Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Minyak Kelapa Sawit Bisa Diubah Menjadi Plastik



Advertisements

16 Februari 2012

Salah satu kelemahan bangsa kita saat ini adalah, kita memiliki banyak sumber daya alam, tetapi kurang dapat memanfaatkannya dengan maksimal. Padahal, jika mampu membaca dan memanfaatkan peluang, niscaya negara ini sudah jauh lebih maju dari sekarang ini. Salah satu contoh, Indonesia sejak tahun 2006 merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Luas kebun sawit Indonesia mencapai 7,9 Juta Ha pada Tahun 2009, dengan produksi minyak kelapa sawit mentah Crude Palm Oil (CPO) sebesar 20,2 Juta ton. Sebanyak 18 Juta ton di antaranya diekspor ke negara lain. Namun, Indonesia hanya mampu mengekspor minyak kelapa sawit mentah ke berbagai negara di dunia tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga harganya relatif murah. Akibatnya negara lain memperoleh untung besar karena mereka membeli CPO dengan harga rendah, kemudian mengolahnya menjadi produk turunannya yang bernilai jual tinggi.

Ironi memang, kita yang punya segalanya, tetapi tidak kuasa mengelolanya untuk kepentingan kita secara maksimal. Kita pengekspor CPO terbesar di dunia, tetapi harga CPO Indonesia didikte oleh Rotterdam pasar spot dan Kuala Lumpur untuk harga kontrak berjangka. Selama puluhan tahun, kita terlena dan bangga dengan sebutan sebagai negara produsen CPO terbesar di dunia, tapi kita tidak pernah menggarap pasar dan mengolah CPO menjadi aneka produk turunannya. Sebagai produsen utama CPO seharusnya kita yang meraih nilai tambah besar dengan mengembangkan berbagai industri pengolahan CPO di dalam negeri. Sekarang peluang itu diambil oleh negara lain dengan memperoleh keuntungan yang besar.

Ketika krisis ekonomi global melanda dunia pertengahan tahun 2009, harga CPO jatuh ke titik nadir sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi petani dan pengusaha kita. Pada saat itu kita menyaksikan, petani sawit menjerit, mereka membiarkan buah sawitnya busuk di batang, daripada memanennya dan menjualnya dengan harga hanya Rp. 300/kg, karena biaya transportasinya saja dari kebun ke jalan besar jauh lebih besar dari itu Pengalaman pahit ini hendaknya jadi pelajaran kita semua. Untuk itu perlu dilakukan berbagai terobosan, antara lain melakukan diversifikasi minyak kelapa sawit menjadi produk turunannya yang lebih bernilai jual tinggi, misalnya biodiesel, oleokimia, sabun, lili, shampo, dan plastik. Dengan demikian kita tidak hanya menjual maupun mengekspor minyak kelapa sawit dalam bentuk CPO saja, tapi juga dalam berbagai bentuk produk turunannya sehingga akan meningkatkan daya saing produk yang pada gilirannya menaikkan pendapatan petani dan devisa negara.

Sepuluh tahun terakhir penulis fokus meneliti tentang diversifikasi minyak kelapa sawit sebagai bahan mentah untuk produksi senyawa bioplastik. Keunggulan bioplastik dibandingkan dengan polimer sintetis berasaskan petrokimia ialah karena sifatnya yang dapat diuraikan oleh mikroorganisma secara alamiah di dalam tanah dan air sehingga tidak merusak lingkungan seperti yang banyak ditimbulkan oleh plastik sintetis. Keuntungan lainnya adalah, bioplastik dapat dihasilkan dari bahan dasar nabati seperti lemak, minyak, karbohidrat dan lainnya yang ketersediaannya di alam tidak terbatas dan dapat diperbarui sepanjang masa (renewable).

Dewasa ini, telah ditemukan mikroorganisme tertentu dapat merubah minyak kelapa sawit menjadi plastik yang secara kimia dikenal dengan nama poli(3-hidroksialkanoat) atau P(3HA). Bagi bakteri tersebut plastik (polimer) ini berguna sebagai cadangan bahan makanan. Bakteri tertentu dapat mengakumulasi P(3HA) di dalam selnya mencapai 30-80 % dari berat selnya, seperti Ralstonia eutropha, Erwinia sp USMI-20. Ketika ‘bahan simpanan’ bakteri ini sudah mencapai jumlah banyak, peneliti di laboratorium tinggal mengekstraknya keluar sel, sehingga diperoleh resin polimer yang dapat dikembangkan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk plastik pembungkus yang ramah lingkungan. Dari kelompok P(3HA), poli(3-hidroksibutirat) atau P(3HB) dan ko-polimernya poli(3-hidroksibutirat-ko-3-hidroksivalerat) atau P(3HB-ko-3HV) merupakan dua biopolimer yang paling banyak dikaji karena kedua biopolimer ini mempunyai sifat fisika dan kimia yang hampir sama dengan plastik sintetik.

