Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

“Solut-Ion” Solusi Saat Harga Herbisida Meroket

Trigger and Adjuvant for Herbicide Solut-ionBaru-baru ini kita para petani dipusingkan dengan naiknya harga sarana produksi pertanian utamanya pestisida. Dan dari berbagai jenis pestisida, herbisidalah yang paling ekstream naiknya. Kata orang-orang pintar naiknya saprotan ini disebabkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Karena negeri kita adalah negeri yang gemar impor, makanya melemahnya rupiah sangat berpengaruh pada harga barang-barang di pasaran.

Ironisnya naiknya harga saprotan seringkali tidak berbanding lurus dengan harga hasil produksi pertanian.  Ujung-ujungnya menjadi beban bagi pak tani.  Maka disini petani dituntut untuk lebih kreatif, selektif dan bijak dalam menggunakan pestisida.

Solut-ion sadalah merek dagang dari adjuvant herbisida yang diproduksi oleh Pandawa Putra Indonesia. Sebagai adjuvant produk ini digunakan sebagai bahan pencampur herbisida yang berfungsi sebagai penguat herbisida, atau bahasa gampangnya boosternya herbisida. Menurut pengalaman kami sebagai pemakai, Solut-ion dapat meningkatkan khasiat herbisida hingga 200%.

Solut-ion Campuran ampuh untuk HerbisidaCara pemakaian solut-ion adalah dengan mencampurkan Solut-ion dengan herbisida ( terutama yang berbahan aktif Glifosat atau Paraquat) dengan perbandingan 1 : 1. Kemudian aplikasikan campuran herbisida dan solut-ion tersebut dengan dosis dan konsentrasi seperti biasanya anda gunakan ( silakan baca pada label pada kemasan herbisida yang anda pakai ).

Apa keuntungan kita memakai solut-ion?

Kualitas pengendalian gulma menjadi lebih efektif walaupun dosis herbisida dikurangi. Memang proses matinya gulma memerlukan waktu sedikit lebih lama akan tetapi matinya gulma akan lebih tuntas.
Mengurangi biaya karena harga solut-ion relatif lebih murah dari harga herbisida. Sebagai contoh ketika kita memerlukan 2 liter herbisida, maka kita cukup membeli 1l herbisida+1l solut-ion kemudian kita campurkan maka hasilnya sama seperti kita punya 2l herbisida. Padahal kalau kita beli 2l herbisida katakanlah harganya 50 ribu/l  x 2 = 100 ribu. Kalau kita pakai solut-ion yang harganya kurang lebih 30 ribu/l + 1 liter herbisida 50 ribu jumlahnya 80 ribu. Berarti hemat 20 ribu! Itu baru 2 liter, kalau jumlahnya banyak liter tinggal dikalikan saja.
Karena Jumlah herbisida yang dipakai lebih sedikit maka diharapkan dampak dari herbisida bagi kesehatan dan lingkungan juga lebih kecil.
Dapat dicampur dengan segala macam herbisida walaupun lebih dianjurkan kepada herbisida pra tanam. Dan campuran solut-ion+herbisida tidak rusak walaupun disimpan lama sebelum diaplikasikan.

Contoh bukti aplikasi Solut-ion pada lahan yang sempat kami Foto :

Gambar berikut aplikasi solut-ion + Herbisida Ipa glifosat yang termurah dipasaran dengan perbandingan 1 : 1, konsentrasi larutan 10 ml/l. Foto diambil seminggu setelah aplikasi.

Herbisida menjadi ampuh sebagai pembunuh rumput dan gulma berkat Solut-ion

Campuran herbisida ampuh mematikan gulma 2

Berikut ini gambar gulma yang telah kami semprot dengan Solut-ion + herbisida paraquat perbandingan 1 : 1 dengan konsentrasi 7,5ml/l. Gambar diambil 3 hari setelah aplikasi.

Rumput lalang atau gulma mati hingga akar setelah herbisida dicampur solut ion

Rumput lalang atau gulma mati hingga akar setelah herbisida dicampur solut-ion

Menurut saya Solut-ion adalah produk yang tak bisa dianggap remeh. Kami telah memakai produk ini lebih dari 200 liter selama kurang lebih 1 tahun dan belum pernah mengalami masalah. Bahkan baru-baru ini kami mendengar bahwa Solut-ion membawa Pandawa Putra Indonesia menjadi juara dalam Mandiri Young Technopreneur 2013 di kategori teknologi-non IT yang diadakan Bank Mandiri di Jakarta (berita tentang itu bisa dibaca disini atau disini). Tentu hal ini semakin membuat kami merasa mantab untuk merekomendasikan produk ini kepada kawan-kawan petani yang lain. Namun bagi pengguna pertama kali saya sarankan untuk mengadakan perbandingan, sebagian menggunakan herbisida saja, sebagian menggunakan herbisida + adjuvant, kemudian anda bandingkan hasilnya. Supaya kalau ada hal-hal yang tidak diharapkan anda tidak langsung memvonis jelek pada produk ini. Harapan kami semoga Pandawa Putra Indonesia tetap konsisten memproduksi Solut-ion sendiri, tidak kemudian menjual produk ini ke perusahaan internasional agar manfaatnya lebih dapat dirasakan bagi petani.

