Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Pupuk Organik Kelapa Sawit : Planmate

Pupuk Organik Kelapa Sawit Planmate

Pupuk Organik Kelapa Sawit Planmate

Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan organik dalam tanah, sebagai negara tropika basah yang memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Bahan / pupuk organik Bioplanmate sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.

Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan.

Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Jadi penambahan bahan organik melalui pupuk organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, sekali gus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba.

KEUNGGULAN MENGGUNAKAN PLANMATE:

Pupuk PLANMATE terbukti memberikan hasil lebih maksimal dari hanya sekedar menggunakan produk kompos.
Menghemat biaya karenan biaya mengurangi pemakaian pupuk kimia hingga 50%.
Membantu meningkatkan hasil FFB (Fresh Fruit Bunch) hingga 25%.

Sumber : http://bioplanmate.com/pupuk-organik/pupuk-organik-planmate

Berita/Artikel Menarik Lain Yg Wajib Dibaca :

Cara Membuat Pupuk Organik Cair

Kali ini alamtani akan membahas cara membuat pupuk organik cair. Pupuk organik cair dalam pembahasan ini mengacu pada pengertian pupuk organik dan pupuk kompos yang telah dibahas dalam artikel sebelumnya. Secara singkat bisa dikatakan pupuk organik cair adalah pupuk berfasa cair yang dibuat dari bahan-bahan organik melalui proses pengomposan.

Mengapa harus ditekankan demikian? Karena kami berpandangan pupuk organik tidak hanya mempunyai fungsi sebagai penyedia hara, melainkan juga berfungsi memperbaiki lingkungan sekitar tanaman, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Oleh karena itu pupuk organik bukan sekedar dibuat dari bahan-bahan organik, tetapi juga harus berkerja secara organis juga pada tanaman. Agar bisa dibedakan dengan pupuk organik cair yang banyak beredar dipasaran. Dimana pupuk tersebut dibuat dari bahan organik tetapi pembuatannya tidak melibatkan proses dekomposisi biologi, tetapi lebih menggunakan proses fisik, seperti pemanasan, ekstraksi, penguapan dan lain-lain.

Terdapat dua macam tipe pupuk organik cair yang dibuat melalui proses pengomposan. Pertama adalah pupuk organik cair yang dibuat dengan cara melarutkan pupuk organik yang telah jadi atau setengah jadi ke dalam air. Jenis pupuk yang dilarutkan bisa berupa pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos atau campuran semuanya. Pupuk organik cair semacam ini karakteristiknya tidak jauh beda dengan pupuk organik padat, hanya saja wujudnya berupa cairan. Dalam bahasa lebih mudah, kira-kira seperti teh yang dicelupkan ke dalam air lalu airnya dijadikan pupuk.

Pupuk cair tipe ini suspensi larutannya kurang stabil dan mudah mengendap. Kita tidak bisa menyimpan pupuk tipe ini dalam jangka waktu lama. Setelah jadi biasanya harus langsung digunakan. Pengaplikasiannya dilakukan dengan cara menyiramkan pupuk pada permukaan tanah disekitar tanaman, tidak disemprotkan ke daun.

Kedua adalah pupuk organik cair yang dibuat dari bahan-bahan organik yang difermentasikan dalam kondisi anaerob dengan bantuan organisme hidup. Bahan bakunya dari material organik yang belum terkomposkan. Unsur hara yang terkandung dalam larutan pupuk cair tipe ini benar-benar berbentuk cair. Jadi larutannya lebih stabil. Bila dibiarkan tidak mengendap. Oleh karena itu, sifat dan karakteristiknya pun berbeda dengan pupuk cair yang dibuat dari pupuk padat yang dilarutkan ke dalam air. Tulisan ini bermaksud untuk membahas pupuk organik cair tipe yang kedua.
Sifat dan karakteristik pupuk organik cair

Pupuk organik cair tidak bisa dijadikan pupuk utama dalam bercocok tanam. Sebaiknya gunakan pupuk organik padat sebagai pupuk utama/dasar. Pupuk organik padat akan tersimpan lebih lama dalam media tanam dan bisa menyediakan hara untuk jangka yang panjang. Sedangkan, nutrisi yang ada pada pupuk cair lebih rentan terbawa erosi. Namun di sisi lain, lebih mudah dicerna oleh tanaman.

Jenis pupuk cair lebih efektif dan efesien jika diaplikasikan pada daun, bunga dan batang dibanding pada media tanam (kecuali pada metode hidroponik). Pupuk organik cair bisa berfungsi sebagai perangsang tumbuh. Terutama saat tanaman mulai bertunas atau saat perubahan dari fase vegetatif ke generatif untuk merangsang pertumbuhan buah dan biji. Daun dan batang bisa menyerap secara langsung pupuk yang diberikan melalui stomata atau pori-pori yang ada pada permukaannya.

Pemberian pupuk organik cair lewat daun harus hati-hati. Jaga jangan sampai overdosis, karena bisa mematikan tanaman. Pemberian pupuk daun yang berlebih juga akan mengundang hama dan penyakit pada tanaman. Jadi, ketepatan takaran harus benar-benar diperhatikan untuk mendapatkan hasil maksimal.

Setiap tanaman mempunyai kapasitas dalam menyerap nutrisi sebagai makanannya. Secara teoritik, tanaman hanya sanggup menyerap unsur hara yang tersedia dalam tanah tidak lebih dari 2% per hari. Pada daun, meskipun kami belum menemukan angka persisnya, bisa diperkirakan jumlahnya tidak lebih dari 2%. Oleh karena itu pemberian pupuk organik cair pada daun harus diencerkan terlebih dahulu.

Karena sifatnya sebagai pupuk tambahan, pupuk organik cair sebaiknya kaya akan unsur hara mikro. Sementara unsur hara makro dipenuhi oleh pupuk utama lewat tanah, pupuk organik cair harus memberikan unsur hara mikro yang lebih. Untuk mendapatkan kandungan hara mikro, bisa dipilah dari bahan baku pupuk.

Cara membuat pupuk organik cair
Siapkan bahan-bahan berikut: 1 karung kotoran ayam, setengah karung dedak, 30 kg hijauan (jerami, gedebong pisang, daun leguminosa), 100 gram gula merah, 50 ml bioaktivator (EM4), air bersih secukupnya.
Siapkan tong plastik kedap udara ukuran 100 liter sebagai media pembuatan pupuk, satu meter selang aerotor transparan (diameter kira-kira 0,5 cm), botol plastik bekas akua ukuran 1 liter. Lubangi tutup tong seukuran selang aerotor.
Potong atau rajang bahan-bahan organik yang akan dijadikan bahan baku. Masukkan kedalam tong dan tambahkan air, komposisinya: 2 bagian bahan organik, 1 bagian air. Kemudian aduk-aduk hingga merata.
Larutkan bioaktivator seperti EM4 dan gula merah 5 liter air aduk hingga merata. Kemudian tambahkan larutan tersebut ke dalam tong yang berisi bahan baku pupuk.
Tutup tong dengan rapat, lalu masukan selang lewat tutup tong yang telah diberi lubang. Rekatkan tempat selang masuk sehingga tidak ada celah udara. Biarkan ujung selang yang lain masuk kedalam botol yang telah diberi air.
Pastikan benar-benar rapat, karena reaksinya akan berlangsung secara anaerob. Fungsi selang adalah untuk menyetabilkan suhu adonan dengan membuang gas yang dihasilkan tanpa harus ada udara dari luar masuk ke dalam tong.
Tunggu hingga 7-10 hari. Untuk mengecek tingkat kematangan, buka penutup tong cium bau adonan. Apabila wanginya seperti wangi tape, adonan sudah matang.
Pisahkan antara cairan dengan ampasnya dengan cara menyaringnya. Gunakan saringan kain. Ampas adonan bisa digunakan sebagai pupuk organik padat.
Masukkan cairan yang telah melewati penyaringan pada botol plastik atau kaca, tutup rapat. Pupuk organik cair telah jadi dan siap digunakan. Apabila dikemas baik, pupuk bisa digunakan sampai 6 bulan.