Sampai saat ini, teknologi produksi senyawa biopolimer dengan kaedah bioteknologi modern, yaitu fermentasi menggunakan bahan mentah minyak nabati belum banyak terjamah oleh para peneliti di negara kita. Padahal, kita memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah terutama minyak kelapa sawit dan jutaan bakteri penghasil biopolimer yang dapat digali dari tanah Indonesia. Di Malaysia dan Jepang penelitian ke arah ini telah dimulai sejak awal tahun 1990. Korea telah dapat memasarkan produk biopolimernya dengan harga yang dapat bersaing dengan plastik sintetis untuk tujuan plastik pembungkus, wadah dan kemasan ramah lingkungan.

Secara teoritis, dari 1,0 kg minyak kelapa sawit mentah akan dapat dikonversi menjadi 1,4 kg P(3HB). Di pasaran dunia, bahan baku P(3HB) dengan merek Biopol sebagai plastik pembungkus, dijual dengan harga Rp. 160.000/kg, dibandingkan dengan CPO yang hanya berkisar Rp. 5.000/kg. Jadi dengan mengubahnya menjadi P(3HB), secara teoritis dari 1 kg CPO dengan harga Rp.5.000.- bisa dihasilkan 1,4 kg P(3HB) dengan harga jual Rp.224.000.- berarti terjadi kenaikan nilai mencapai mencapai 44 kali. Katakanlah biaya produk dan investasi peralatan mesin (untuk konversinya) mencapai 50% dari harga jualnya, kita masih tetap untung memperoleh kenaikan nilai CPO lebih kurang 22 kali (2.200%) dari harga penjualan sekarang. Kalaulah Pemerintah Indonesia mau serius menggarap peluang ini, akan terjadi kenaikan devisa yang luar biasa, di samping akan membuka peluang lapangan kerja yang sangat besar di negeri ini. Pada saat ini, teknik produksi bioplastik P(3HB) skala pilot (semi industri, kapasitas bioreaktor 100L) dari minyak kelapa sawit telah kita kuasai.
Dari serangkaian penelitian, penulis telah berhasil mengisolasi puluhan bakteri penghasil P(3HB) dari sampel tanah, air, lumpur sungai, dan air laut yang ada di Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Sumatera Selatan. Sebagiannya dari bakteri ini telah berhasil diidentifikasi genus dan spesiesnya dengan lengkap dan saat ini dalam proses optimasi produksi P(3HB). Saat ini bakteri-bakteri ini, dikoleksi dan diawetkan di Bagian Bioteknologi, Laboratorium Biota Sumatera, Universitas Andalas, dengan kode koleksi FAAC (Farmasi Andalas Akmal Collection) yang dalam waktu dekat, akan segera daftarkan patennya. Bakteri-bakteri ini adalah bagian dari kekayaan alam kita yang selama ini belum kita manfaatkan sama sekali. Untuk melanjutkan penelitian ini ke peringkat produksi dengan volume lebih besar perlu bekerjasama dengan pihak industri, pada tahapan ini peran Pemerintah sangat diperlukan. Tanpa adanya campur tangan pemerintah untuk menjembatani hasil-hasil penelitian para peneliti di Perguruan Tinggi dengan pihak industri, percayalah, negeri ini akan tetap ’begini-begini’ saja. Hasil karya para peneliti kita, hanya akan menjadi tumpukan laporan penelitian ataupun artikel ilmiah yang tak seberapa nilainya.

Dari uraian di atas, ada peluang baru untuk memproduksi produk turunan dari minyak kelapa sawit yaitu menjadi bioplastik P(3HB). Paling kurang untuk tahap awal dapat menyuplai kebutuhan bahan baku P(3HB) untuk industri kemasan/pembungkus, untuk bidang farmasi, bidang pertanian, bidang kedokteran dan alat alat rumah tangga lainnya. Di samping itu di dalam negeri pemerintah perlu membuat kebijakan untuk mengurangi pemakaian bahan plastik pembungkus sintetik dan secara bertahap diganti dengan produk yang lebih ramah lingkungan. Kebijakan ini telah berlaku di negara-negara maju. Dengan demikian, deversifikasi minyak kelapa sawit menjadi produk turunannya yang lebih bernilai jual tinggi, yaitu menjadi bioplastik P(3HB) secara bertahap dapat diwujudkan dan pasarnya juga tersedia. Tidak tidak lagi menjual murah CPO kita ke negara lain, seperti yang terjadi saat ini (*).