Melengkapi tulisan ini saya sampaikan beberapa Tips agar aplikasi herbisida jadi efektif:

Sebelum menyemprot amati dulu macam-macam gulma yang ada di lahan kita untuk memilih herbisida dengan tepat. Contohnya rumput alang-alang herbisida yang paling tepat adalah jenis Glifosat karena akan mati sampai ke akarnya, atau untuk tumbuhan merambat seperti kangkung lebih tepat pakai 2,4 D. Atau untuk rumput yang baru tumbuh cukup pakai Paraquat.
Gunakan dosis dan konsentrasi yang tepat. Dosis adalah kebutuhan pestisida per hektar ditunjukkan dalam liter/hektar, sedangkan konsentrasi adalah kepekatan pestisida dalam larutan semprot ditunjukkan dalam satuan ml/l atau gr/l.
Gunakan air yang jernih tidak mengandung pertikel tanah. Berdasarkan pengalaman kami air yang mengandung partikel tanah selain menyumbat nozel juga dapat mengurangi efektifitas herbisida khususnya herbisida glifosat.
Jangan mencampurkan herbisida kontak dengan sistemik karena herbisida sistemiknya akan terbuang percuma. Gulma keburu mati oleh herbisida kontak sebelum herbisida sistemik masuk dalam jaringan tumbuhan.
Waktu aplikasi herbisida yang paling tepat adalah ketika gulma telah tumbuh subur sebelum berbuah agar ketika gulma mati tidak meninggalkan biji yang siap tumbuh lagi, selain itu tumbuhan muda keseluruhan daunnya adalah daun aktif yang langsung menyerap larutan herbisida yang kita semprotkan. penyemprotan dilakukan pagi atau sore hari, jangan menyemprot ketika matahari sedang terik-teriknya atau ketika angin bertiup kencang, juga ketika hendak turun hujan.
Gunakan alat semprot yang baik, nozel dengan butiran semprot yang halus tapi masih berbentuk butiran air tidak berbentuk kabut. Penyemprotan dilakukan merata ke setiap bagian rumput sampai kelihatan benar-benar basah.
Kalau lahan yang kita semprot adalah lahan yang tergenang air, sebaiknya dikeringkan dahulu sebelum penyemprotan.

Sumber : http://kaboelcabe.wordpress.com

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :

Aneka Macam dan Contoh Nama Pestisida

Pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam dengan berdasarkan fungsi dan asal katanya,.  Penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut:

Akarisida, berasal dari kata akari yang berasal dari bahasa Yunani berarti tungau atau kutu.  Akarisida juga sering disebut sebagai mitesida.  Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.
Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahasa latinnya berarti ganggang laut.  Berfungsi untuk melawan alge.
Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung. Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi burung.
Bakterisida, berasal dari bahasa latin bacterium atau kata yunani bacron. Berfungsi melawan bakteri.
Fungisida, berasal dari bahasa latin Fungus atau kata yuna sponges yang berarti jamur.  Berfungsi untuk memberantas jamur atau candawan.
Herbisida, berasal dari bahasa latin herba yang berarti tanaman setahun.  Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan pengganggu)
Insektisida, berasal dari kata latin Insectum yang berarti potongan, keratin atau segmen tubuh.  Berfungsi untuk membunuh serangga.
Larvisida, berasal dari kata Yunani Lar.  Berfungsi untuk membunuh ulat  atau larva.
Molluksisida, berasal dari kata Yunani Molluscus yang berarti berselubung tipis lembek.  Berfungsi untuk membunuh siput
    Nematisida, berasal dari kata Latin nematode atau  bahasa Yunani berarti benang.  Berfungsi untuk membunuh nematode (semacam cacing yang hidup di akar).
Ovisida,  berasal dari kata Latin Ovum yang berarti telur.  Berfungsi untuk membunuh telur.
Pedukusida, berasal dari kata latin pedis yang berarti kutu, tuma.  Berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
Piscisida, berasal dari kata Yunani pescis yang berarti ikan.  Berfungsi untuk membunuh ikan.
Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat.  Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat seperti tikus.
Predisida, berasal dari kata Yunani preda yang berarti pemangsa.  Berfungsi untuk membunuh pemangsa (predator).
Silvisida, berasal dari kata Latin silva yang berarti hutan.  Berfungsi untuk membunuh pohon.

Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida :

Atraktan, zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik.  Sehingga dapat digunakanuntuk penarik serangga  dan menangkapnya dengan perangkap.
Kemosterilan, zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga atau hewan bertulang belakang.
Defoliant,  zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan panen, digunakan pada tanaman kapas dan kedelai.
Desiccant, zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya.
Disinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan mikroorganisme.
Zat pengatur tumbuh, Zat yang dapat memperlambat, mempercepat dan menghentikan pertumbuhan tanaman.
Repellent, zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga ata hama lainnya.  Contoh kamper untuk menolak kutu, minyak sereb untuk menolak nyamuk.
Sterilan tanah, zat yang berfungsi mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma.
Pengawet kayu, biasanya digunakan pentaclilorophenol (PCP).
Stiker, zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin  dan hujan.
Surfaktan dan agen penyebar, zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun
Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas.
Stimulant tanaman, zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan terjadinya buah.

 DIREKTUR JENDERAL SARANA DAN PRASARANA PERTANIAN

Diambil dari : Koran Sinar Tani

Sumber : http://pupukpestisida.com/mengenal-beragam-pestisida-dan-bahan-aktifnya.html

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :

Dampak Negatif dari Penggunaan Pestisida Kimia

Petani selama ini tergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain yang harganya mahal, pestisida kimia juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain adalah:

Hama menjadi kebal (resisten)
Peledakan hama baru (resurjensi)
Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen
Terbunuhnya musuh alami
Pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia
Kecelakaan bagi pengguna

Kira-kira sudah berapa lama petani menggunakan pestisida kimia ini? Jadi bisa dibayangkan sendiri akibatnya bagi tanah pertanian di Indonesia.

