproduksi dengan cara-cara berkelanjutan.

Dibawah bendera Koperasi Hanjuang, Eman memasarkan produk madu hutan masyarakat Ujung Kulon dengan merek Odeng. “Masyarakat menyebut, lebah Apis dorsata dengan sebutan Odeng,” tuturnya menjelaskan asal-usulnya. Apis dorsata dalah nama ilmiah untuk lebah penghasil madu hutan -red.

Eman ingin menegaskan bahwa produk madu masyarakat Ujung Kulon, tidak hanya berkualitas, melainkan juga berwawasan lingkungan. Produksi madu hutan lestari tidak hanya menguntungkan produsennya, tapi juga masyarakat luas.

Konsumen yang bijak harusnya bisa memberikan apresiasi pada produk-produk seperti ini. Di sisi lain juga, masyarakat yang peduli dengan kelestarian hutan bisa mendapatkan insentif lebih.

Sukses Membuka Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit (Maruli Pardamean – Penebar Swadaya)

[ad_1]

Sukses Membuka Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Produknya tidak hanya untuk menyuplai kebutuhan sejumlah industri di dalam negeri, tetapi permintaan pasar ekspor pun sangat tinggi. Bagi investor tentu kondisi ini menjadi peluang bisnis yang menjanjikan. Tak heran jika banyak yang terjun dalam bisnis ini, mulai […]

[ad_2]

Source link

Pembibitan Kelapa Sawit

Pembibitan Kelapa Sawit. Kelapa sawit atau dalam bahasa ilmiah bernama Elaeis guinensis memiliki tahapan untuk melakukan budidaya sehingga akan menghasilkan sesuai dengan harapan 3 tahun kemudian. jika tidak maka kita akan mengalami kerugian selama umur tanaman kelapa sawit tersebut yaitu 25 tahun.

Pada tulisan ini akan diulas secara tuntas bagaimana cara untuk melakukan pembibitan kelapa sawit dengan baik dan benar. sebelum kita melakukan pembibitan maka yang pertama yang  pertama kita ketahui adalah material untuk pembibitan itu  sendiri yaitu yang disebut dengan benih.

Benih adalah biji atau semai yang akan ditanam sehingga akan tumbuh menjadi bibit dan menjadi tanaman yang  besar. Benih kelapa sawit terdiri dari berbagai jenis pada saat ini diantaranya :

1. Benih Marihat

Benih ini diproduksi oleh perusahaan pemerintah yang berkedudukan di daerah di sumatera utara, dari informasi yang di dapat benih yang diproduksi sudah terdiri dari berbagi jenis mulai dari marihat 1, marihat 2 dan seterusnya.

2. Benih Socfindo

diperoduksi oleh socfindo dan sampai saat ini sudah ada beberapa jenis benih yang dihasilkan.

3. Benih Topaz

Diperoduksi oleh perusahaan swasta yang berkedudukan di daerah pekan baru dan juga sudah terdiri atas beberapa jenis.

4. Benih costarica

Menurut informasi produk ini berasal dari negara tetangga malaysia tetapi juga banyak di pasarkan di daerah di negara kita

5. Yangambi

Benih ini juga di produksi dari luar negeri dengan spesifikasi pelepah yang lebih pendek

Tetapi apapun ceritannya yang terpenting adalah benih yang kita akan tanaman adalah benih yang unggul karena jika kita menanam benih yang abal – abal maka kita sendiri yang akan merugi karena selama 25 tahun kita akan mendapatkan hasil yang sangat terbatas alias tidak memuaskan.

Adapun pembibitan yang benar adalah

1. Pemilihan lokasi pembibitan

lokasi pembibitan memiliki persyaratan yang harus dipenuhi yaitu dekat dengan sumber air, areal rata lebih diutamakan, dekat dengan perumahan untuk memudahkan kegiatan utama selama pembibitan

2. Pengisian polibag

setelah lokasi cocok maka selanjutnya yang dibutuhkan adalah pengisian polibag dengan median tanam dalam hal ini adalah tanah. tanah yang dipergunakan adalah top soil dan dihindari menggunaan tanah liat karena akan menggangu pertumbuhan akar tanaman. tanah yang telah diambil dibersihka dari sisa – sisa rumput dan akar kemudian di hancurkan dan di isi ke polibag.polibag yang digunakan adalah babybag.

3. Penanaman

penanaman dilakukan setelah polibag semua terisi dan disusun di lokasi pebibitan. Lobangi tanah di tengah polibag dengan kedalaman 5 cm kemudian masukkan kecambah sawit dengan radikula ke arah bawah ditandai dengan bagian yang berwrna putih. Kemudian  di tutup dengan tanah. setelah itu kemudian dilakukan pembibitan.

Anda sedang membaca artikel berjudul

Pembibitan Kelapa Sawit

dengan url

:///2011/07/pembibitan-kelapa-sawit.html

, Jika suka dengan artikel

Pembibitan Kelapa Sawit

dengan url

:///2011/07/pembibitan-kelapa-sawit.html

silahkan di copy dan jangan lupa menuliskan sumbernya. Anda dapat berlangganan update dari blog ini dengan mengisi email di bawah ini

Jika ingin melihat artikel lainnya anda dapat mengklik link populer dibawah ini atau sitemap diatas.Terima kasih atas kunjungan anda di ://


Baca Juga Yang ini :

kelapa sawit

,

pertanian