Sumber : http://profakmaldjamaan.wordpress.com

Berita/Artikel Menarik Lain Yg Wajib Diklik :

Minyak Kelapa Sawit Bisa Diubah Menjadi Plastik

16 Februari 2012

Salah satu kelemahan bangsa kita saat ini adalah, kita memiliki banyak sumber daya alam, tetapi kurang dapat memanfaatkannya dengan maksimal. Padahal, jika mampu membaca dan memanfaatkan peluang, niscaya negara ini sudah jauh lebih maju dari sekarang ini. Salah satu contoh, Indonesia sejak tahun 2006 merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Luas kebun sawit Indonesia mencapai 7,9 Juta Ha pada Tahun 2009, dengan produksi minyak kelapa sawit mentah Crude Palm Oil (CPO) sebesar 20,2 Juta ton. Sebanyak 18 Juta ton di antaranya diekspor ke negara lain. Namun, Indonesia hanya mampu mengekspor minyak kelapa sawit mentah ke berbagai negara di dunia tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga harganya relatif murah. Akibatnya negara lain memperoleh untung besar karena mereka membeli CPO dengan harga rendah, kemudian mengolahnya menjadi produk turunannya yang bernilai jual tinggi.

Ironi memang, kita yang punya segalanya, tetapi tidak kuasa mengelolanya untuk kepentingan kita secara maksimal. Kita pengekspor CPO terbesar di dunia, tetapi harga CPO Indonesia didikte oleh Rotterdam pasar spot dan Kuala Lumpur untuk harga kontrak berjangka. Selama puluhan tahun, kita terlena dan bangga dengan sebutan sebagai negara produsen CPO terbesar di dunia, tapi kita tidak pernah menggarap pasar dan mengolah CPO menjadi aneka produk turunannya. Sebagai produsen utama CPO seharusnya kita yang meraih nilai tambah besar dengan mengembangkan berbagai industri pengolahan CPO di dalam negeri. Sekarang peluang itu diambil oleh negara lain dengan memperoleh keuntungan yang besar.

Ketika krisis ekonomi global melanda dunia pertengahan tahun 2009, harga CPO jatuh ke titik nadir sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi petani dan pengusaha kita. Pada saat itu kita menyaksikan, petani sawit menjerit, mereka membiarkan buah sawitnya busuk di batang, daripada memanennya dan menjualnya dengan harga hanya Rp. 300/kg, karena biaya transportasinya saja dari kebun ke jalan besar jauh lebih besar dari itu Pengalaman pahit ini hendaknya jadi pelajaran kita semua. Untuk itu perlu dilakukan berbagai terobosan, antara lain melakukan diversifikasi minyak kelapa sawit menjadi produk turunannya yang lebih bernilai jual tinggi, misalnya biodiesel, oleokimia, sabun, lili, shampo, dan plastik. Dengan demikian kita tidak hanya menjual maupun mengekspor minyak kelapa sawit dalam bentuk CPO saja, tapi juga dalam berbagai bentuk produk turunannya sehingga akan meningkatkan daya saing produk yang pada gilirannya menaikkan pendapatan petani dan devisa negara.

Sepuluh tahun terakhir penulis fokus meneliti tentang diversifikasi minyak kelapa sawit sebagai bahan mentah untuk produksi senyawa bioplastik. Keunggulan bioplastik dibandingkan dengan polimer sintetis berasaskan petrokimia ialah karena sifatnya yang dapat diuraikan oleh mikroorganisma secara alamiah di dalam tanah dan air sehingga tidak merusak lingkungan seperti yang banyak ditimbulkan oleh plastik sintetis. Keuntungan lainnya adalah, bioplastik dapat dihasilkan dari bahan dasar nabati seperti lemak, minyak, karbohidrat dan lainnya yang ketersediaannya di alam tidak terbatas dan dapat diperbarui sepanjang masa (renewable).