Cara membuat pupuk cair

Penggunaan pupuk organik cair

Pupuk organik cair diaplikasikan pada daun, bunga atau batang. Caranya dengan mengencerkan pupuk dengan air bersih terlebih dahulu kemudian disemprotkan pada tanaman. Kepekatan pupuk organik cair yang akan disemprotkan tidak boleh lebih dari 2%. Pada kebanyakan produk, pengenceran dilakukan hingga seratus kalinya. Artinya, setiap 1 liter pupuk diencerkan dengan 100 liter air.

Untuk merangsang pertumbuhan daun, pupuk organik cair bisa disemprotkan pada tanaman yang baru bertunas. Sedangkan untuk menghasilkan buah, biji atau umbi, pupuk disemprotkan saat perubahan fase tanaman dari vegetatif ke generatif. Bisa disemprotkan langsung pada bunga ataupun pada batang dan daun. Setiap penyemprotan hendaknya dilakukan dengan interval waktu satu minggu jika musim kering atau 3 hari sekali pada musim hujan. Namun dosis ini harus disesuaikan lagi dengan jenis tanaman yang akan disemprot.

Pada kasus pemupukan untuk pertumbuhan daun, gunakan pupuk organik cair yang banyak mengandung nitrogen. Caranya adalah dengan membuat pupuk dari bahan baku kaya nitrogen seperti kotoran ayam, hijauan dan jerami. Sedangkan pada kasus pemupukan untuk pertumbuhan buah, gunakan bahan baku pupuk yang kaya kalium dan fosfor, seperti kotoran kambing, kotoran sapi, sekam padi dan dedak. Kandungan setiap jenis material organik bisa dilihat di tabel berikut.

Secara sederhana bisa dikatakan, untuk membuat pupuk perangsang daun gunakan sumber bahan organik dari jenis daun-daunan. Sedangkan untuk membuat pupuk perangsang buah gunakan bahan organik dari sisa limbah buah seperti sekam padi atau kulit buah-buahan.

Sumber : http://www.alamtani.com/pupuk-organik-cair.html

Artikel/Berita Pertanian Lainnya :

Azospirillum : Bakteri Pupuk Hayati

Muhammad Hatta

Pendahuluan

Produktivitas pertanian saat ini sebagian besar didukung oleh penggunaan bahan kimia yang intensif. Sayangnya, penggunaan bahan kimia ini tidak dilakukan dengan bijaksana. Pestisida digunakan tanpa aturan dan pupuk anorganik digunakan secara berlebihan. Akibatnya, lingkungan menjadi rusak. Banyak ekosistem di sekitar daerah pertanian telah menjadi mati akibat terjadinya ketidakseimbangan pada rantai makanan. Pada suatu titik, bila tidak ada perubahan paradigma, maka produk pertanian akan bermasalah, kuantitas dan mutunya akan terus semakin menurun.

Dewasa ini pupuk anorganik menjadi andalan utama dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas pertanian. Namun, penggunaannya sudah sangat berlebihan dari yang sebenarnya diperlukan oleh tanaman. Dari seluruh jenis pupuk anorganik yang digunakan sebagai input pada pertanian, maka pupuk nitrogen (N) merupakan yang paling banyak dan intensif digunakan petani. Oleh karenanya, pupuk N anorganik inilah yang paling banyak disalahgunakan.

Menurut Cummings dan Orr (2010) kendatipun aplikasi pupuk N anorganik telah memberikan keuntungan yang nyata pada produksi pangan dan ketahanan pangan dunia dalam jangka pendek, namun ada keprihatinan yang meluas terhadap keberlanjutan penggunaan teknologi ini untuk jangka panjang agar dapat terus memberi makan seluruh populasi dunia yang terus meningkat. Penggunaan pupuk N anorganik secara terus menerus akan menyebabkan perusakan tanah pertanian, antara lain sebagai akibat dari hilangnya bahan organik, pemadatan tanah, peningkatan salinitas, dan pencucian nitrat anorganik.

Untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk nitrogen anorganik, diperlukan terobosan baru di bidang pertanian. Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan antara lain irigasi mikro, pertanian organik, eko-pertanian, dan pemanfaatan bakteri akar pemacu pertumbuhan tanaman (BPPT). Dari pilihan yang tersedia saat ini, maka pemanfaatan BPPT merupakan opsi yang menjanjikan. Selain secara ekonomi sangat menguntungkan, BPPT juga sangat ramah lingkungan sehingga diharapkan peningkatan produktivitas hasil pertanian dapat terus berkesinambungan selamanya.

Menurut Aeron et al. (2011) ada beberapa jenis mikroba yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Bakteri tersebut antara lain Actinoplanes, Agrobacterium, Alcaligens, Amorphosporangium, Arthrobacter, Azospirillum, Azotobacter, Bacillus, Burkholderia, Cellulomonas, Enterobacter, Erwinia, Flavobacterium, Gluconacetobacter, Microbacterium, Micromonospora, Pseudomonas, Rhizobia, Serratia, Streptomyces, Xanthomonas. Bakteri ini hidup baik di daerah rhizosfer, sehingga mereka diberi nama rhizobakteri. Namun, artikel ini memfokuskan pada bakteri Azospirillum.

Azospirillum

Azospirillum adalah bakteri yang hidup di daerah perakaran tanaman. Bakteri ini berkembang biak terutama pada daerah perpanjangan akar dan pangkal bulu akar. Sumber energi yang mereka sukai adalah asam organik seperti malat, suksinat, laktat, dan piruvat (Hanafiah et al., 2009).

Azospirillum termasuk bakteri yang hampir dilupakan orang. Sejarahnya, menurut Holguin et al. (1999), Azospirillum pertama sekali diisolasi dari tanah berpasir yang miskin unsur nitrogen di Belanda. Akan tetapi, manfaat dari penemuan ini tidak disadari selama lebih dari 50 tahun sampai Döbereiner and Day pada tahun 1976 melaporkan bahwa rumput yang berasosiasi dengan Azospirillum tidak menunjukkan gejala kekurangan nitrogen dibandingkan dengan rumput sekitarnya yang tanpa Azospirillum. Sejak saat itu, diketahuilah bahwa anggota genus bakteri ini mampu menambat nitrogen atmosfer dan memacu pertumbuhan tanaman.

Pernah suatu ketika, orang berpikir bahwa telah ditemukan bakteri penambat N pada tanam sereal yang serupa dengan bakteri pada kacang-kacangan. Hal ini karena inokulasi dengan Azospirillum spp. dapat meningkatkan hasil sereal di lapangan hingga 30%, bahkan dengan kenaikan yang lebih besar di bawah kondisi rumah kaca. Namun, hasil ini tidak selalu konsisten dan bila diulang sulit mendapatkan hasil yang sama. Faktor yang bertanggung jawab atas penyimpangan hasil ini belum teridentifikasi, terutama karena atribut hubungan antara tanaman-Azospirillum belum dipahami dengan baik.

Tidak seperti Rhizobium, inokulasi tanaman dengan Azospirillum tidak menimbulkan nodulasi pada akar tanaman. Oleh karena itu, bagaimana mekanisme bakteri ini membantu pertumbuhan tanaman tidak sama dengan Rhizobium yang kita kenal. Di antara modus yang diusulkan antara lain: sekresi fitohormon, fiksasi nitrogen, produksi molekul isyarat, produksi nitrit, dan peningkatan penyerapan mineral oleh tanaman. Karena tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung gagasan dari salah satu mekanisme tersebut, maka satu hipotesis aditif telah diusulkan oleh Basan dan Levanony tahun 1990. Gagasan aditif ini mengusulkan bahwa efek menguntungkan dari inokulasi Azospirillum terhadap pertumbuhan tanaman adalah hasil dari semua mekanisme yang disebutkan di atas secara bersamaan atau berurutan (Holguin et al. 1999)

Genus Azospirillum

Menurut Reis et al. (2011), Azospirillum adalah bakteri gram negatif, termasuk dalam phylum alphaproteobacteria. Bakteri ini hidup pada lingkungan dan tanaman yang beraneka ragam, tidak hanya tanaman agronomi yang penting, seperti sereal, tebu, rumput, tetapi juga pada tanaman lain seperti kopi, buah-buahan dan bunga-bungaan. Azospirillum adalah bakteri aerobik kemoorganotrop non-fermentatif, vibroid dan memproduksi fitohormon, terutama auksin. Mereka menggunakan beberapa sumber karbon terutama gula dan alkohol gula.