Sumber : http://lestarimandiri.org/id/pestisida-organik.html

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :

Cara Membuat Pestisida Organik

Cara membuat Pestisida OrganikPestisida organik merupakan ramuan obat-obatan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang dibuat dari bahan-bahan alami. Bahan-bahan untuk membuat pestisida organik diambil dari tumbuhan-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Karena dibuat dari bahan-bahan yang terdapat di alam bebas, pestisida jenis ini lebih ramah lingkungan dan lebih aman bagi kesehatan manusia.
Bila dibandingkan dengan pestisida kimia, pestisida organik mempunyai beberapa kelebihan. Pertama, lebih ramah terhadap alam, karena sifat material organik mudah terurai menjadi bentuk lain. Sehingga dampak racunnya tidak menetap dalam waktu yang lama di alam bebas. Kedua, residu pestisida organik tidak bertahan lama pada tanaman, sehingga tanaman yang disemprot lebih aman untuk dikonsumsi. Ketiga, dilihat dari sisi ekonomi penggunaan pestisida organik memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Produk pangan non-pestisida harganya lebih baik dibanding produk konvensional. Selain itu, pembuatan pestisida organik bisa dilakukan sendiri oleh petani sehingga menghemat pengeluaran biaya produksi. Keempat, penggunaan pestisida organik yang diintegrasikan dengan konsep pengendalian hama terpadu tidak akan menyebabkan resistensi pada hama.

Namun ada beberapa kelemahan dari pestisida organik, antara lain kurang praktis. Pestisida organik tidak bisa disimpan dalam jangka lama. Setelah dibuat harus segera diaplikasikan sehingga kita harus membuatnya setiapkali akan melakukan penyemprotan. Selain itu, bahan-bahan pestisida organik lumayan sulit didapatkan dalam jumlah dan kontinuitas yang cukup. Dari sisi efektifitas, hasil penyemprotan pestisida organik tidak secepat pestisida kimia sintetis. Perlu waktu dan frekuensi penyemprotan yang lebih sering untuk membuatnya efektif. Selain itu, pestisida organik relatif tidak tahan terhadap sinar matahari dan hujan. Namun seiring perkembangan teknologi pertanian organik akan banyak inovasi-inovasi yang ditemukan dalam menanggulangi hambatan itu.

Bahan baku pestisida organik

Bagian tumbuhan yang diambil untuk bahan pestisida organik biasanya mengandung zat aktif dari kelompok metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenolik dan zat-zat kimia lainnya. Bahan aktif ini bisa mempengaruhi hama dengan berbagai cara seperti penghalau (repellent), penghambat makan (anti feedant), penghambat pertumbuhan (growth regulator), penarik (attractant) dan sebagai racun mematikan. Sedangkan, pestisida organik yang terbuat dari bagian hewan biasanya berasal dari urin. Beberapa mikroorganisme juga diketahui bisa mengendalikan hama yang bisa dipakai untuk membuat pestisida. Berikut ini beberapa bahan yang sering digunakan untuk membuat pestisida organik :

Jenis Tanaman
Bagian yang digunakan
Hama/Penyakit yang dikendalikan
Adas
Biji
Kutu (beras, sereal, palawija)
Alang-alang
Rimpang
Antraknosa pada buncis
Babandotan
Seluruh tanaman
Nematode pada kentang
Bawang-bawangan
Umbi
Busuk batang pada panili
Bengkoang
Biji
Ulat pada kubis
Brotowali
batang
Lalat buahKutu aphids pada cabe
Cabe
buah
Hama tikus pada tanaman hias
Cengkeh
bunga
Phytopthora pada lada
Daun wangi
Daun
Lalat buah, bactrocera dorsalis
Gadung
Umbi
Tikus/rodentisida
Jahe
Rimpang
Ulat Plutella xylostella pada kubis
Jambu mete
Kulit
Ulat jambu mete
Jambu biji
Daun
Antraknosa
Jarak
Buah dan daun
Namatoda pada nilam dan jahe, Lalat penggerek daun pada tanaman terung-terungan
Jengkol
Buah
Walangsangit pada cabe
Jeruk nipis
Daun
Busuk hitam pada anggrek
Kacang babi
Biji
Ulat pucuk
Kayu manis
Daun
Pestisida organic
Kemangi
Daun
Busuk hitam pada anggrek
Kencur
Rimpang
Phytoptora pada lada
Acubung
Bunga
Kutu, ulat tanah
Kenikir
Bunga
Walangsangit
Kunyit
Rimpang
Phytoptora pada lada
Lada
Biji, daun
Hama gudang, Antraknosa pada cabe
Lengkuas
Rimpang
AntraknosaSemut pada lada
Mimba
DaunBiji
Antraknosa pada buncis dan cabe, Phytoptora pada tembakau, Belatung, Pengisap polong pada kedelai, Hama pengetam pada kelapa
Mindi
Daun
Ulat penggerek
Mahoni
Biji
Kutu daun pada krisanUlat tanah, Walangsangit, wereng coklat
Pacar cina
Daun
Spodoptera litura pada kedelai dan kubis
Pahitan/kipahit
Daun
Serangga Tribolium castaneum
Patah tulang
Daun
Molusca
Pandan
Daun
Walangsangit
Piretrum
Bunga
Hama gudang
Saga
Biji
Hama gudang sitophilus sp
Selasih
Daun
Lalat buah ( dacus correctus)
Sembung
Daun
Keong emas
Sereh
Batang, daun
Herbisida organic
Sirih
DaunAbu
Antraknosa pada cabeTMV pada tembakau, Hama gudang
Srikaya
Biji
Thrips pada sedap malam, Kutu daun pada kedelai, kacang panjang, jagung, kapas, tembakau
Sirsak
Biji, daun
Wereng coklat pada padi
Tembakau
Daun, batang
Ulat grayak pada famili terung-terungan (tomat, cabe, paprika, terung), Walangsangit
Tembelekan
Biji
Ulat grayak Spodoptera litura pada kedelai, Penggerek polong
Tuba
akar
Keong mas, Hama gudang

Macam pestisida organik dan cara membuatnya

Ada berbagai cara atau resep untuk membuat pestisida organik. Hingga saat ini tidak ada standardisasi pembuatan pestisida organik. Resep-resep pestisida organik biasanya didapatkan dari pengalaman para petani, kearifan lokal masyarakat, hasil percobaan para praktisi dan berdasarkan penelitian ilmiah. Berikut ini beberapa cara membuat pestisida organik yang sering digunakan para petani untuk mengendalikan hama dan penyakit.