Dewasa ini, telah ditemukan mikroorganisme tertentu dapat merubah minyak kelapa sawit menjadi plastik yang secara kimia dikenal dengan nama poli(3-hidroksialkanoat) atau P(3HA). Bagi bakteri tersebut plastik (polimer) ini berguna sebagai cadangan bahan makanan. Bakteri tertentu dapat mengakumulasi P(3HA) di dalam selnya mencapai 30-80 % dari berat selnya, seperti Ralstonia eutropha, Erwinia sp USMI-20. Ketika ‘bahan simpanan’ bakteri ini sudah mencapai jumlah banyak, peneliti di laboratorium tinggal mengekstraknya keluar sel, sehingga diperoleh resin polimer yang dapat dikembangkan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk plastik pembungkus yang ramah lingkungan. Dari kelompok P(3HA), poli(3-hidroksibutirat) atau P(3HB) dan ko-polimernya poli(3-hidroksibutirat-ko-3-hidroksivalerat) atau P(3HB-ko-3HV) merupakan dua biopolimer yang paling banyak dikaji karena kedua biopolimer ini mempunyai sifat fisika dan kimia yang hampir sama dengan plastik sintetik.

Sampai saat ini, teknologi produksi senyawa biopolimer dengan kaedah bioteknologi modern, yaitu fermentasi menggunakan bahan mentah minyak nabati belum banyak terjamah oleh para peneliti di negara kita. Padahal, kita memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah terutama minyak kelapa sawit dan jutaan bakteri penghasil biopolimer yang dapat digali dari tanah Indonesia. Di Malaysia dan Jepang penelitian ke arah ini telah dimulai sejak awal tahun 1990. Korea telah dapat memasarkan produk biopolimernya dengan harga yang dapat bersaing dengan plastik sintetis untuk tujuan plastik pembungkus, wadah dan kemasan ramah lingkungan.

Secara teoritis, dari 1,0 kg minyak kelapa sawit mentah akan dapat dikonversi menjadi 1,4 kg P(3HB). Di pasaran dunia, bahan baku P(3HB) dengan merek Biopol sebagai plastik pembungkus, dijual dengan harga Rp. 160.000/kg, dibandingkan dengan CPO yang hanya berkisar Rp. 5.000/kg. Jadi dengan mengubahnya menjadi P(3HB), secara teoritis dari 1 kg CPO dengan harga Rp.5.000.- bisa dihasilkan 1,4 kg P(3HB) dengan harga jual Rp.224.000.- berarti terjadi kenaikan nilai mencapai mencapai 44 kali. Katakanlah biaya produk dan investasi peralatan mesin (untuk konversinya) mencapai 50% dari harga jualnya, kita masih tetap untung memperoleh kenaikan nilai CPO lebih kurang 22 kali (2.200%) dari harga penjualan sekarang. Kalaulah Pemerintah Indonesia mau serius menggarap peluang ini, akan terjadi kenaikan devisa yang luar biasa, di samping akan membuka peluang lapangan kerja yang sangat besar di negeri ini. Pada saat ini, teknik produksi bioplastik P(3HB) skala pilot (semi industri, kapasitas bioreaktor 100L) dari minyak kelapa sawit telah kita kuasai.
Dari serangkaian penelitian, penulis telah berhasil mengisolasi puluhan bakteri penghasil P(3HB) dari sampel tanah, air, lumpur sungai, dan air laut yang ada di Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Sumatera Selatan. Sebagiannya dari bakteri ini telah berhasil diidentifikasi genus dan spesiesnya dengan lengkap dan saat ini dalam proses optimasi produksi P(3HB). Saat ini bakteri-bakteri ini, dikoleksi dan diawetkan di Bagian Bioteknologi, Laboratorium Biota Sumatera, Universitas Andalas, dengan kode koleksi FAAC (Farmasi Andalas Akmal Collection) yang dalam waktu dekat, akan segera daftarkan patennya. Bakteri-bakteri ini adalah bagian dari kekayaan alam kita yang selama ini belum kita manfaatkan sama sekali. Untuk melanjutkan penelitian ini ke peringkat produksi dengan volume lebih besar perlu bekerjasama dengan pihak industri, pada tahapan ini peran Pemerintah sangat diperlukan. Tanpa adanya campur tangan pemerintah untuk menjembatani hasil-hasil penelitian para peneliti di Perguruan Tinggi dengan pihak industri, percayalah, negeri ini akan tetap ’begini-begini’ saja. Hasil karya para peneliti kita, hanya akan menjadi tumpukan laporan penelitian ataupun artikel ilmiah yang tak seberapa nilainya.