Sampai saat ini, setidaknya telah ditemukan 15 spesies Azospirillum. Nama spesies Azospirillum yang telah ditemukan beserta sumber karbonnya dapat dilihat pada Tabel 1. Namun demikian, dari sisi fisiologi dan genetik, ada dua spesies yang paling banyak dipelajari, yaitu A. brasilense dan A. lipoferum. Di dalam tanah, keduanya terdapat dalam jumlah yang banyak, khususnya di daerah tropis, yang berasosiasi dengan tanaman rumput, jagung, padi, sorgum, tebu, dan beberapa tanaman lainnya. Namun demikian, selain berasosiasi dengan tanaman, kedua bakteri ini juga berasosiasi dengan kondisi lingkungan lainnya, di bawah suhu tinggi dan kontaminasi.

Spesies ketiga adalah A. amazonense, yang diisolasi dan dideskripsi pada tahun 1983 dari tanaman rumput yang ditanam di daerah Amazon. Spesies ini juga berasosiasi dengan tanaman padi, jagung, dan sorgum serta tanaman rumput lainnya yang tumbuh di bagian Selatan Tengah Brasil.

Spesies yang keempat adalah A. halopraeferans. Spesies ini diisolasi dari rumput kallar (Leptochloa fusca), yang tumbuh di daerah salin di Pakistan dan kelihatannya spesifik pada tanaman tersebut, karena upaya untuk mengisolasi A. halopraeferans dari tanaman lain yang tumbuh di Brasil tidak berhasil. Berikut, spesies baru berhasil diisolasi dari tanaman padi di Irak. Spesies ini diberi nama A. irakense. Walaupun spesies ini belum ada dilaporkan diisolasi dari tanaman lain dan dari negara lain, tetapi spesies ini benar Azospirillum spesies baru. Berikutnya, pada tahun 1997, ditemukan spesies lain dari Conglomeromonas largomobilis subsp. largomobilis yang mirip dengan spesies A. lipoferum dan A. brasilense, tetapi secara nyata cukup berbeda. Spesies ini diberi nama A. largimobile.

Kelompok baru dari spesies Azospirillum terus ditemukan di seluruh dunia. Pada tahun 2001, di Brasil ditemukan spesies baru oleh ilmuwan Brasil Johanna Dobereiner. Untuk menghargai beliau, spesies ini diberi nama A. dobereinerae. Spesies lainnya diisolasi dari tanah pertanaman padi di China pada tahun 1982 dan diberi nama A. oryzae. Kemudian, spesies lain ditemukan dari akar dan batang tanaman Melinis minutiflora Beauv, sehingga diberi nama A. melinis. Pada tahun 2007, dengan menggunakan media semisolid pada pH 7,2 – 7,4, ditemukan dua spesies baru lagi di Kanada, yang diberi nama A. canadense dan A. zeae.

Satu spesies baru berhasil diisolasi dari tanah yang terkontaminasi minyak oleh peneliti Taiwan yang menggunakan nutrisi agar. Spesies tersebut diberi nama A. rugosum. Pada tahun 2009, dua spesies baru berhasil ditemukan lagi, yaitu A. palatum dan A. picis. A. palatum diisolasi dari tanah di China dan A. picis di Taiwan. Terakhir, spesies baru A. thiophilum diisolasi dari Rusia. Walaupun spesies ini memiliki hubungan yang erat dengan spesies Azospirillum lainnya, tetapi spesies ini mampu tumbuh sebagai miksotropik pada kondisi yang mikroaerobik.

Tabel 1. Spesies Azospirillum dan pola penggunaan sumber karbonnya (Reis et al. 2011)

Simbol: + (positif), – (negatif), v (variabel atau tidak konsisten), nd (not determined)

Isolasi Azospirillum spp.

Menurut Eckert et al. (2001) isolasi Azospirillum spp. dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. Akar tanaman tertentu dan tanah rhizosfer diambil dari lapangan di mana tanaman tersebut telah tumbuh lama di sana. Akar-akar tanaman dicuci dengan air steril dan kemudian digerus dalam larutan sukrosa 4% dengan menggunakan mortar dan pastel. Wadah kecil (sekitar 10 ml) yang mengandung 5 ml medium NFb semi-solid bebas nitrogen diinokulasi dengan larutan berseri dari gerusan akar atau suspensi tanah rhizosfer.

Komposisi medium NFb adalah sebagai berikut (L-1): malat (5,0 g), K2HPO4 (0,5 g), MgSO4.7H2O (0,2 g), NaCl (0,1 g), CaCl2.2H2) (0,02 g), bromothymol blue 0,5% dalam KOH 0,2 M (2 mL), larutan vitamin filter steril (1 mL), larutan hara mikro filter steril (2 mL), 1,64 % larutan FeEDTA (4 mL), KOH (4,5 g). Keasaman (pH) disesuaikan menjadi 6,5 dan 1,8 gL-1 agar ditambahkan.

Larutan vitamin (dalam 100 mL) mengandung biotin (10 mg) dan pyridoxol-HCl (20 mg) dilarutkan pada 100 ⁰C dalam water bath. Larutan hara mikro terdiri dari bahan-bahan sebagai berikut (L-1):CuSO4.5H2O (40 mg), ZnSO4.7H2O (0,12 g), H2BO3 (1,4 g), Na2MO4.2H2O (1,0 g), MnSO4.H2O (1,175 g.

Setelah inkubasi 3 – 5 hari pada suhu 30 ⁰C, satu lup kultur ditransfer ke dalam medium semi-solid segar. Pemurnian lebih lanjut dilakukan pada NFb (diberi suplemen 50 mg ekstrak ragi per liter) dan medium DYGS setengah konsentrasi pada media agar. Kultur ini dipelihara pada medium DYGS setengah konsentrasi yang mengandung bahan-bahan sebagai berikut (L-1): glukosa (1,0 g), malat (1,0 g), ekstrak ragi (2,0 g), pepton (1,5 g), MgSO4.7H2O (0,5 g), L-asam glutamat (1,5 g) dan pH disesuaikan menjadi 6,0.

Perilaku Azospirillum

Pertama sekali, bakteri ini mengolonisasi rhizosfer. Pelekatan pada sistem akar dimediasi oleh flagella dan setelah beberapa lama diikuti oleh penyatuan yang tidak dapat balik. Gambar 1 memperlihatkan model kolonisasi yang diusulkan oleh Steenhoudt and Vanderleyden. Flagella lateral tidak esensial pada fase penyerapan proses kolonisasi. Akan tetapi, bagaimanakah prilaku populasi bakteri pada sistem akar tanam ? masih tanda tanya. Apakah quorum sensing (QS) terlibat dalam proses? QS pernah terlihat mengatur pergerakan pada bermacam bakteri, khususnya Serratia (Reis et al., 2011)

Pelekatan yang kuat dari Azospirillum pada akar tanaman merupakan faktor penting bagi asosiasi jangka panjang dengan akar tanaman. Ini dikarenakan tiga hal. Pertama, jika bakteri tidak melekat pada sel epidermis akar, maka senyawa-senyawa yang diekskresi oleh bakteri akan berdifusi ke daerah rhizosfer dan nutrisinya dikonsumsi oleh mikroorganisme lainnya sebelum mencapai tanaman. Ketika bakteri melekat pada akar, maka sebagian dari senyawa-senyawa tersebut akan berdifusi ke dalam ruang interseluler korteks akar. Kedua, tanpa pelekatan yang kuat, air dapat mengangkut bakteri sehingga menjauh dari daerah rhizosplan dan hidup sekarat di lingkungan tanah yang miskin unsur hara. Azospirillum pada umumnya hidup menderita pada kebanyakan tanah tanpa tanaman inang. Ketiga, daerah asosiasi pada akar tanpa Azospirillum melekat kuat menjadi rentan dari koloni lain yang agresif yang mungkin merugikan (Bashan dan Holguin, 1997).

Belakangan diketaui bahwa sel-sel Azospirillum tidak terpencar oleh air perkolasi, tetapi terjerap ke dalam partikel tanah. Pada tanah jenuh air tanpa tanaman, Azospirillum tetap berada pada daerah inokulasi dan tidak bergerak. Oleh karenanya, masuk akal untuk berasumsi bahwa ada mekanisme penyebaran bakteri lain yang efisien, misalnya kemotaksis (Bashan dan Holguin, 1997).