a. Pengendali serangga penghisap (kepik dan kutu-kutuan)

Siapkan bahan-bahan berikut, daun surian 1 kg, daun tembakau 1kg, daun lagundi 1 kg, daun titonia 1 kg, air kelapa sebanyak 2 liter, gambir 0,5 ons, garam dapur 1 ons dan air panas 500 ml. Kemudian siapkan penumbuk dari batu. Tumbuk daun tembakau, daun surian daun lagundi dan daun titania, aduk hingga rata. Apabila sudah lembut, rendam dalam air kelapa dan aduk-aduk. Kemudian ekstrak campuran tersebut dengan cara diperas dengan kain. Saring kembali hasil perasan dan tambahkan garam lalu kocek larutan. Siapkan cairan gambir dengan cara melarutkan setengah ons gambir dalam 500 ml air panas, lalu saring dengan kain halus. Langkah terakhir campurkan larutan daun-daunan dan larutan gambir. Masukkan dalam botol atau jerigen plastik. Ramuan pestisida organik siap untuk digunakan.

Cara menggunakan pestisida organik ini adalah dengan mengencerkan 500 ml larutan dalam 10 liter air bersih. Aduk hingga rata dan masukkan dalam tangki penyemprot. Lakukan penyemprotan pada pucuk tanaman terlebih dahulu kemudian permukaan atas dan bawah daun. Frekuensi penyemprotan dianjurkan dua kali seminggu hingga populasi larva atau kutu berkurang dan tidak membahayakan lagi.

b. Pengendali ulat pemakan daun

Siapkan bahan-bahan yang diperlukan antara lain, air kelapa 2 liter, ragi tape 1 butir, bawang putih 4 ons, deterjen 0,5 ons dan kapur tohor 4 ons. Langkah pertama adalah tumbuk bawang putih hingga halus. Kemudian larutkan deterjen kedalam air kelapa dan aduk hingga merata. Setelah itu, masukan hasil tumbukan bawang putih, ragi tape dan kapur tohor. Saring campuran tersebut dengan kain halus. Langkah terakhir, fermentasikan cairan selama 20 hari dalam wadah tertutup. Pestisida organik pengusir ulat daun siap digunakan.

Cara penggunaan, encerkan larutan pestisida organik sebanyak 500 ml dengan 10 liter air bersih. Aduk hingga rata dan masukkan dalam tangki penyemprot. Frekuensi penggunaan sebanyak 2 kali seminggu, lakukan terus sampai serangan ulat menurun sampai taraf aman.

c. Pengendali penyakit cendawan atau jamur

Siapkan bahan-bahan berikut, daun dakinggang gajah 5 ons, lengkuas 3 ons, jahe 3 ons, bawang putih 3 ons dan ekstrak titonia 3 liter. Tumbuk daun galinggang gajah, kemudian parut jahe dan lengkuas. Siapkan larutan daun titonia dengan cara menumbuk daun titonia hingga halus dan campurkan dengan 3 liter air, kemudian saring dengan kain halus. Setelah itu, masukkan bahan-bahan yang telah ditumbuk dan diparut ke dalam larutan titonia, aduk hingga merata. Saring dan peras campuran tersebut. Pestisida organik pengendali cendawan atau jamur siap digunakan.

Penggunaan, encerkan 500 ml pestisida organik ini dengan 10 liter air, aduk hingga rata dan masukkan kedalam tangki semprotan. Penyemprotan dilakuan pada seluruh bagian tanaman seperti pucuk, daun dan batang. Frekuensi penggunaan yang dianjurkan 2 kali dalam seminggu hingga serangan melemah.
d. Pengendali penyakit yang disebabkan bakteri

Siapkan bahan-bahan berikut, daun sirih satu ikat, kunyit 2 ons, bawang putih 3 ons dan ekstrak daun titonia 3 liter. Tumbuk bahan-bahan tersebut satu per satu atau secara bersamaan. Rendam dalam ekstrak daun titonia selama beberapa menit, kemudian saring dengan kain halus. Pestisida pengusir bakteri siap digunakan. Cara penggunaannya dengan mengencerkan 500 ml larutan dalam 10 liter air. Frekuensi penggunaan 2 kali dalam seminggu.

e. Pengendali serangga penghisap, kepik dan kutu-kutuan dari daun inggu

Siapkan daun inggu 1,5 kg, bunga tahi ayam 1,5 kg, gambir 0,5 ons, air kelapa 3 liter dan air bersih panas 500 ml. Daun inggu dan bunga tahi ayam ditumbuk hingga halus dan rendam dalam air kelapa. Peras dan saring campuran tersebut. Lalu siapkan larutan gambir dengan air panas yang sudah disaring. Camprkan dual larutan tersebut, pestisida organik daun inggu siap digunakan.

Cara penggunaan, 1 liter pestisida organik diencerkan dengan 10 liter air bersih. Aduk hingga rata dan masukkan dalam tangki penyemprot. Semprot seluruh bagian tanaman, frekuensi penyemprotan seminggu dua kali.

f. Pengendali antraknosa pada tanaman cabe

Siapkan daun galinggang gajah 2,5 ons; daun tembakau 2,5 ons; daun thitonia 2,5 ons; daun lagundi 2,5 ons; garam 1 ons dan gambir 3 buah. Tumbuk halus daun galinggang, tembakau,thitonia dan daun lagun. Kemudian masukan kedalam ember yang berisi 1 liter air bersih, lalu tambahkan garam dan biarkan selama satu malam. Setelah itu saring larutan tersebut dan peras airnya sampai kering. Cairkan tiga buah gambir dengan satu gelas air panas dan campurkan kedalam larutan, aduk hingga merata. Pestisida organik untuk mengendalikan antraknosa yang biasa menyerang tanaman cabe siap digunakan.