Dari uraian di atas, ada peluang baru untuk memproduksi produk turunan dari minyak kelapa sawit yaitu menjadi bioplastik P(3HB). Paling kurang untuk tahap awal dapat menyuplai kebutuhan bahan baku P(3HB) untuk industri kemasan/pembungkus, untuk bidang farmasi, bidang pertanian, bidang kedokteran dan alat alat rumah tangga lainnya. Di samping itu di dalam negeri pemerintah perlu membuat kebijakan untuk mengurangi pemakaian bahan plastik pembungkus sintetik dan secara bertahap diganti dengan produk yang lebih ramah lingkungan. Kebijakan ini telah berlaku di negara-negara maju. Dengan demikian, deversifikasi minyak kelapa sawit menjadi produk turunannya yang lebih bernilai jual tinggi, yaitu menjadi bioplastik P(3HB) secara bertahap dapat diwujudkan dan pasarnya juga tersedia. Tidak tidak lagi menjual murah CPO kita ke negara lain, seperti yang terjadi saat ini (*).

Sumber : http://profakmaldjamaan.wordpress.com

Berita/Artikel Menarik Lain Yg Wajib Diklik :

Bagian-bagian dari Kelapa Sawit

Spesies :

1. Elaeisguineensis Jacq (kelapa sawit Afrika)

2. Elaeis melanococca atau Corozo oleifera (kelapa sawit Amerika Latin).

Varietas/tipe : Digolongkan berdasarkan:

Tebal tipisnya cangkang (endocarp): dikenal ada tiga varietas/tipe, yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera.
Warna buah: dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens.

A. Akar (Radix)

Sebagai tanaman jenis palma, kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar cabang. Akar yang keluar dari pangkal batang sangat besar jumlahnya dan terus bertambah banyak dengan bertambahnya umur tanaman. Sistem perkaran kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Akar primer, yaitu akar yang keluar dari bagian bawah batang (bulb), tumbuh secara vertikal (radicle) atau mendatar (adventitious roots), dan berdiameter 5 — 10 mm.

2) Akar sekunder, yaitu akar yang tumbuh dari akar primer, yang arah tumbuhnya mendatar ataupun ke bawah, dan berdiameter 1 — 4 mm.

3) Akar tertier, yaitu akar yang tumbuh dari akar sekunder, yang arah tumbuhnya mendatar, panjangnya mencapai 15 cm, dan berdiameter 0,5 — 1,5 mm.

4) Akar kuarter, yaitu akar-akar cabang dari akar tertier yang berdiameter 0,2 — 0,5 mm dan panjangnya rata-rata 3 cm.

Akar tertier dan kuarter inilah yang paling aktif mengambil hara dan air dari dalam tanah. Pada tanaman yang tumbuh di lapangan akar-akar tersebut terutama berada 2,0 — 2,5 m dari pokok dan terbanyak dijumpai pada kedalaman 0 — 20 cm dari permukaan tanah serta dapat tumbuh memanjang ke samping hingga mencapai 6 m dengan pola penyebaran yang berbeda-beda.

Zone perakaran kebanyakan terletak pada kedalaman 1,5 m dengan jumlah perakaran terbesar berada pada kedalaman antara 15 — 30 cm. Pada zone yang lebih dalam, perkembangan akar pada umurnnya sangat sedikit. Walaupun demikian, karena sistem perakarannya sangat rapat (lebat), maka pohon kelapa sawit dapat berdiri dengan kokoh dan kuat, sehingga jarang sekali ditemukan pohon kelapa sawit yang tumbang, kecuali bila solute tanah sangat dangkal seperti pada lahan gambut.

B. Batang (Caulis)

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas. Batang berbentuk silindris dan berdiameter 40 — 60 cm, tetapi pada pangkalnya membesar. Pada ujung batang terdapat titik turn- buh yang membentuk daun-daun dan memanjangkan batang. Selama empat tahun pertama, titik tumbuh membentuk daun- daun yang pelepahnya membungkus batang sehingga batang tidak terlihat. Pangkal batang umumnya membesar memben- tuk bonggol batang (bowl). Kecepatan tumbuh meninggi tanaman kelapa sawit berbeda-beda tergantung pada tipe atau varitasnya, tetapi secara umum kecepatan pertumbuhan (per- tambahan tinggi) sekitar 25 — 40 cm per tahun. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan batang kelapa sawit adalah kon-disi di sekitar tanaman seperti keadaan iklim, pemeliharaan (terutama pemupukan), kerapatan tanaman, umur, dan sebagainya.