Gambar 1. Azospirillum melekat pada akar tanaman (Bashan dan Holguin, 1997).

Pada kondisi tercekam, bakteri ini mampu membentuk cyst dan floc (agregat makro). Kedua bentuk tersebut meningkatkan daya hidup bakteri. Fenomena ini dapat terjadi akibat umur, kondisi kultur, metal beracun, atau cekaman air. Bentuk cyst Azospirillum brasilensis, yang awalnya dianggap dorman, dijumpai secara fisiologis aktif. Cyst ini mampu mengikat nitrogen tanpa kehadiran sumber karbon luar. Pada kultur yang terus menerus dan kondisi anaerobik, sel cyst Azospirillum brasilense SP-7 dan Sp-245 memperlihatkan aktivitas enzim nitrat reduktase (Cassa´n, 2011).

Mekanisme Azospirillum dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman

Mekanisme pertama yang diusulkan terhadap pemacuan pertumbuhan tanaman oleh Azospirillum hampir sepenuhnya terkait dengan status nitrogen dalam tanaman, melalui fiksasi biologi atau aktivitas enzim reduktase nitrat. Akan tetapi, mekanisme ini kenyataannya kurang berarti dari sisi agronomi dari yang pernah diharapkan. Dengan demikian, mekanisme lain telah dipelajari dan diusulkan untuk genus mikroba ini, antara lain produksi siderophore, pelarutan fosfat, biokontrol fitopatogen, dan proteksi tanaman terhadap cekaman, seperti salinitas tanah, atau senyawa beracun.

Bashan dan Hulguin (1997) mengusulkan hipotesis aditif terhadap mekanisme Azospirillum dalam memacu pertumbuhan tanaman. Mereka menyatakan bahwa kemungkinan lebih dari satu mekanisme yang terlibat pada waktu yang sama. Sebagai contoh, fiksasi N2 berkontribusi kurang dari 5% dari pengaruh Azospirillum pada tanaman. Ini tidak dapat menjelaskan secara penuh peningkatan hasil tanaman. Ketika dikombinasikan dengan pengaruh mekanisme lainnya, kontribusi yang kecil ini dapat menjadi kontribusi yang berarti. Dengan demikian, aktivitas gabungan dari semua mekanisme yang terlibat bertanggung jawab bagi pengaruh yang besar dari inokulasi Azospirillum pada pertumbuhan tanaman.

Reis et al. (2011) menyatakan bahwa Azospirillum spp mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui banyak mekanisme. Ini termasuk fiksasi N2, produksi fitohormon (seperti auksin, sitokinin, dan giberelin), peningkatan penyerapan hara, peningkatan ketahanan cekaman, produksi vitamin, siderophore dan biokontrol, serta pelarutan P.

Namun demikian, salah satu mekanisme yang paling penting adalah kemampuan Azospirillum menghasilkan fitohormon dan ZPT lainnya. Salah satu mekanisme utama yang diusulkan untuk menjelaskan “hipotesis aditif” adalah terkait dengan kemampuan Azospirillum sp. menghasilkan senyawa-senyawa seperti fitohormon. Telah dikenal bahwa sekitar 80% bakteri yang diisolasi dari rhizosfer tanaman mampu memproduksi senyawa IAA. Kemudian, diusulkan bahwa Azospirillum sp. dapat memacu pertumbuhan tanaman melalui ekskresi fitohormon. Saat ini, kita tahu bahwa bakteri ini mampu menghasilkan senyawa-senyawa kimia seperti auksin, sitokinin, giberelin, etilen, dan ZPT lainnya seperti ABA, poliamin (spermidin, spermin, dan cadaverin) dan nitrat oksida (Cassa’n et al., 2011).

Fiksasi nitrogen adalah mekanisme pertama yang diusulkan untuk menjelaskan peningkatan pertumbuhan tanaman setelah diinokulasi dengan Azospirillum. Ini terutama karena ada peningkatan sejumlah senyawa nitrogen dan aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman yang diinokulasi dengan Azospirillum. Akan tetapi, beberapa tahun kemudian, penelitian menunjukkan bahwa kontribusi fiksasi N2 oleh Azospirillum terhadap tanaman sedikit sekali, berkisar antara 5 sampai 18% dari total peningkatan tanaman. Secara umum, kontribusinya kurang dari 5%. Azospirillum mutan-Nif juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sama dengan tipe liarnya. Penemuan ini hampir saja membuat orang meninggalkan aspek fiksasi N2 ini dari Azospirillum, kecuali hanya untuk kajian genetik murni. Akhir-akhir ini, interes terhadap kajian Azospirillum pada aspek fiksasi N2 mulai meningkat. Ditemukan bahwa A. brasilense Sp-7 tidak menyintesis enzim nitrogenase pada suhu 42⁰C dan juga enzim ini tidak stabil pada suhu tersebut. Akan tetapi, pada A. brasilense Sp-9, aktivitas enzim nitrogenase stabil dan menunjukkan aktivitas asetilen reduksi tertinggi pada suhu 42⁰C. Aktivitas enzim nitrogenase Azospirillum ditemukan meningkat ketika ditumbuhkan dalam kultur campuran dengan bakteri lainnya, kendatipun mereka berasal dari habitat yang sangat berbeda. Contoh kasus adalah campuran A. brasilense Cd dengan bakteri Staphylococcus sp. yang meningkatkan fiksasi N2 dari A. brasilense. Pengaruhnya lebih kuat ketika supernatan Staphylococcus ditambahkan pada kultur A. brasilense. Pada kajian lain, fiksasi N2 dari A. brasilense Sp-245 diperkuat oleh penambahan aglutinin kecambah gandum.

Bashan dan Holguin (1997) menyatakan bahwa Azospirillum bisa jadi mempengaruhi tanaman dengan cara memberikan signal kepada tanaman inang. Adanya kenyataan bahwa Azospirillum mempengaruhi metabolisme sel tanaman dari luar sel mengindikasikan bahwa bakteri ini mampu mengekskresi dan memancarkan signal yang melewati dinding sel tanaman dan ditangkap oleh membran tanaman. Interaksi ini menginisiasi rantai peristiwa yang menghasilkan perubahan metabolisme pada tanaman yang diinokulasi. Karena membran tanaman sangat sensitif terhadap perubahan, maka responsnya dapat menjadi petunjuk akan adanya kegiatan Azospirillum pada tingkat seluler.

Selain itu, meningkatnya penyerapan hara mineral pada tanaman sebagai akibat dari inokulasi Azospirillum juga merupakan penjelasan yang populer bagi pengaruh inokulasi pada tahun 1980an. Kendatipun, beberapa kajian ada yang menunjukkan akumulasi nitrogen dan hara mineral lainnya pada tanaman yang diinokulasi, tetapi sebagian penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman tidak mesti karena peningkatan penyerapan hara. Pada saat ini, jalan penjelasan ini agak kurang berkembang.

Azospirillum dapat juga berperan sebagai agen biokontrol terhadap patogen tanaman dalam tanah. Ada beberapa bukti yang mendukungnya. Azospirillum lipoferum M menghasilkan catechol siderophores pada kondisi kekurangan besi, yang menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap beberapa isolat bakteri dan jamur. Contoh lain, dua puluh isolat Azospirillum ditemukan menghasilkan bakteriosin yang menghambat pertumbuhan beberapa bakteri. Namun demikian, ada juga penelitian yang melaporkan bahwa beberapa strain Azospirillum tidak menghasilkan senyawa anti patogen.

Koinokulasi dengan mikroorganisme lain

Azospirillum dapat bersinergi dengan mikroorganisme lain. Koinokulasi didasarkan pada campuran inokulan berupa kombinasi beberapa mikroorganisme yang berinteraksi secara sinergi, atau ketika Azospirillum berfungsi sebagai bakteri “pembantu” untuk memperkuat penampilan mikroorganisme berguna lainnya.

