Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Feromon untuk Pengendalian Kumbang Tanduk

Hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) umumnya menyerang tanaman kelapa sawit muda. Serangan hama ini dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS) pada tahun pertama hingga 69%  dan menimbulkan kematian pada tanaman muda hingga 25%. Pengendalian kumbang tanduk secara konvensional dilakukan dengan cara pengutipan dan menggunakan insektisida kimiawi. Namun, cara tersebut dinilai tidak efektif dan menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Feromon dapat digunakan sebagai insektisida alami untuk mengendalikan kumbang tanduk dengan efektif, ramah lingkungan, dan lebih murah dibandingkan dengan pengendalian secara konvensional. Feromon merupakan bahan yang mengantarkan serangga pada pasangan seksualnya, sekaligus mangsa, tanaman inang, dan tempat berkembang biaknya. Komponen utama feromon sintetis ini adalah etil-4 metil oktanoat. Feromon tersebut dikemas dalam kantong plastik (sachet). Penggunaan feromon cukup murah karena biayanya hanya 20% dari biaya penggunaan insektisida dan pengutipan kumbang secara manual. Selain harganya murah (Rp75.000/sachet), cara aplikasinya di lapangan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja. Penggunaan feromon di perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu alternatif yang sangat baik   untuk mengendalikan kumbang tanduk. Feromon produksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit ini telah banyak digunakan oleh perusahaan perkebunan negara, swasta, dan rakyat.

Babi Hutan

Babi hutan merupakan jenis hama mammalia penting pada perkebunan kelapa sawit. Sebenarnya satwa ini bukanlah merupakan penghuni tetap pada ekosistim perkebunan kelapa sawit. Kerusakan yang ditimbulkannya pada kelapa sawit hanya merupakan efek sekunder dari kehadirannya pada kebun sawit. Mereka adalah salah satu penghuni tetap hutan. Habitatnya meliputi kisaran geografis yang sangat beragam, pada hampir semua ekosistim, mulai dari padang alang-alang, semak belukar, hutan sekunder, hutan payau, hingga hutan pegunungan.

 Jenis babi hutan yang umum dijumpai merusak tanaman kelapa sawit adalah Sus scrofa vittatus. Jenis lain adalah Sus barbatus atau babi janggut, tetapi jarang dijumpai (Sipayung, 1992). Kedua spesies tersebut dilaporkan dijumpai di Sumatera dan Kalimantan. S. s. vittatus mempunyai garis putih di moncongnya, anak-anaknya berwarna coklat bergaris-garis terang, sedangkan S. barbatus berwarna agak muda, kepalanya lebih panjang dan berambut panjang tegak di sekeliling kepalanya. Di Jawa dan Sulawesi dijumpai Sus verrucosus yang berukuran lebih besar dan mempunyai taring panjang di kepalanya dan badannya tidak berbelang (Sudharto dan Desmier de Chenon, 1997).

Babi Hutan

Gambar 1. Babi hutan

Babi hutan terutama menyerang tanaman kelapa sawit yang masih muda atau yang baru ditanam, karena mereka menyukai umbutnya yang lunak. Timbulnya serangan babi hutan pada tanaman kelapa sawit tidak semata-mata karena populasinya yang tinggi di habitatnya dalam hutan yang berdekatan, tetapi erat hubungannya dengan sifat satwa liar ini yang rakus. Selain memakan umbut mereka juga memakan buah sawit yang sudah membrondol di tanah, dan tandan buah di pohon yang masih terjangkau. Dilaporkan bahwa kematian tanaman muda akibat serangan babi hutan di Aceh diperkirakan 15,8% (Sipayung, 1992). Sebagai gambaran kerusakan tanaman kelapa sawit yang diakibatkan serangan babi hutan di beberapa daerah pengembangan disajikan pada Tabel 1. Selain itu, serangannya juga menyebabkan kerusakan pada perakaran terutama terhadap akar-akar makan (feeding roots) di sekitar piringan pohon, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan hara dari tanah dan mendorong timbulnya penyakit akar.

akibat serangan babi hutan

Tanaman sawit porak-poranda dirusak babi hutan

Gambar 2. Gejala serangan babi hutan

Salah satu komponen habitat yang diperlukan oleh babi hutan adalah air dan lumpur, yang digunakan sebagai tempat berkubang. Aktivitas berkubang tertinggi terjadi pada jam 11.00 – 13.00, dan frekuensi aktivitas mencari makan tertinggi terjadi pada jam 05.00 – 07.00 dan 16.00 – 18.00. Daya jangkau terjauh dari serangan babi hutan terhadap perkebunan kelapa sawit adalah 693 m dari tepi hutan dengan rata-rata 522 m (Sipayung, 1992).