Batang kelapa sawit untuk beberapa tahun pada umumnya masih terbungkus oleh pelepah daun, sehingga lingkar batang menjadi lebih besar. Apabila pelepah (frond) dipangkas secara teratur, bekas kaki-kaki (pangkal pelepah) daun tampak pada batang yang letaknya teratur seperti spiral. Pada umumnya, setiap tanaman mempunyai 8 spiral yang letaknya agak tegak dan mengarah ke kanan atau ke kiri. Sifat ini merupakan sifat genetis. Pangkal pelepah daun biasanya mulai lepas (jatuh) setelah tanaman berumur 10 tahun atau lebih. Pangkal pelepah yang jatuh dapat mulai dari mana saja, tetapi lebih sering dari pertengahan tinggi batang.

Secara alamiah (pertumbuhan liar di hutan), tinggi batang dapat mencapai 30 m. tetapi secara komersial (dalam budi daya perkebunan) jarang sekali tinggi tanaman kelapa sawit melebihi ketinggian 15 — 18 m. Hal ini berhubungan dengan kemudahan pelaksanaan panenan buah dan pemeliharaan lainnya, misalnya pemangkasan daun.

C. Daun (Folium)

Daun pertama yang keluar pada stadium bibit berbentuk lance-late, kemudian muncul bifurcate dan akhirnya pinnate. Pangkal pelepah daun atau petiole adalah bagian daun yang mendukung atau tempat duduknya helaian daun dan terdiri atas rachis (basis tangkai daun (petiolus), duri-duri (spine), helai anak daun (lamina), ujung daun (apex folii), lidi (nervatio), tepi daun (margo folii), dan daging daun (intervenium).

Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri atau bulu-bulu halus sampai kasar. Panjang pelepah daun dapat mencapai 9 m, tergantung pada umur tanaman. Helai anak daun yang terletak di tengah pelepah daun adalah yang terpanjang dan panjangnya dapat mencapai 1,20 m. Jumlah anal; daun dalam satu pelepah berkisar antara 120 — 160 pasang.

Daun kelapa sawit memiliki rumus daun 1/8.

Duduk pelepah daun pada batang tersusun dalam satu susunan yang metingkari batang di many daun ke-1, ke-9, ke-17, dan seterusnya membentuk garis spiral. Pada tanaman yang tumbuh normal, 2 set spiral dapat dilihat selang 8 daun berputar ke kanan atau ke kiri, tetapi kebanyakan berputar ke kanan. Jumlah pelepah daun yang terbentuk selama saw tahun dapat mencapat 20 — 30 helai, tetapi kemudian berkurang sesuai dengan bertambahnya umur tanaman samapai menjadi 18 — 25 helai atau kurang.

Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang dibudidayakan, pada satu batang terdapat 40 — 50 pelepah daun. Apabila tidal dilakukan pemangkasan sewaktu panen, maka jumlah pelepah dam dapat melebihi 60 batang. Pada tanaman kelapa sawit dapat ditemukan daun “songgo dua”, yaitu dua daun yang tumbuh secara bertumpuk. Setelah tanaman mulai berbunga, pada ketiak pelepah daun akan keluar bunga betina (tandan buah) atau bunga jantan.

D. Buah

Buah terdiri dari tiga lapisan, yaitu :

Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
Mesoskarp, terdiri dari serabut dan daging buah. Serabut terdiri dari tenunan–tenunan serat yang keras dan sels-selnya terdapat tenunan sel yang lunak dan buah yang
serabut buah.
Endoskarp, cangkang pelindung inti.

Bagian-bagian dari pohon kelapa sawit
Bagian-bagian dari pohon kelapa sawit

Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.

Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit meliputi akar (radix), batang (caulis), dan daun (folium).

Pustaka

Budi Daya Kelapa Sawit Oleh Djoehana Setyamidjaja, M.Ed.

Pemanfaatan Limbah Sawit

Berbagai penelitian telah dilakukan menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Berikut akan dijelaskan manfaat limbah kelapa sawit.

1. TKKS untuk pupuk organik

Tandan kosong kelapa sawit daoat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi.

Ada beberapa alternatif pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Pupuk Kompos

Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh micro-organisme. Pada prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan nisbah C / N yang terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C / N tanah. Nisbah C / N yang mendekati nibah C / N tanah akan mudah diserap oleh tanaman.

b. Pupuk Kalium

Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan 30-40%, K2O, 7%P2O5, 9%CaO, dan 3%MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200ppmFe, 1.00 ppm Mn, 400 ppmZn, dan 100 ppmCu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCL; 2,2 ton kiersit; dan 0,7ton TSP. dengan penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38% dengan pH 8 – 9.

c. Bahan Serat

Tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan pengisi jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil dan bahan pengepak industri.