Azospirillum dapat berasosiasi dengan bakteri perombak gula atau polisakarida. Kokultur dapat dianggap sebagai suatu asosiasi metabolik di mana bakteri perombak gula menghasilkan produk rombakan atau fermentasi yang dapat digunakan oleh Azospirillum. Pada kokultur Bacillus dan Azospirillum, rombakan pektin oleh Bacillus dan fiksasi N2 oleh Azospirillum menjadi meningkat. Kokultur A. brasilense dengan Enterobacter cloaceae atau A. brasilense dengan Arthrobacter giacomelloi menghasilkan fiksasi N2 yang lebih efisien dibanding bila mereka sendiri-sendiri. Ketika Azospirillum sp DN64 dikoinokulasi dengan campuran jamur selulotik, aktivitas nitrogenasenya meningkat 22 kali lipat

Dual inokulasi tanaman legum dengan Azospirillum dan Rhizobium ditemukan meningkatkan beberapa peubah pertumbuhan tanaman dibanding dengan inokulasi tunggal. Azospirillum dianggap sebagai pembantu Rhizobium dengan cara menstimulasi nodulasi, fungsi nodulasi, dan kemungkinan metabolisme tanaman. Fitohormon yang dihasilkan oleh Azospirillum memacu diferensiasi sel epidermis pada rambut akar yang kemudian meningkatkan jumlah tempat-tempat yang berpotensi bagi infeksi Rhizobium. Hasilnya, lebih banyak nodul terbentuk. Pada percobaan lapangan, inokulasi kultur campuran Azospirillum dengan Rhizobium secara nyata meningkatkan jumlah total nodul, berat kering nodul, dan jerami, serta memberikan peningkatan hasil biji. Interaksi ini lebih jauh diperkuat oleh adanya bahan organik pada media tumbuh tanaman ((Cassa´n, 2011).

Interaksi Azospirillum dengan Bahan Organik

Menurut Bashan (1999), bahan organik memberikan pengaruh yang beragam terhadap Azospirillum, bisa positif, tapi juga bisa negatif. Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa amandemen tanah dengan bahan organik meningkatkan jerapan dan daya hidup Azospirillum spp. Akan tetapi, ada juga bukti di lapangan bahwa pengaruh bahan organik terhadap Azospirillum spp. di dalam tanah kontradiktif dengan hasil penemuan di laboratorium.

Di India, pemberian bahan organik pada tanah kebun hanya mendukung populasi A. brasilense secara terbatas. Pada penelitian lain, pemberian bahan organik pada tanah dan arang awalnya saja meningkatkan populasi A. brasilense spp., tetapi populasinya kemudian menurun ke taraf yang setara dengan tanpa bahan organis. Di Amerika Serikat, daya hidup A. brasilense dalam bahan pembawa peat dan pasir dimonitor dengan seksama. Hasilnya, awalnya populasi menurun, kemudian populasinya tetap stabil selama 60 hari. Bahan pembawa dengan kandungan peat tertinggi (1-3%) memiliki populasi A. brasilense tertinggi. Di India, penambahan jerami padi pada tanah sawah meningkatkan Azospirillum spp. Bashan dan Vazquez (2000) menemukan bahwa, sementara CaCO3 dan pasir berpengaruh negatif, bahan organik memiliki pengaruh positif terhadap daya hidup Azospirillum spp.

Namun demikian secara umum, bahan organik memberikan pengaruh yang baik bagi daya hidup dan persistensi Azospirillum dalam tanah. Teori terhadap pengaruh negatif bahan organik bisa jadi bahwa pada bahan organik konsentrasi tinggi, total jumlah bakteri dalam tanah telah mencapai 107 – 108 spk per g sehingga bakteri lain berkompetisi dengan Azospirillum yang diinokulasi dalam tanah. Penjelasan lain, bahan organik mungkin telah memberikan hara yang cukup banyak pada tanaman sehingga pengaruh inokulasi bakteri menjadi tertutupi.

Aplikasi Azospirillum di Bidang Pertanian

Aplikasi Azosprillum dibidang pertanian masih sangat terbatas. Di banyak Negara aplikasi Azospirillum masih dalam skala kecil . Namun demikian, di beberapa negara di Amerika Latin, Azospirillum telah mulai digunakan secara komersial dan dalam skala yang luas. Berikut Bashan dan Holguin (1997) dan Reis et al. (2011) menjelaskan perkembangan aplikasi Azospirillum di beberapa belahan dunia,

Inokulum Azospirillum generasi pertama dalam skala kecil diintroduksi secara perlahan kepada pasar pertanian. Faktor utama yang menghalangi introduksi Azospirillum dalam skala besar adalah hasil yang tidak konsisten dan tidak dapat diprediksi. Kelemahan ini telah diketahui sejak awal dari aplikasi Azospirillum dan menyurutkan minat dari pengguna komersial. Dua puluh tahun evaluasi dari data percobaan lapangan menunjukkan bahwa 60 – 70 % dari seluruh percobaan berhasil dengan peningkatan hasil yang nyata, berkisar antara 5 sampai 30%. Faktor keberhasilan utama adalah aplikasi sel hidup secara hati-hati dan perawatan percobaan dengan benar. Sel-sel bakteri haruslah diambil dari fase eksponen, bukan dari inokulum pada fase stasioner. Walaupun, inokulasi lapangan belum menjadi area utama dari penelitian Azospirillum saat ini, beberapa percobaan lapangan dan rumah kaca akhir-akhir ini, khususnya pada sereal, sekali lagi menunjukkan potensial yang menjanjikan (Bashan dan Holguin, 1997).

Menurut Reis et al. (2011) pemanfaatan bakteri sebagai produk inokulum merupakan tujuan yang ideal, berdasarkan penampilan inokulan Rhizobium, khususnya di Brasil, di mana 100 persen produksi menggunakan bakteri dan bukan pupuk untuk mendapatkan 100 persen N yang dibutuhkan bagi hara tanaman. Setelah percobaan yang begitu lama, mengisolasi dan mendeskripsi Azospirillum, akhirnya beberapa upaya juga dilakukan untuk mendapatkan produk komersial yang menggunakan bakteri ini.

Teknologi ini juga didasarkan pada produk Rhizobium yang diaplikasikan pada penyelubung benih dalam campuran dengan peat atau menggunakan bermacam formulasi larutan yang berbeda. Pada mulanya, hanya A. brasilense dipilih sebagai inokulan. Di Amerika Serikat, satu produk yang disebut Azo-GreenTM, yang diproduksi oleh perusahaan yang bernama Genesis Turfs Forages, direkomendasikan diberikan pada benih untuk meningkatkan perkecambahan, sistem akar, tahan kekeringan, dan kesehatan tanaman. Di Italia, Jerman, dan Belgia, produk lain yang mengandung campuran A. brasilense (strain Cd) dan A. lipoferum (strain Br17) diformulasikan dalam campuran vermikulit atau formula larutan. Nama komersialnya adalah Zea-NitTM dan diproduksi oleh Heligenetics dan mereka merekomendasikan pengurangan 30 – 40 % pupuk N bagi tanaman. Di Prancis, AzoGreenTM lain digunakan pada jagung dengan kenaikan hasil 100%.

Di Meksiko, satu produk yang bernama “Fertilizer for Maize” dikembangkan oleh Universitas Puebla dan diaplikasikan pada 5000 ha lahan pada tahun 1993. Lebih baru lagi, pada tahun 2008, produk inokulan lain yang berbasis Azospirillum dikembangkan untuk tanaman kopi di Meksiko dan aplikasinya menunjukkan adanya penurunan waktu siklus penologi tanaman. Uruguay juga mempunyai produk yang diberi nama GraminanteTM yang dikomersialkan dalam bentuk tepung yang dicampur dengan kalsium karbonat.

Terkait dengan spesies dan strain bakteri yang digunakan, yang berbeda di tiap Negara, pertanyaannya mengapa spesies tersebut merupakan yang terbaik?. Hasil evaluasi ternyata bahwa kedua spesies dan strain yang digunakan menunjukkan hasil yang negatif pada produksi siderophore dan pelarut fosfat. Hasil positif ada produksi fitohormon IAA, sitokinin (zeatin), GA3, etilen, putrescine, spermidin, spermin, dan cadaverin. Kenyataan ini memiliki implikasi teknologi yang penting terhadap formulasi inokulan, karena strain yang berbeda menghasilkan konsentrasi zat pertumbuhan tanaman (ZPT) yang berbeda.