Babi hutan jantan dewasa biasanya bergerak dan mencari makan sendiri (soliter), sedangkan yang betina hidup bersama dengan anak-anaknya dalam kelompok 4-50 ekor. Musim kawin ditandai dengan bergabungnya babi hutan jantan dewasa dengan kelompok betina. Seekor babi hutan betina dapat beranak sampai 12 ekor dengan masa bunting 110 hari. Induk babi tersebut dapat beranak lagi setelah 7-8 bulan setelah masa beranak sebelumnya (Sudharto dan Desmier de Chenon, 1997). Mereka menggunakan suaranya untuk berkomunikasi, termasuk untuk memperingatkan adanya bahaya (alarm call) yang mengancam.

www.kliniksawit.com

Ulat Kantung

Ulat kantong termasuk dalam famili Psychidae. Tujuh spesies yang pernah ditemukan pada tanaman kelapa sawit adalahMetisa plana, Mahasena corbetti, Cremastopsyche pendula, Brachycyttarus griseus, Manatha albipes, Amatissa sp. danCryptothelea cardiophaga (Norman et al., 1995). Jenis ulat kantong yang paling merugikan di perkebunan kelapa sawit adalah Metisa plana dan Mahasena corbetti.

Ulat Kantung

Hama Ulat Kantung

Gambar. Ulat kantong Metisa plana

Siklus Hidup dan biologinya

Ciri khas ulat kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang berasal dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, di sekitar daerah serangan (Norman et al., 1995). Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan.

Stadia ulat M. plana terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung sekitar 50 hari. Pada waktu berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, berukuran panjang sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. Stadia kepompong berlangsung selama 25 hari.

Ngengat M. plana betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya. Telur menetas dalam waktu 18 hari. Ulat berukuran lebih kecil dibandingkan dengan M. corbetti yakni pada akhir perkembangannya dapat mencapai panjang sekitar 12 mm, dengan panjang kantong 15-17 mm.

Ngengat M. corbetti jantan bersayap normal dengan rentangan sayap sekitar 30 mm dan berwarna coklat tua. Seekor ngengat M. corbetti betina mampu menghasilkan telur antara 2.000-3.000 butir (Syed, 1978). Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binantang. Ulat sangat aktif makan sambil membuat kantong dari potongan daun yang  agak kasar atau kasar. Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam kantong. Ulat mula-mula berada pada permukaan atas daun, tetapi setelah kantong semakin besar berpindah menggantung di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir perkembangannya, ulat dapat mencapai panjang 35 mm dengan panjang kantong sekitar 30-50 mm. Stadia ulat berlangsung sekitar 80 hari.  Ulat berkepompong di dalam kantong selama sekitar 30 hari, sehingga total siklus hidupnya adalah sekitar 126 hari.

Pengetahuan tentang siklus hidup secara utuh sangat berguna di dalam managemen pengendalian hama ini. Dengan informasi ini, rantai terlemah dari siklus hidupnya didapat sehingga akan membantu dalam menentukan waktu tindakan pengendalian yang tepat. Informasi siklus hidup juga akan memberikan pemahaman biologi yang lebih baik untuk pengelolaan hama.

Kerusakan dan Pengaruhnya Di Lapangan

Serangan ulat kantong ditandai dengan kenampakan tanaman tajuk tanaman yang kering seperti terbakar. Basri (1993) menunjukkan bahwa kehilangan daun dapat mencapai 46,6%. Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan.

Pengendalian Biologi

Parasitoid

Parasitoid memiliki potensi untuk mengendlikan hama secara biologi. Manipulasi lingkungan yang tepat untuk mengendalikan hama ini karena tindakan ini akan memodifikasi lingkungan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan musuh alami.

