INFO SAWIT, MEDAN – Dalam suatu diskusi yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) cabang Sumatera Utara kepada para pelaku usaha kelapa sawit di disana disimpulkan ada 3 halangan utama yang dialami pengusaha dalam pengembangan komoditas ini.

Kepala Perwakilan BI Sumut, Difi A Johansyah, Rabu, mengatakan di antara halangan utama pengusaha dalam mengembangkan kelapa sawit yakni permintaan yang lesu, permasalahan suplai, dan dukungan pemerintah dan kredit perbankan yang kurang.

Ia menjelaskan, saat ini kredit untuk usaha kelapa sawit adalah salah satu kredit utama yang disalurkan di Sumut dengan share pada Juni 2015 sebesar 22% terhadap total kredit Sumut. Besaran kredit tersebut telah meningkat sejak Desember 2011 saat share kredit hanya sekitar 16%. Sejak itu pertumbuhan kredit kelapa sawit di Sumut relatif selalu berada di atas pertumbuhan total kredit di Sumut. Namun, pelaku usaha, mengaku kekurangan pasokan kredit.

Lanjutnya, seperti dilansir Jelas Berita, jika dilihat dari alokasi sektoralnya, kredit masih dialokasikan mayoritas untuk sektor perkebunan dengan proprosi hampir 60% sementara untuk sektor industri pengolahan dan perdagangan relatif lebih sedikit.

Untuk itu,  BI Sumut dan para pelaku sawit berpendapat bahwa hal yang perlu dilakukan adalah pengembangan industri pengolahan.

“Agar kita tidak terlalu bergantung pada ekspor komoditas di tengah situasi global saat ini, diperlukan penciptaan lingkungan yang kondusif supaya industri pengolahan dapat berkembang. Untuk itu perlu ditambahkan perlunya dukungan teknologi, infrastruktur, sumber daya manusia, dan bahan baku,” ujarnya. (T3)

INFO SAWIT, MEDAN – Turunnya volume permintaan ekspor komoditas perkebunan seperti kelapa sawit di Sumatera Utara diperkirakan akan berdampak pada keberlangsungan para pekerja di perusahaan-perusahaan tersebut.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai ancaman terjadinya pemutusan hubungan kerja atau PHK di Sumatera Utara lebih besar karena di tengah penguatan dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah, juga sedang terjadi penurunan volume dan harga ekspor.

“Ancaman PHK diprediksi lebih banyak terjadi di daerah penghasil komoditas seperti Sumut (Sumatera Utara), karena harga dan permintaan ekspor komoditas sedang anjlok,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Parlindungan Purba, seperti dikutip Okezone, Senin.

Menurutnya, ancaman PHK semakin sangat memungkinkan karena selain nilai dolar AS menguat, volume dan harga ekspor yang masih melemah, daya beli di dalam negeri juga menurun.

“Dewasa ini di Sumut sedang terjadi gangguan besar pada kinerja perusahaan khususnya yang bergerak di bidang sawit dan karet dan itu sangat mengancam terjadi PHK,” katanya.

Ia mengatakan, untuk menghindari PHK besar-besaran tersebut, pemerintah perlu segera bisa mengendalikan nilai tukar Rupiah atas dolar AS. (T3)

kepala BPS, suryamin, saat jumpa pers jakarta

INFO SAWIT, JAKARTA – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, mengatakan Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Agustus mencapai 101,28 atau naik 0,31%  dibandingkan Juli yang hanya 100,97. Kenaikan ini dikarenakan Indeks Harga yang diterima Petani (It) naik sebesar 0,66% lebih besar jika dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 0,36%.

Namun justru untuk NTPR (Tanaman Perkebunan Rakyat) bulan Agustus mengalami penurunan1,17% menjadi 96,68 dari bulan sebelumnya sebesar 97,82. “NTPR mengalami penurunan karena berbagai harga komoditi perkebunan seperti cengkeh, karet, kelapa sawit sedang turun.  Sehingga pendapatan tidak sebanding dengan pengeluaran pengurusan tanaman,” tutur Suryamin kepada InfoSAWIT di Jakarta, Selasa (1/9/2015).

Lebih lanjut Ia menjelaskan, It Tanaman Perkebunan Rakyat bulan Agustus 116,23 atau turun 0,80% dibandingkan bulan sebelumnya 117,16. Sedangkan dibandingkan Ib bulan Agustus yang mencapai 120,22 , It lebih rendah. (T3)

INFO SAWIT, MUKOMUKO –Dinas Perkebunan Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, telah mengajukan anggaran alih fungsi lahan perkebunan kelapa sawit seluas 1.000 hektar yang berlokasi di daerah itu menjadi sawah kepada Pemerintah Pusat.

“Anggarannya sudah diajukan ke pemerintah pusat sebesar Rp7,5 juta per hektare,” kata Kabid Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan (DP3K) Kabupaten Mukomuko, Elxandi, Sabtu.

Ia menjelaskan, petani banyak yang menolak pemberia anggaran untuk optimasi lahan sawah sebesar Rp1.250.000 per hektar, karena anggaran itu terlalu minim digunakan alihfungsi lahan kepala sawit ke sawah.

Oleh karena itu, kata Elxandi, sebagaimana dilansir Antara, pihaknya mengajukan anggaran lebih besar untuk anggaran tersebut. Agar cukup untuk biaya penebangan pohon kelapa sawit petani.

Lahan yang sudah siap itu seluas 1.000 hektare di Kecamatan Lubuk Pinang, Kecamatan Air Manjuto, dan Kecamatan XIV Koto dan sebagian kecil di Kecamatan Teramang Jaya dan Selagan Raya.

“Lahan perkebunan kelapa sawit di irigasi teknis itu awalnya sawah yang tidak dapat pengairan dari irigasi sehingga petani menanam sawit. Sekarang mereka ingin mengalihfungsikan ke sawah lagi,” jelasnya. (T3)