2. Tempurung buah sawit untuk arang aktif
Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Arang aktif juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain industri minyak, karet, gula, dan farmasi.

3. Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas

Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar. Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan serat.

4. Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel

Batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai papan partikel. Dari setiapbatang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0.34 m3.

5. Batang dan pelepah sawit untuk pakan ternak

Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan perlakuan NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan uap.

Sumber :

http://id.shvoong.com/business-management/entrepreneurship/1929400-pemanfaatan-limbah-sawit/

Lidi Sawit Yang Bermanfaat dan Bisa Menambah Penghasilan

Cukup banyak manfaat yang bisa diperoleh dari lidi Sawit untuk keperluan hidup manusia, beberapa manfaat yang sering kita dapat antara lain adalah : sapu lidi dan kipas angin.

Manfaat lidi sawit lebih banyak dari itu, untuk lebih lengkap lagi, berikut ini adalah manfaat lidi sawit :

sapu lidi
kipas angin
bahan campuran pembuatan karpet
bahan campuran pembuatan asbes
bahan campuran di pabrik kertas

Negara-negara yang mengeksport lidi sawit ini antara lain adalah :

Masyarakat yang bekerja di perkebunan sawit, terutama kaum wanita (ibu-ibu) mencoba membantu ekonomi keluarga dengan meluangkan waktu untuk mengumpulkan  lidi-lidi sawit ini yang kemudian dijual kepada pengumpul.

Karena bertujuan untuk dieksport, maka secara umum ada syarat yang diminta para pengumpul ketika membeli lidi sawit tersebut antara lain :

Panjang +- 90 cm sd 100 cm (1/3 bagian tengah pelepah)
Diambil dari pelepah/pruning yang baru ditebas
Kondisi kering. Setelah diraut langsung dijemur kering kuning selama satu hari dalam kondisi matahari penuh.
Jangan kena air hujan
Jangan ditutup atau diterpal
Fresh, tidak berbau apek atau masih harum
Tidak berjamur, tidak lapuk dan tidak berwarna hitam
masih lentur
minimal penjemputan 1.000 kg
waktu maksimal penjemputan antar 7 hingga 10 hari

Rata-rata para pengumpul lidi sawit membelinya sekitar Rp 1.000 – 1.700 /kilo, ini semua tergantung pada kualitas, pengepakan dan jauh-dekat alamat pengrajin lidi sawit tersebut.

Saingan utama lidi sawit adalah lidi nipah, yang harganya bisa dua kali lipat dari harga lidi sawit.

(by : IvanMangunsong, 2013)

Manfaat Limbah Kelapa Sawit

Limbah sawit terdiri dari kulit serat luar, kulit biji (yang keras), dan sisa (ampas) biji, serta bahan pendukung seperti air yang bercampur dengan limbah tersebut.

Berbagai penelitian telah dilakukan menunjukkan bahwa Limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Berikut akan dijelaskan manfaat limbah kelapa sawit.

1. TKKS untuk pupuk organik

Tandan kosong kelapa sawit daoat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah Pemanfaatan Limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi.

Ada beberapa alternatif Pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Pupuk Kompos
Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh micro-organisme. Pada prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan nisbah C / N yang terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C / N tanah. Nisbah C / N yang mendekati nibah C / N tanah akan mudah diserap oleh tanaman.

b. Pupuk Kalium
Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan 30-40%, K2O, 7%P2O5, 9%CaO, dan 3%MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200ppmFe, 1.00 ppm Mn, 400 ppmZn, dan 100 ppmCu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCL; 2,2 ton kiersit; dan 0,7ton TSP. dengan penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38% dengan pH 8 – 9.

c. Bahan Serat
Tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan pengisi jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil dan bahan pengepak industri.

2. Tempurung buah sawit untuk arang aktif

Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Arang aktif juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain industri minyak, karet, gula, dan farmasi.

3. Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas

Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar. Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan serat.

4. Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel

Batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai papan partikel. Dari setiapbatang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0.34 m3.
kelapa sawit

5. Batang dan pelepah sawit untuk pakan ternak

Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan perlakuan NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan uap.