Selain itu, penting juga untuk mempertahankan kualitas inokulan agar memberikan kolonisasi atau invasi akar yang efisien. Penting untuk menyesuaikan densitas sel (minimum 109 per gram) hidup, bebas kontaminan, dan secara agronomi terbukti strain yang diberikan mampu memberikan hasil tanpa atau dengan dosis rendah pupuk nitrogen atau meningkatkan hasil bersama pupuk nitrogen.

Pada tahun 2009, satu perusahaan di Brasil menjual produk berbahan Azospirillum untuk diaplikasikan pada jagung dan padi. Di Argentina, ada beberapa perusahaan yang menghasilkan dan menjual inokulan berbahan A. brasilense yang diaplikasikan dalam bentuk solid (tepung) atau formula cair pada tanaman komersial yang berbeda (seperti padi, jagung, gandum, bunga matahari, sorgum, dsb.). Sekarang ini, dengan realitas untuk menghasilkan lebih banyak pangan dengan biaya yang lebih sedikit, dan tanpa polusi lingkungan, maka pemupukan dengan pupuk hayati merupakan alternatif bagi pertanian yang berkelanjutan.

Walaupun keuntungan dari inokulasi dengan Azospirillum sp. telah dijelaskan panjang lebar, upaya untuk mengisolasi strain baru dan mengevaluasi karakteristik terhadap pemacu pertumbuhan tanaman dalam lingkungan yang alami haruslah terus dilakukan untuk mendukung penggunaannya di bidang pertanian sebagai inokulan atau pupuk hayati.

DAFTAR PUSTAKA

Aeron, A., S. Kumar, P. Pandey, and D.K. Maheshwari. 2011. Emerging Role of Plant Growth Promoting Rhizobacteria in Agrobiology. Pp 1 – 36. In Bacteria in Agrobiology: Crop Ecosystems. D.K. Maheshwari (ed.), DOI 10.1007/978-3-642-18357-7_1, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Bashan, Y. 1999. Interactions of Azospirillum spp. in soils: a review. Biol Fertil Soils (1999) 29: 246–256 Q Springer-Verlag.

Bashan, Y. and G. Holguin. 1997. Azospirillum-plant relationships: environmental and physiological advances (1990-1996). Can. J. Microbiol. Vol. 43, 1997 : 103 – 121. NRC Canada

Bashan, Y. and P. Vazquez. 2000. Effect of calcium carbonate, sand, and organic matter levels on mortality of five species of Azospirillum in natural and artificial bulk soils. Biol Fertil Soils 30:450–459 Q Springer-Verlag.

Cassa´n, F., D. Perrig, V. Sgroy, and V. Luna. 2011. Basic and Technological Aspects of Phytohormone Production by Microorganisms: Azospirillum sp. as a Model of Plant Growth Promoting Rhizobacteria. In Bacteria in Agrobiology: Plant Nutrient Management. D.K. Maheshwari (ed.). DOI 10.1007/978-3-642-21061-7_7, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Cummings, S. P. and C. Orr. 2010. The Role of Plant Growth Promoting Rhizobacteria in Sustainable and Low-Input Graminaceous Crop Production. In Plant Growth and Health Promoting Bacteria. D.K. Maheshwari (ed.). Microbiology Monographs 18, DOI 10.1007/978-3-642-13612-2_13, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Eckert, B., O. B. Weber, G. Kirchhof, A. Halbritter, M. Stoffels, and A. Hartmann. 2001. Azospirillum doebereinerae sp. nov., a nitrogen-fixing bacterium associated with the C4-grass Miscanthus. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology 51, 17–26. Great Britain.

Hanafiah, A. S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Uviversitas Sumatera Utara. 409 hlm.

Holguin, G., C. L. Patten, and B. R. Glick. 1999. Genetics and molecular biology of Azospirillum. Biol Fertil Soils 29: 10–23 Q Springer-Verlag.

Reis, V. M., K.R. d. S. Teixeira, and R. O. Pedraza. 2011. What Is Expected from the Genus Azospirillum as a Plant Growth-Promoting Bacteria? In Bacteria in Agrobiology: Plant Growth Responses. D.K. Maheshwari (ed.). DOI 10.1007/978-3-642-20332-9_6, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Sumber : http://emhatta.wordpress.com/2013/04/20/azospirillum-bakteri-pupuk-hayati/

Artikel/Berita Pertanian Lainnya :

Pengertian Pupuk Hayati

Pengertian Pupuk HayatiPupuk hayati (biofertilizer) seringkali dianggap sebagai pupuk organik. Kekeliruan ini sepertinya sepele, namun bisa berakibat fatal jika terdapat kesalahan dalam menggunakannya. Pada kesempatan ini alamtani akan membahas mengenai pengertian dan fungsi pupuk hayati.

Permentan No.2 tahun 2006, menggolongkan pupuk hayati kedalam pembenah tanah, bukan pupuk organik. Pembenah tanah itu sendiri bisa organik ataupun non organik. Pupuk hayati termasuk dalam pembenah tanah yang terdiri dari organisme hidup atau organik.

Pupuk organik didefinisikan sebagai sekumpulan material organik yang terdiri dari zat hara (nutrisi) bagi tanaman, didalamnya bisa mengandung organisme hidup atau pun tidak. Sedangkan pupuk hayati merupakan sekumpulan organisme hidup yang aktivitasnya bisa memperbaiki kesuburan tanah.

Dalam prakteknya bisa saja satu pupuk organik mengandung agen hayati ataupun sebaliknya. Meskipun begitu, tidak semua pupuk organik yang mengandung mikroorganisme hidup dikatakan sebagai pupuk hayati. Kondisi mikroorganisme dalam pupuk hayati harus memenuhi syarat kualitas tertentu.

Fungsi pupuk hayati

Terdapat dua peran utama pupuk hayati dalam budidaya tanaman, yakni sebagai pembangkit kehidupan tanah (soil regenerator) dan menyuburkan tanah kemudian tanah memberi makan tanaman (Feeding the soil that feed the plant). Mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk bekerja dengan cara:

Penambat zat hara yang berguna bagi tanaman. Beberapa mikroorganisme berfungsi sebagai penambat N, tanpa bantuan mikroorganisme tanaman tidak bisa menyerap nitrogen dari udara. Beberapa berperan sebagai pelarut fosfat dan penambat kalium
Aktivitas mikroorganisme membantu memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi.
Menguraikan sisa-sisa zat organik untuk dijadikan nutrisi tanaman.
Mengeluarkan zat pengatur tumbuh yang diperlukan tanaman sperti beberapa jenis hormon tumbuh.
Menekan pertumbuhan organisme parasit tanaman. Pertumbuhan mikroorganisme baik akan berkompetisi dengan organisme patogen, sehingga kemungkinan tumbuh dan berkembangnya organisme patogen semakin kecil.
Kualitas pupuk hayati

Beradasarkan penelitian Simanungkalit, dkk dalam Pupuk hayati dan pembenah tanah yang diterbitkan Balitbang Pertanian tahun 2006, kualitas pupuk hayati bisa dilihat dari parameter berikut :

Jumlah populasi mikroorganisme, jumlah mikroorganisme hidup yang terdapat dalam pupuk harus terukur. Bila jumlahnya kurang maka aktivitas mikroorganisme tersebut tidak akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman.
Efektifitas mikroorganisme, tidak semua mikroorganisme memberikan pengaruh positif pada tanaman. Bahkan beberapa diantaranya bisa menjadi parasit. Hanya mikroorganisme tertentu yang bisa dijadikan sebagai pupuk hayati. Sebagai contoh, jenis Rhizobium yang bisa menambat nitrogen, atau Aspergillus niger sebagai pelarut fosfat.
Bahan pembawa, fungsinya sebagai media tempat mikroorganisme tersebut hidup. Bahan pembawa harus memungkinkan organisme tetap hidup dan tumbuh selama proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga pupuk siap digunakan.
Masa kadaluarsa, sebagai mana mahluk hidup lainnya mikroorganisme tersebut memiliki siklus hidup. Apabila mikroorganisme dalam pupuk hayati telah mati, pupuk tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pupuk hayati. Untuk memperpanjang siklus hidup tersebut, produsen pupuk biasanya mengemas mikroorganisme tersebut dalam keadaan dorman. Sehingga perlu aktivasi kembali sebelum pupuk diaplikasikan pada tanaman. Pupuk hayati yang benar seharusnya mencantumkan tanggal kadaluarsa dalam kemasannya.
Jenis-jenis pupuk hayati

Dewasa ini dikenal dua jenis pupuk hayati dari kandungan mikroorganismenya, yakni tunggal danmajemuk. Pupuk hayati tunggal hanya mengandung satu jenis mikroba yang memiliki satu fungsi, semisal mikroba dari jenis Rhizobium sebagai penambat nitrogen. Sedangkan pupuk majemuk biasanya memiliki lebih dari tiga jenis mikroba.