Cara menggunakannya, masukkan larutan di atas ke dalam tangki semprot 15 liter. Penuhkan dengan air bersih dan aduk-aduk. Penggunaan pestisida organik ini sebiknya dilakukan sejak tanaman cabe mulai berbuah, semprotkan seminggu sekali. Kemudian amati tanaman, apabila ada buah cabe yang terserang antraknosa segera dipetik dan dibuang keluar lahan. Hendaknya penyemprotan dilakukan pagi atau sore hari. Air semprotan harus berbentuk kabut biar merata dan teknik penyemprotan dilakukan dari bawah ke atas. Pada musim hujan kita bisa menambahkan garam sebanyak 2,5 ons lagi pada larutan.

Berdasarkan pengalaman, pestisida organik ini bisa mengendalikan serangan antraknosa sampai 80 %. Ramuan tidak tahan lama dan masih bisa dipakai selagi aromanya masih khas. Apabila aromanya sudah berubah maka kemampuannya pun sudah menurun. Sebaiknya dibuat setiap kali kita akan memakai.

Sumber : http://www.alamtani.com/pestisida-organik.html

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :

Mengatasi Resistensi / Kekebalan Hama Terhadap Pestisida

BBP2TP Ambon, Teknologi yang sampai saat ini sering dipakai untuk pengendalian hama adalah pemakaian pestisida. Penggunaan pestisida semakin meningkat dan mendominasi cara pengendalian terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT). Pestisida merupakan salah satu alat yang mempunyai pengaruh kuratif dan bekerja cepat, sehingga dapat digunakan dalam keadaan darurat dalam mengatasi masalah organisme pengganggu, yaitu ketika populasi telah mencapai ambang kendali. Selebihnya dalam penggunaan dilapang dapat dilakukan sendiri oleh petani tanpa harus membutuhkan penanganan tenaga ahli. Dampak yang nyata dibidang pertanian, bahwa penggunaan pestisida memberikan tingkat pengendalian yang tinggi dan memberikan kualitas hasil bebas dari kerusakan akibat serangan organisme pengganggu. Untuk itu penggunaannya harus dilakukan dengan bijaksana, karena penggunaan yang berlebihan dan terus menerus akan menimbulkan pengaruh yang merugikan.

Penggunaan pestisida harus bijaksana sesuai dengan prinsip 5 tepat, yaitu :

Tepat Sasaran, menentukan OPT yang akan dikendalikan, kemudian disesuaikan dengan jenis pestisida yang akan digunakan, dengan cara membaca label pada pestisida tersebut.
Tepat Jenis, menentukan jenis pestisida yang akan digunakan seperti insektisida untuk serangga, herbisida untuk gulma, dan lainnya.
Tepat Waktu, menentukan waktu pengendalian yang paling tepat, seperti :
a.  Stadium rentan dari serangga hama yang menyerang tanaman, misalnya stadia larva instar I, II, dan III.
b.  Kepadatan populasi yang paling tepat untuk dikendalikan, berdasarkan Ambang Kendali atau Ambang Ekonomi.
c.   Kondisi lingkungan, misalnya tidak mengaplikasikan pestisida pada waktu hujan, kecepatan angin tinggi, dan cuaca panas terik.
Tepat Dosis/Konsentrasi, penggunaan konsentrasi/dosis sesuai dengan dianjurkan pada label pestisida.
Tepat Cara, aplikasi pestisida dengan cara yang sesuai dengan formulasi pestisida dan anjuran yang ditetapkan.

 Pengaruh penggunaan pestisida

Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama yang tidak berdasarkan pada pandangan ekologis dapat menimbulkan pengaruh sampingan atau dampak negatif yang tidak diinginkan. Dampak tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap hama sasaran, tetapi juga berpengaruh terhadap ekosistem setempat. Dampak negatif tersebut adalah (1) timbulnya resistensi hama, (2) peledakan hama kedua, (3) pengaruh negatif terhadap organisme bukan sasaran (musuh alami, pollinator, burung, dan ikan), (4) residu dalam makanan, (5) pengaruh langsung terhadap pengguna, dan (6) polusi pada air tanah.

Resistensi terhadap pestisida

Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida seperti insektisida ialah timbulnya resistensi pada serangga hama. Resistensi serangga terhadap insektisida dapat didefinisikan sebagai berkembangnya kemampuan strain serangga untuk mentolerir dosis racun yang dapat mematikan sebagian besar individu-individu di dalam populasi yang normal pada spesies yang sama. Resistensi menyebabkan suatu serangga hama menjadi tahan terhadap insektisida. Keadaan ini biasanya timbul sebagai akibat penggunaan satu jenis insektisida secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama.

Dampak resistensi pestisida

Resistensi insektisida tidak hanya terjadi pada serangga hama pada pertanian, tetapi juga terjadi pada serangga rumah tangga seperti nyamuk dan lalat. Resistensi serangga hama terhadap insektisida organik diketahui pada tahun 1910an, dan meningkat setelah ditemukan insektisida organik sintetik seperti DDT yang ditemukan dan digunakan pada tahun 1945. Pada tahun 1948 dilaporkan terjadi resistensi DDT pada nyamuk dan lalat. Pada tahun 1986 dilaporkan 447 jenis serangga yang resisten terhadap hampir semua kelompok insektisida (organokhlor, oganofosfat, karbamat, piretroid sintetik, fumigan) termasuk kelompok insektisida hayati seperti Bt (Georghiou,1986). Tindakan yang dilakukan petani terhadap pestisida yang kehilangan efektivitasnya adalah dengan meningkatkan dosis/konsentrasi dan frekuensi aplikasi. Bila masih tidak berhasil, maka akan menggunakan jenis pestisida yang lebih baru, lebih mahal dengan harapan lebih efektif dalam mengendalikan hama tersebut. Hal inilah salah satu penyebab terjadinya resistensi hama pada jenis pestisida yang baru, karena hama mempunyai kemampuan mempertahankan dan mewariskan sifat resistensi pada keturunannya.