Parasitoid primer dan sekunder, serta predator mempengaruhi populasi M. plana. Diantara parasitoid primer, Goryhus bunoh, hidup paling lama (47 hari) sedangkan hiperparasitoid yang hidup paling lama adalah P. imbreus. Dolichogenidea metesae merupakan parasitoid paling penting (Basri et al., 1995) yang berkembang baik pada tanaman Cassia cobanensis,termasuk Asystasia intrusa, Crotalaria usaramoensis, dan Euphorbia heterophylla. Kecuali A. intrusa, keberadaan tanaman ini akan bermanfaat karena memberikan nektar untuk parasitoid.

Bacillus thuringiensis

Penggunaan Bacillus thuringiensis (Bt) sebagai insektisida biologi mempunyai banyak keuntungan; toksisitasnya hanya pada serangga target, dan umumnya tidak membahayakan musuh alami, manusia, ikan dan kehidupan lain. Meskipun telah ada percobaan oleh beberapa kebun dalam menggunakan Bt untuk pengendalian ulat kantong, tetapi hanya sedikit keberhasilannya.

Pengendalian Secara Kimiawi

Ulat kantong dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida. Untuk tanaman yang lebih muda (< umur 2 tahun), knapsack sprayer dapat digunakan untuk penyemprotan. Untuk tanaman lebih dari 3 tahun, aplikasi insektisida dapat menggunakan fogging atau injeksi batang. Monocrotophos dan methamidophos merupakan dua insektisida sistemik yang direkomendasikan untuk injeksi batang (Hutauruk dan Sipayung, 1978). Karena bahan bakunya adalah bahan kimia yang sangat berbahaya, ijin harus diperlukan dari Komisi Pestisida untuk tujuan dan cara aplikasi dan saat ini sudah tidak dikeluarkan lagi.

Peluang Pengendalian Ke Depan

Keterbatasan insektisida kimiawi dan lambatnya pengendalian biologi ulat kantong akan menyulitkan pengendalian apabila terjadi eksplosi hama secara besar-besaran. Penggunaan perangkap feromon menjadi salah satu solusi yang terbaik dalam mengendalikan hama ini. Imago yang tertangkap merupakan ngengat jantan, dimana hanya yang jantan yang mampu terbang sedangkan betina tetap berada di dalam kantongnya. Feromon ini merupakan senyawa kimia yang diekstraksi dari ngengat betina. Penggunaan feromon ini akan sangat efektif memutus siklus hidup hama. Hanya saja, keberadaannya saat ini belum ditemukan.

www.kliniksawit.com

Ulat Bulu

Serangga hama yang lain yang terdapat pada tanaman kelapa sawit adalah beberapa macam ulat bulu Dasychira inclusa, Amathusia phidippus, Calliteara horsfielddii, Ambadra rafflesi, dan Pseudoresia desmierdechenoni. Ulat ini masih tergolong hama minor di perkebunan kelapa sawit, tetapi akhir-akhir ini pada beberapa tempat mulai menimbulkan serangan yang cukup serius.

www.kliniksawit.com

Ulat Tandan

Serangga Tirathaba mundella dan T. rufivena dikenal sebagai hama penggerek tandan buah kelapa sawit baik di Indonesia maupun di Malaysia. Pada umumnya hama ini dijumpai terutama pada areal dengan tandan buah dengan fruitset rendah atau terlewat dipanen (Wood & Ng 1974), karena sebagai makanan hama ini. Tirathaba mundella ini biasanya mulai dijumpai di suatu areal kelapa sawit pada saat tanaman sudah mengeluarkan bunga. Pembentukan bunga yang terjadi secara terus-menerus merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan populasi hama ini.

Ulat Tandan

Hama Ulat Tandan

Gambar 1. Larva T. mundella pada tandan kelapa sawit

 Pada saat istirahat ngengat berbentuk segitiga dan berwarna kehijauan untuk T. mundella atau putih keabuan untuk T. rufivena. Rentangan sayapnya berkisar antara 20-25 mm. Ngengat tersebut aktif pada sore menjelang malam hari (Sudharto 2004).