Jenis pupuk hayati majemuk dikembangkan belakangan ini. Di Indonesia pupuk hayati yang beredar dipasaran kecenderungannya dari jenis majemuk. Sedangkan di negara-negara maju lebih banyak jenis tunggal.

Bentuk pupuk hayati yang beredar di pasaran biasanya berbentuk cair dan padat (tepung). Merek-merek yang terkenal diantaranya EM4, Sumber Subur dan M-Bio. Sedangkan yang berbentuk padat antara lain Evagrow dan Solagri.
Penggunaan pupuk hayati

Di pasaran, biasanya pupuk hayati dijual lebih tinggi dari pupuk organik biasa. Bahkan jenis pupuk hayati yang berupa biang atau disebut juga agen hayati dijual dengan harga yang sangat mahal. Karena pupuk tersebut diperuntukkan sebagai biang, sehingga petani bisa memperbanyak sendiri.

Pupuk hayati dapat diaplikasikan pada tanah, daun, akar, batang, bunga atau benih. Pupuk ini biasanya efektif diaplikasikan pada tanah yang memiliki kandungan organik tinggi. Mikroorganisme yang terdapat didalamnya membutuhkan kondisi yang baik untuk tumbuh dan berkembang.

Pada tanah yang miskin kandungan organik, mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk hayati bisa saja mati dan tidak berkembang. Penggunaan pupuk hayati pada tanah yang miskin kandungan organik sebaiknya dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik seperti kompos atau pupuk kandang. Jika tidak dikombinasikan, bisa jadi pemberian pupuk hayati akan sia-sia.

Sumber : http://www.alamtani.com/pupuk-hayati.html

Artikel/Berita Pertanian Lainnya :

Pupuk Hayati Cair Dengan Mikroorganisme Lokal (MOL)

Pupuk Hayati Cair Dengan Mikroorganisme LokalPupuk hayati cair adalah cairan yang mengandung mikroorganisme hidup. Apabila disiramkan pada benih, tanah perakaran dan bagian tubuh tanaman lainnya, mikroorganisme akan memproduksi nutrisi, hormon pertumbuhan, antibodi dan berbagai senyawa bermanfaat lainnya untuk tanaman.

Umumnya mikroorganisme dalam pupuk hayati adalah koloni bakteri dan atau fungi yang hidup di rhizosfer (kira-kira kedalaman 5 cm di dalam tanah). Pada dasarnya di lingkungan pertanian atau perkebunan sudah terdapat mikroorganisme, hanya saja karena kondisi tertentu misalnya kurangnya bahan organik (dibawah 2%) dapat menyebabkan populasi mikroorganisme menjadi sangat sedikit sehingga tidak bisa memberikan nutrisi dan berbagai senyawa bermanfaat bagi tanaman.

Saat ini di pasaran banyak sekali dijual berbagai merek pupuk hayati cair maupun padat. Umumnya pupuk hayati yang berbentuk cair lebih susah didapatkan oleh petani dan pekebun di luar pulau Jawa. Sebenarnya pupuk hayati cair bisa dibuat sendiri, mikroorganisme yang diinokulasi adalah mikroorganisme lokal yang berada di sekitar lahan kita.

Sejak tahun 2010 saya dan teman-teman telah mencoba berbagai merek pupuk hayati cair dan padat yang ada di pasaran, kebanyakan pupuk hayati berbentuk cair memerlukan adaptasi, rata-rata sekitar 3 bulan baru terlihat respon peningkatan pertumbuhan tanaman pada lahan yang diberi pupuk hayati.

Jika menggunakan pupuk hayati padat dan pupuk hayati cair dengan mikroorganisme lokal respon peningkatan pertumbuhan tanaman bisa terlihat dalam waktu 1-2 minggu, saya menduga mikroorganisme di dalam pupuk hayati harus beradaptasi dulu atau mereka harus berkompetisi dulu dengan mikroorganisme yang sudah ada dalam tanah perkebunan, karena keterbatasan peralatan dan pengetahuan saya hanya bisa menduga-duga.
Pupuk Hayati Cair Bisa Dibuat Sendiri

Setahun silam kebetulan saya melihat video tutorial membuat pupuk hayati cair di Youtube, tutorialnya mudah diikuti, bagi yang kesulitan dengan bahasa Inggris saya akan buat terjemahan. Berikut ini Videonya:


Sumber : http://jurnalagrikultur.wordpress.com/2013/10/07/pupuk-hayati-cair-dengan-mikroorganisme-lokal-mol/

Artikel/Berita Pertanian Lainnya :

Pupuk dan Pestisida Hayati dari Air Kencing Kelinci Yang Ajaib

Air Kencing Kelinci bisa menjadi pupukBOGOR. Selain rupa elok dan daging yang lezat, ternyata kelinci memiliki kelebihan lain yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian yakni sebagai pupuk dan pestisida hayati. Air kencing kelinci merupakan cairan yang mampu memberikan suplai nitrogen yang cukup tinggi bagi tanaman, hal ini disebabkan oleh tingginya kadar nitrogen yang terdapat didalamnya.

Jika dibandingkan dengan hewan pemakan rumput lainnya, air kencing kelinci memiliki kadar Nitorgen yang tinggi karena kebiasaannya yang tidak pernah minum air dan hanya mengkonsumsi hijauan saja.

Susan Lusiana, koordinator Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Pertanian Berkelanjutan Serikat Petani Indonesia (SPI) mengungkapkan bahwa hasil penelitian Badan Penelitian Ternak (Balitnak) pada tahun 2005 menjelaskan kalau kotoran dan urine kelinci memiliki kandungan unsur N, P, K yang lebih tinggi (2.72%, 1.1%, dan 0,5%) dibandingkan dengan kotoran dan urine ternak lainnya seperti kuda, kerbau, sapi, domba, babi dan ayam.

“Jadi, jika air kelinci ini dipadukan dengan kotoran kelinci dan dijadikan pupuk maka pupuk ini akan memiliki kandungan kandungan 2,20% Nitrogen, 87% Fosfor , 2,30% Potassium, 36 Sulfur%, 1,26% Kalsium, 40% Magnesium,” jelas Susan.

Susan juga menyampaikan bahwa tingginya manfaat dari kelinci ini mendorong Pusdiklat Pertanian Berkelanjutan SPI untuk mengembangkan usaha peternakan kelinci.

Saat ini Pusdiklat SPI sedang membudidayakan 10 kelinci hias yang kotoran dan air kencingnya diolah dan digunakan untuk pestisida dan pupuk hayati.

“Dari 10 ekor kelinci tersebut, rata-rata air kencing yang dihasilkan sekitar 2 liter perhari. Air kencing ini bisa diaplikasikan langsung ke tanaman ataupun dicampur dengan kotorannya untuk dibuat pupuk cair kelinci. Kotoran kelinci juga bisa diolah terpisah dan digunakan sebagai bahan pembuatan kompos yang dicampur dengan bahan-bahan lainnya, ” Jelas Susan.

Susan mengungkapkan bahwa mengumpulkan air kencing dan kotoran kelinci tidaklah sulit. Cukup dengan meletakkan wadah di bawah kandang, tetes demi tetes air kencing kelinci dikumpulkan. Cara pembuatannya cukup mudah dan sederhana. Air kencing kelinci yang sudah dikumpulkan lalu dipindahkan ke dalam jerigen.

Pupuk dari air kencing kelinciSebelum digunakan, terlebih dahulu air kencing kelinci dicampur air. Takaran yang digunakan sesuai dengan kebutuhan. Untuk 10 liter air diperlukan 0.5 liter air kencing kelinci. Selanjutnya proses penyemprotan dilakukan mulai dari satu tanaman ke tanaman lain dengan merata.. Sebaiknya, setelah disemprot tidak terkena hujan agar pupuk langsung diserap tanaman.