Mekanisme resistensi

Menurunnya efektivitas pestisida dalam mengendalikan hama merupakan indikasi terjadinya resistensi. Resistensi merupakan semakin meningkatnya populasi suatu hama karena proses seleksi yang berlangsung selama banyak generasi dan mempunyai kemampuan untuk tetap hidup meskipun terpapar satu atau lebih senyawa pestisida. Resistensi terhadap pestisida terjadi melalui proses seleksi alami yang dipercepat, sehingga menimbulkan populasi baru yang mempunyai gen-gen resisten (Untung, 1993). Percepatan ini akibat frekuensi penggunaan pestisida yang sangat intensif, sehingga membunuh individu yang peka dalam populasi, sedangkan individu yang resisten akan bertahan hidup, dan berkembangbiak. Kejadian ini akan berulang dari generasi ke generasi, sehingga populasi didominasi oleh individu resisten.

Meningkatnya dosis/konsentrasi dan aplikasi pestisida, karena menganggap aplikasi yang diberikan belum dapat mengendalikan hama mengakibatkan semakin menghilangnya hama yang peka. Tindakan ini meningkatkan populasi individu yang tahan dan akhirnya populasi tersebut akan didominansi oleh individu yang resisten. Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi meliputi faktor genetik, biologi dan operasional. Faktor genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah dan dominansi gen resisten. Faktor biologi-ekologi meliputi perilaku hama, jumlah generasi per tahun, keperidian, mobilitas dan migrasi. Faktor operasional meliputi jenis dan sifat pestisida yang digunakan, jenis pestisida yang digunakan sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi dan stadium sasaran, dosis, frekuensi dan cara aplikasi, bentuk formulasi, dan yang lain. Faktor genetik dan biologi-ekologi merupakan sifat asli hama sehingga lebih sulit dikelola dibandingkan faktor operasional. Ketahanan hama terhadap suatu jenis atau beberapa jenis pestisida disebabkan oleh lebih dari satu penyebab dan mekanisme ketahanan. Ada beberapa jenis hama yang cepat membentuk populasi yang resisten tetapi ada yang lambat, ada juga jenis-jenis pestisida yang cepat menimbulkan reaksi ketahanan pada hama tertentu.

Fenemore (1984) mengemukakan bahwa resistensi dapat terjadi melalui mekanisme : (1) detoxication, (2) insensitive target, (3) slower rate to penetration, (4) storage, dan (5) avoidance. Oppenorth dan Welling (1974) mengelompokkan sebagai : (1) altered site of action, (2) increased detoxication, dan (3) reduced penetration. Secara garis besar pengelompokkan tersebut pada dasarnya sama, yaitu dapat dimasukkan ke dalam resistensi fisiologi (detoxication/increased detoxication, insensitive target/altered site of action, slower rate to penetration/reduced penetration, dan storage) dan resistensi perilaku (avoidance). Perubahan pada target (Altered site of action), dapat berupa perubahan sifat enzim yang menjadi sasaran cara kerja pestisida. Peningkatan detoksikasi (increased detoxication), melibatkan kemampuan hama untuk memodifikasi (mendetoksikasi) pestisida secara cepat, sehingga bahan tersebut kehilangan daya racunnya. Penurunan penetrasi (reduced penetration), merupakan mekanisme resistensi yang mungkin terjadi pada sejumlah spesies terhadap beberapa jenis pestisida. Semua pestisida akan mempenetrasi hama sebelum terjadi peracunan. Kemampuan penetrasi racun yang lamban, menyebabkan hama mampu atau berkesempatan untuk mendetoksikasi pestisida secara cepat sehingga mencegah terjadinya keracunan.

Upaya mengatasi resistensi

Upaya untuk menanggulangi dan menghambat berkembangnya strain resisten, hendaknya berdasar pada pemikiran mengurangi penggunaan pestisida. Upaya yang dapat dilakukan yaitu penggunaan pestisida secara rasional, pengembangan dan mengoptimalkan penggunaan produk baru, serta mengurangi ketergantungan pada pestisida.

Penggunaan secara rasional. Hal ini menyangkut pola pergantian penggunaan jenis pestisida yang berhubungan dengan daya racun, cara kerja, selektivitas, dan stabilitas racun. Untuk menentukan pergantian perlu mempelajari ekologi hama sasaran dan musuh alaminya, yang dilakukan dengan cara monitoring terhadap perkembangan tingkat resistensi untuk menentukan metode dan jenis pestisida yang akan digunakan selanjutnya.

Pengembangan dan optimalisasi penggunaan produk baru. Mengembangkan bahan aktif pestisida dengan memperhatikan perkembangan mekanisme resistensi hama. Untuk itu, perlu menjaga keefektifan produk tersebut dengan menggunakannya secara bijaksana. Untuk memperlambat timbul dan berkembangnya populasi resisten menurut Georghiou (1983) dapat dilakukan dengan 3 strategi yaitu dengan 1) sikap sedang (moderation), yaitu pengelolaan yang bertujuan mengurangi tekanan seleksi terhadap hama antara lain dengan pengurangan dosis/konsentrasi, dan frekuensi penyemprotan yang lebih jarang; 2) penjenuhan (saturation), yaitu pengelolaan yang bertujuan memanipulasi atau mempengaruhi sifat pertahanan hama terhadap pestisida baik yang bersifat biokimiawi maupun genetik; dan 3) serangan ganda (multiple attack), yaitu pengelolaan yang dilakukan dengan cara mengadakan rotasi atau pergiliran kelompok dan jenis pestisida yang mempunyai cara kerja yang berbeda.