Biasanya telur diletakkan pada tandan buah betina yang sudah mulai membuka seludangnya, meskipun dapat juga dijiumpai pada semua tingkat umur tandan buah. Telur akan menetas dalam waktu sekitar 4 hari.

Larva biasanya dijumpai pada bunga betina, bunga jantan dan tandan buah. Larva muda berwarna putih kotor, sedangkan larva dewasa berwarna coklat muda sampai coklat tua. Larva tua panjangnya 4 cm dan ditumbuhi dengan rambut-rambut panjang yang jarang. Larva tersebut memakan putik bunga dan daging buah kelapa sawit. Stadia ulat berlangsung selama 16-21 hari atau antara 2-3 minggu yang terdiri dari 5 instar. Menjelang berkepompong larva membentuk kokon dari sisa gerekan dan kotorannya yang direkat dengan benang liur pada tandan buah yang diserang.

Pupa kemudian berubah menjadi imago. Pada sayap depan imago terdapat bercak kecil berwarna hijau, sedangkan pada bagian belakang sayap terdapat bercak berwarna coklat muda kekuningan. Imago betina mempunyai ukuran sayap lebih besar yaitu 24mm, sedangkan imago jantan ukuran sayapnya lebih kecil dari 24mm. Pupa berwarna coklat gelap dan stadia pupa berlangsung sekitar 5-10 hari atau sekitar 1,5 minggu, sedangkan stadia imago berlangsung selama 9-12 hari sehingga total siklus hidupnya adalah lebih kurang 1 bulan (Chan 1973; Hartely 1979; Wood & Ng 1974). Dari semua stadia ini yang merusak adalah stadia ulat atau larvanya.

 Gejala dan Kerusakan

Tirathaba mundella banyak menyerang tanaman kelapa sawit muda berumur 3-4 tahunan (Basri et al 1991), tetapi pada kondisi tertentu juga ditemui pada tanaman tua.. Gejala serangannya berupa bekas gerekan yang ditemukan pada permukaan buah dan bunga. Bekas gerekan tersebut berupa faeces dan serat tanaman. Larva T. mundella dan T. rufivena dapat memakan bunga jantan maupun bunga betina. Larva menggerek bunga betina, mulai dari bunga yang seludangnya baru membuka sampai dengan buah matang. Bunga yang terserang akan gugur dan apabila ulat menggerek buah kelapa sawit yang baru terbentuk sampai ke bagian inti maka buah tersebut akan rontok (aborsi) atau berkembang tanpa inti. Akibatnya fruitset buah sangat rendah akibat hama ini. Buah muda dan buah matang biasanya digerek pada bagian luarnya sehingga akan meninggalkan cacat sampai buah dipanen atau juga menggerek sampai inti buahnya. Sisa gerekan dan kotoran yang terekat oleh benang-banang liur larva akan menempel pada permukaan tandan buah sehingga kelihatan kusam.

Pada serangan baru, bekas gerekan masih berwarna merah muda dan larva masih aktif di dalamnya. Sedangkan pada serangan lama, bekas gerek berwarna kehitaman dan larva sudah tidak aktif karena larva telah berubah menjadi kepompong. Serangan hama ini dapat menyebabkan buah aborsi.

Rayap

Rayap pekerja jenis ini biasanya merusak akar, batang dan pangkal pupus terutama pada tanaman muda di lahan gambut. Rayap pekerja berwarna putih, panjangnya 5 mm. Rayap tentara panjangnya 6-8 mm, memiliki kepala besar dan rahang yang kuat. Ratu dapat mencapai panjang 50 mm. Jenis ini bersarang pada kayu busuk di dalam tanah. Lorong-lorong kembara berupa kanal-kanal terbuat dari tanah dan lapukan serat kayu, mudah dijumpai pada dinding-dinding batang dan pelepah, berwarna cokelat agak lembab.

 Pengendaliannya biasanya dengan termitisida. Jenis yang lain adalah Macrotermes gilvus (Hagen), tidak merusak jaringan hidup, tetapi sering membuat sarang berupa gundukan tanah di piringan pohon.