Sumber : http://carabudidaya.com/manfaat-limbah-kelapa-sawit/

Energi Dari Cangkang Sawit Sedang Dikembangkan

Sabtu, 20 Juli 2013

Medan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berencana mengembangkan energi baru terbarukan dari cangkang dan seluruh bagian tanaman kelapa sawit untuk dijadikan bahan bakar biomassa.

Sekretaris Apindo Sumatera Utara, Laksamana Adyaksa mengatakan, pemerintah harus memersiapkan Sumut sebagai garis terdepan penunjang ekonomi wilayah timur dalam menghadapi ekonomi ASEAN tahun 2015.

“Sumut tak cuma memiliki lahan perkebunan sawit yang luas, tapi juga didukung sember daya manusia (SDM) yang handal,” katanya kepada Jurnal Asia, Jumat (19/7). Selaku salah satu provinsi pemilik industri kelapa sawit terbesar, Sumut dirasa penting mengembangkan energi biomassa.

“Cangkang dan seluruh bagian tanaman sawit mulai dari daun, pelepah dan batang bisa diolah untuk menghasilkan gas metan. Atau dijadikan pakan ternak sehingga tak ada lagi limbah kelapa sawit,” jelasnya seraya menyebutkan, setiap pabrik kelapa sawit (PKS) bisa menghasilkan listrik 1 Mega Watt (MW).
Selain tanaman kelapa sawit, Apindo juga berencana mengembangkan energi dari serbuk gergaji dengan cara dipadatkan. “Serbuk gergaji akan dimanfaatkan untuk energi pembakaran,” tandasnya.

Sumber :

Dikembangkan, Energi Cangkang Sawit

Berita/Artikel Menarik Lain Yg Wajib Dibaca :

Limbah Kelapa Sawit Bisa Diolah Menjadi Pemanis Buatan

Rabu, 11 September 2013

SISA ekstraksi minyak kelapa sawit dunia, setiap tahun menyisakan sekitar 13 juta ton limbah. Sisa produksi minyak kelapa sawit saat ini seringkali digunakan untuk menghasilkan panas dan energi listrik untuk pabrik kelapa sawit, dan seringkali menimbulkan polusi.

Namun sekarang, sisa limbah yang sering disebut dengan tandan kosong atau TKS ini, nampaknya bisa berfungsi menjadi lebih baik bagi manusia.

Dengan mengadaptasi teknik hidrolisis yang digunakan untuk memisahkan molekul air di dalam batang tebu dan sisa pemanenan jagung (brangkasan) menjadi pemanis, sebuah tim di Singapura yang dipimpin oleh Jin Chun Wu dari Institut Kimia dan Ilmu Perekayasaan A*STAR, telah berhasil melakukan uji coba yang bisa menghasilkan pemanis dari sisa tandan kosong kelapa sawit.

Tandan kosong kelapa sawit, memang mengandung materi bernama xylan, yaitu bahan karbohidrat yang merupakan bagian. dari xilosa. Molekul-molekul gula yang dikandung Xylan sendiri menjadi rentan rusak dengan adanya unsur asam ringan. Namun, melalui proses hidrolisis yang selama ini banyak digunakan untuk mengubah batang tebu dan sisa panen jagung menjadi gula, hal ini menjadi sebuah upaya yang murah.

Kunci sukses dari uji coba tim yang dipimpin oleh Wu ini adalah kecermatan mereka dalam menggabungkan unsur asam untuk melakukan hidrolisis (sebuah reaksi kimia yang memecah molekul air atau H2O menjadi kation hidrogen (H+) dan anion hidroksida (OH?) melalui suatu proses kimia) untuk tandan kosong kelapa sawit ini. Mereka menggunakan sulfur (H2SO4) dan asam fosfor (H3PO4). “Kombinasi kedua elemen itu telah menghasilkan efek yang sinergis untuk meningkatkan hasil gula yang didapat.”

Karena elemen sulfur dan fosfor sangat penting untuk fermentasi xilosa menggunakan mikroba, kombinasi asam dari para peneliti ini memainkan sebuah peranan penting dalam konversi lebih lanjut dari xylose menjadi bahan kimia berguna lainnya, seperti xylitol pengganti gula, asam laktat dan etanol. Setelah hidrolisis dan netralisasi, komponen asam dapat digunakan secaralangsung dalam fermentasi mikroba. (Moi)

Sumber :

Limbah Kelapa Sawit Bisa Menjadi Pemanis Buatan

Berita/Artikel Menarik Lain Yg Wajib Dibaca :