Pengurangan ketergantungan terhadap pestisida. Hal ini dilakukan dengan penggunaan pestisida berdasarkan ambang kendali, penggunaan semiochemical seperti feromon, pemanfaatan musuh alami, dan pengendalian secara kultur teknis. Pengelolaan resistensi pestisida merupakan kombinasi teknik pengendalian dengan pestisida dan pengendalian tanpa pestisida sedemikian rupa sehingga frekuensi individu resisten dalam populasi hama tetap pada tingkatan yang dapat dikelola. Hendaknya penggunaan pestisida dilakukan secara bijaksana berdasarkan monitoring rutin, sehingga dihasilkan data populasi hama dan musuh alaminya. Semakin sedikit intensitas pemakaian petisida, diharapkan dapat memperlambat timbulnya resistensi. Ketidakpedulian dan kurang perhatian semua pihak terhadap masalah resistensi dapat mengakibatkan terjadinya eksplosi hama yang berujung pada kegagalan panen atau residu pestisida pada produk pertanian yang mengganggu kesehatan konsumen. Untuk itu pengelolaan resistensi perlu dilakukan sejak dini. Apabila pengendalian hama dengan pestisida tidak berhasil karena adanya populasi resisten, dapat diasumsikan bahwa tingkat resistensi sudah tinggi.

Referensi

Fenemore, peter, G. 1984. Plant Pests And Their Control. Butterworths & Co (Publisher) Ltd.

Gheorghiou, G.P. 1983. Management of resistance in Arthropods, In Pest Resistance to Pesticide. (Ed. By Gheorghiou G.P. and Saito T.). Plenum Press. New York and London.

Georghiou, G.P. 1986. The Magnitude Of Resistance Problem. In Pesticide Resistance Strategies And Tactics For Management. National Academy Press. Washington D. C.

http://cdsindonesia.wordpress.com/2008/04/08/manajemen-resistensi-pestisida-sebagai-penerapan-pengelolaan-hama-terpadu/ diakses tanggal 15 Januari 2013.

Oppenorth, F.J. and W. Welling. 1976. Biochemistry And Physiology Of Resistance, In C.F. Wilkinson (ed), Insecticide Biochemistry And Physiology. Plenum Press. New York.

Untung, K. 1993. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Andi Offset. Yogyakarta.

oleh : M. P. Setyolaksono

Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :

Ramuan Insektisida Organik Serba Guna

Bahan :

Air cucian beras (leri0 sebanyak 1 liter.
Alkohol 10 sendok makan atau dapat diganti dengan 2 butir ragi.
Cuka 10 sendok makan.
Gula pasir 1kg
Perasan umbi gadung 10 sendok makan.
Bakteri 10 sendok makan.
Daun klekeh, daun sirih, daun kecubung, daun mahoni, daun sirsak masing-masing satu genggam dan ditumbuk halus.

Pembuatan :

Seluruh bahan dicampur dan diaduk menjadi satu dan didiamkan selama 3 hari
Bahan siap digunakan dengan cara mencampurkan air sebanyak 10-15 liter untuk 1 gelas
Sebelum digunakan tambahkan larutan air tumbukan bawang putih atau cabai.

Kegunaan
Dapat mengendalikan berbagai hama

Sumber :
http://lestarimandiri.org/id/pestisida-organik/pembuatan-pestisida-organik/261-ramuan-insektisida-organik-serba-guna.html

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :

Ramuan Organik Pemberantas Keriting Pada Cabai

Bahan :
1. Abu dapur 2 kg
2. Tembakau ¼ kg
3. Bubuk belerang 3 ons

Cara Pembuatan :
1. Semua bahan dilarutkan kedalam air selama 3 – 5 hari
2. Bahan siap digunakan dengan mencampurkan air 10 liter untuk 1 gelas

Sumber : http://lestarimandiri.org/id/pestisida-organik/pembuatan-pestisida-organik/257-ramuan-pemberantas-keriting-pada-cabai.html

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :

Fungisida organik untuk Memberantas Jamur

Bahan :

Lengkuas/laos 1 kg
Kunyit/kunir 1kg
Jahe 1 kg

Cara Pembuatan :

Ketiga bahan ditumbuk atau diparut
Ambil sarinya dengan cara diperas
Bahan siap digunakan untuk 2 sendok makan dicampur dengan air 10 – 15 liter

Sumber :

http://lestarimandiri.org/id/pestisida-organik/pembuatan-pestisida-organik/256-fungsida-organik-untuk-memberantas-jamur.html

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :

Pembuatan Aneka Macam Pestisida organik / Alami

Penggunaan pestisida kimia memang berbahaya bagi Manusia.   Kita sering merasa waswas bila anak kita akan bisa menjangkaunya.  Nah, semoga artikel tentang pembuatan pestisida alami ini dapat membantu memecahkan Persoalan Anda (petani) dalam melindungi kebun (lahan pertanian) sekaligus keluarga.

Mimba (Azadiracta indica)

Cara pembuatannya dapat dilakukan dengan mengambil 2 genggam bijinya, kemudian

ditumbuk. Campur dengan 1 liter air, kemudian diaduk sampai rata.   Biarkan selama 12 jam, kemudian disaring. Bahan saringan tersebut merupakan bahan aktif yang penggunaannya harus ditambah dengan air sebagai pengencer. Cara lainnya adalah dengan menggunakan daunnya sebanyak 1 kg yang direbus dengan 5 liter air. Rebusan ini diamkan selama 12 jam, kemudian saring.  Air saringannya merupakan bahan pestisida alami yang dapat digunakan sebagai pengendali berbagai hama tanaman.

Tembakau (Nicotium tabacum)

Tembakau diambil batang atau daunnya untuk digunakan sebagai bahan pestisida alami.  Caranya rendam batang atau daun tembakau selama 3 – 4 hari, atau bisa juga dengan direbus selama 15 menit. Kemudian biarkan dingin lalu saring.Air hasil saringan ini bisa digunakan untuk mengusir berbagai jenis hama tanaman.

Tuba, Jenu (Derriseleptica)

Bahan yang digunakan bisa dari akar dan kulit kayu. Caranya dengan menumbuk bahan tersebut sampai betul-betul hancur. Kemudian campur dengan air untuk dibuat ekstrak. Campur setiap 6 (enam) sendok makan ekstrak tersebut dengan 3 liter air. Campuran ini bisa digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama tanaman.

Temu-temuan (Temu Hitam, Kencur, Kunyit)

Bahan diambil dari rimpangnya, yang kemudian ditumbuk halus dengan dicampur urine (air kencing) sapi. Campuran ini diencerkan dengan air dengan perbandingan 1 : 2 – 6 liter.  Gunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga penyerang tanaman.

Kucai (Allium schonaoresum)

Kalau menggunakan kucai, cara meramunya adalah dengan menyeduhnya, yang kemudian didinginkan. Kemudian saring. Air saringannya ini mampu untuk memberantas hama yang biasanya menyerang tanaman mentimun.

Bunga Camomil (Chamaemelum spp)

Bunga yang sudah kering diseduh, kemudian dinginkan dan saring. Gunakan air saringan tersebut untuk mencegah damping off atau penyakit rebah.

Bawang Putih (Allium sativum)

Bawang putih, begitu juga dengan bawang bombai dan cabai, digiling, tambahkan air sedikit, dan kemudian diamkan sekitar 1 jam. Lalu berikan 1 sendok makan deterjen, aduk sampai rata, dan kemudian ditutup.  Simpan di tempat yang dingin selama 7 – 10 hari.  Bila ingin menggunakannya, campur ekstrak tersebut dengan air.  Campuran ini berguna untuk membasmi berbagai hama tanaman,khususnya hortikultura.

Abu Kayu

Abu sisa bakaran kayu ditaburkan di sekeliling perakaran tanaman bawang bombay, kol atau lobak dengan tujuan untuk mengendalikan root maggot.  Abu kayu ini bisa juga untuk mengendalikan serangan siput dan ulat grayak.  Caranya, taburkan di sekeliling parit tanaman

Mint (Menta spp)

Daun mint dicampur dengan cabai, bawang daun dan tembakau.  Kemudian giling sampai halus untuk diambil ekstraknya. Ekstrak ini dicampur dengan air secukupnya.  Dari ekstrak tersebut bisa digunakan untuk memberantas berbagai hama yang menyerang tanaman.

Kembang Kenikir (Tagetes spp)

Ambil daunnya 2 genggam, kemudian campur dengan 3 siung bawang putih, 2 cabai kecil dan 3 bawang bombay. Dari ketiga bahan tersebut dimasak dengan air lalu didinginkan.  Kemudian tambahkan 4 – 5 bagian air, aduk kemudian saring.  Air saringan tersebut dapat digunakan untuk membasmi berbagai hama tanaman.

Cabai Merah (Capsium annum)

Cara pembuatannya dengan mengeringkan cabai yang basah dulu.  Kemudian giling sampai menjadi tepung. Tepung cabai tersebut kalau dicampur dengan air dapat digunakan untuk membasmi hama tanaman.

Sumber : http://lestarimandiri.org/id/pestisida-organik/pembuatan-pestisida-organik/254-pembuatan-pestisida-organik.html

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :

Pestisida Organik Alami yang Ramah Lingkungan

PESTONA Pestisida Organik alami yang ramah lingkungan Produk pestisida mengandung bahan aktif sebagai bahan inti yang mempunyai efek “pestisida”. Bahan tersebut ada yang berasal dari tumbuhan, makhluk hidup (mikro-organisme), hasil fermentasi atau dari senyawa kimia sintetis. Bahan aktif tersebut kemudian dicampur dengan bahan-bahan lain agar mudah dalam penggunaannya. Berdasarkan asal bahan aktif yang digunakan, produk pestisida digolongkan ke dalam beberapa kelompok.

Pestisida yang berasal dari tumbuhan sering disebut pestisida botani atau pestisida nabati (Lihat artikel:Bahan-bahan untuk Membuat Pestisida). Pestisida jenis ini mempunyai sifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, relatif aman bagi manusia-hewan piaraan-musuh alami hama tanaman, tanaman/buah bebas residu kimia dan aman dikonsumsi. Salah satu contoh produk tersebut yang ada di pasaran adalah PESTONA.

PESTONA dibuat dari bahan alami. PESTONA tidak membunuh hama secara cepat, tetapi berpengaruh pada daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit, hambatan pembentukan serangga dewasa, menghambat komunikasi seksual, penurunan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu berperan sebagai zat pemandul, mengganggu proses perkawinan serangga hama, menghambat peletakkan telur dan dapat bekerja secara kontak dan sistemik. PESTONA memiliki daya kerja dalam mengurangi nafsu makan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) atau mencegah OPT merusak tanaman lebih banyak, walaupun jarang menyebabkan kematian segera pada serangga/hama.

PESTONA merupakan formula organik pengendali bagi beberapa hama penting pada tanaman pangan, hortikultura dan tahunan. Produk ini dibuat dari hasil ekstraksi dari berbagai bahan alami yang mengandung bahan aktif : Azadirachtin, Alkaloid, Ricin (asam ricin), Polifenol, Eugenol, Sitral, Nikotin, Annonain dll. Kandungan lainnya adalah Atsiri Oil, Eucalyptus Oil, Solvent Extraction.

HAMA SASARAN :

wereng, walang sangit, penggerek batang, belalang, kepik, thrips, tungau, ulat, Uret dll.

ATURAN PAKAI :

Larutkan 5 cc – 10 cc / 1 liter air (7-10 tutup/tangki). Aduk sampai merata. Semprotkan/gemborkan pada tanaman yang terkena serangan hama secara merata. Untuk hasil yang maksimal sebaiknya tanaman disemprot/digembor sesering mungkin, minimal 3 (tiga) kali penyemprotan/penggemborkan per musim. Sebaiknya waktu penyemprotan/penggemborkan pada sore hari.

Berita/Artikel Menarik Lainnya  :