Air kencing kelinci terbukti telah meningkatkan kualitas tanaman daun yang ditanam di pudiklat SPI. Pada bayam contohnya, daun bayam yang disiram oleh air kencing kelinci terlihat lebih hijau dibandingkan dengan bayam yang tidak diberi air kencing kelinci.Untuk peningkatan produktivitas, saat ini pusdiklat tengah melakukan penelitiannya.

Saat ini pusdiklat SPI masih menggunakan air ken- cing kelinci untuk kepentingan sendiri dan dijual terbatas untuk anggota. Harga air kencing kelinci di pasaran berkisar antara Rp 10.000- Rp15.000 per 250 ml.

“Harganya yang masih cukup tinggi ini menjadi potensi bisnis yang cukup besar dan bisa dijadikan usaha ntuk pemberdayaan petani anggota SPI tentunya dengan menggunakan mekanisme koperasi,” tambah Susan.

Sumber : http://www.spi.or.id/?p=3350

Artikel/Berita Pertanian Lainnya :

Siswono Usul Harga Pupuk Dinaikkan

Wisnu Artosubari – 19 November 2014

Jakarta: Sebagian subsidi bahan bakar minyak atau BBM khususnya premium dan solar dicabut pemerintah dan harganya pun naik. Kini ada usulan agar subsidi terhadap pupuk juga ditarik yang artinya harga dinaikkan, karena banyak penyalahgunaan.

“Saya menemukan ada pupuk bersubsidi untuk petani kita ditemukan di Malaysia atau daerah perkebunan. Padahal, subsidi pupuk untuk pertanian kita sekitar Rp21 triliun per tahun,” tutur pengamat pertanian Dr Ir Siswono Yudhohusodo di Jakarta Rabu (19/11/2014). Karenanya, ia mengusulkan agar subsidi untuk pupuk itu dicabut.

Siswono yang pernah menjadi Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menyebut bahwa di Malaysia pun tidak ada subsidi pupuk untuk petani. Bantuan pemerintah Malaysia bagi petani ialah langsung memberikan bantuan dana kepada petani yang menggarap sawahnya.

Tidak heran, Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila itu pun setuju kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi alias mencabut sebagian subsidi negara terhadap BBM mulai Selasa (11/11/2014). Alasannya, kini Indonesia telah menjadi salah satu negara importir BBM terbesar di dunia.

“Sekarang kita impor BBM setiap hari sekitar 850 ribu barel. Sekitar 30 tahun lalu kita masih bisa ekspor 800 ribu barel per hari,” terangnya.

Selain produksi minyak nasional yang terus merosot dan kebutuhan yang semakin membeludak, subsidi BBM perlu dicabut karena banyak penyelewengan.

Dikatakan, setiap hari banyak kapal yang menyelundupkan BBM ke luar negeri tapi yang dapat ditangkap hanya 1-2 kapal setiap hari. Begitu pula, banyak penikmat subsidi yang tidak layak.

“Yang punya mobil Innova seharusnya orang mampu tapi kita lihat mereka membeli premium,” tandas Siswono.

ADF

Sumber :

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/11/19/320873/siswono-usul-harga-pupuk-dinaikkan

Petani Mulai Kesulitan Pupuk

 27 November 2014

MARTAPURA-OKUT, BeritAnda – Masuk musim tanam rendeng (tanam raja -red) awal tahun 2015, para petani disulitkan dengan naiknya harga pupuk.

Harga eceran pupuk urea yang normalnya Rp90 ribu perkilo, saat ini harganya mencapai Rp105 ribu. Sementara untuk pupuk NPK harganya mencapai Rp130 ribu sampai Rp150 ribu perkilo.

Mahalnya harga pupuk tersebut sangat memberatkan para petani, yang saat ini sudah dibebani dengan kenaikan harga BBM, biaya tanam dan harga obat-obatan.

“Situasi saat ini sangat sulit mas. Kita masih dalam situasi paceklik, sementara kebutuhan untuk memulai musim tanam cukup mendesak. Para petani saat ini kehidupannya seperti terjepit,” kata Sugani, warga Kumpul Rejo, BK 4, Belitang.

Menurutnya, kenaikan harga pupuk seharusnya tidak perlu terjadi kalau pemerintah memahami keadaan para petani. Apalagi penjualan pupuk sepenuhnya dikontrol oleh pihak pemerintah.

“Harga eceran tertinggi pupuk kan ada. Kenapa setelah sampai ke tangan petani harga pupuk bisa melambung tinggi,” katanya.

Terpisah, Giarto (45) petani asal Belitang Madang Raya ini mengatakan, naiknya harga pupuk benar-benar memberatkan para petani. Harga satu pasang pupuk, urea dan NPK masing-masing satu karung mencapai harga Rp350 ribu.

“Harganya begitu mahal dan kami kesulitan mendapatkan pupuk. Kalau menghadapi musim tanam seperti ini, keberadaan pupuk menjadi langka,” katanya.

Kesulitan petani bukan hanya masalah mahalnya harga pupuk, namun warga harus menghadapi mafia pupuk. Para petani diwajibkan membeli pupuk dengan berpasangan.

“Jika tidak membeli pupuk jenis NPK yang ditawarkan oleh pedagang, kami tidak boleh membeli pupuk urea. Jenis pupuk NPK inilah yang kadang dinaikkan sesuka pengecer,” kata

“Ini namanya pemerasan tidak langsung kepada para petani. Kami sangat keberatan dengan kondisi ini. kami selalu disulitkan oleh keadaan,” ujarnya.

(Yanto)

Sumber :

http://www.beritanda.com/index.php/nusantara/sumatera/sumatera-selatan/3234-petani-mulai-kesulitan-pupuk#sthash.yREtIkMo.dpuf

Diselewengkan, Harga Pupuk Bengkak Dua Kali Lipat

Sabtu, 29 November 2014

TEMPO.CO , Jakarta:Pemerintah diminta memberantas penyelewengan subsidi pupuk. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan penyelewengan membuat harga pupuk membengkak hingga dua kali lipat. “Pemerintah harus mengubah sistem pertanian mulai dari membenahi penyelewengan pupuk dan menjalankan sistem pertanian ekologis,” ujar Henry saat dihubungi Tempo, 28 November 2014. (Baca : PT Pusri Siapkan 180 Ribu Ton Urea Bersubsidi)

Henry mengatakan penyelewengan membuat harga pupuk bersubsidi menjadi tidak wajar. Dia mencontohkan harga pupuk urea per sak seharga Rp 60 ribu, namun ketika pupuk tersebut diselewengkan harganya menjadi Rp 120 ribu. “Harga pupuk subsidi jadi dua kali lipat,” ujar Henry. (Baca : Pemerintah Tunggak Subsidi Rp 1,4 Triliun ke Pupuk)

Pupuk yang disalurkan pemerintah, kata Gatot, seharusnya juga didominasi dengan pupuk organik bukan pupuk kimia. Pada tahun ini, jumlah pupuk urea sebanyak 4,1 juta ton, sedangkan pupuk organik hanya 1,1 juta ton. Jumlah tersebut diperkirakan tak jauh berbeda pada tahun depan.

Henry berharap pemerintah mampu membenahi sistem pertanian dari mulai bentuk penyelewengan hingga pertanian ekoligis sehingga tercapai kedaulatan pangan. “Itu sudah sesuai dengan visi Presiden Jokowi,” ujar Henry.

Direktur Jendral Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Gatot Irianto menyatakan kebutuhan subsidi pupuk pada 2015 bakal tercukupi hingga akhir tahun. Pemerintah akan memastikan bahwa pupuk subsidi sampai di tangan petani. “Sehingga tepat pada sasaran,” ujar Gatot saat dihubungi Tempo, Jumat, 28 November 2014 .

Sepanjang tahun ini, subsidi pupuk berjumlah 7,7 juta ton dan membengkak 1,8 juta menjadi 9,5 juta ton. Sedangkan pada 2015, jumlah pupuk bersubsidi tetap sama dengan tahun ini yaitu 9,5 juta ton.

Jumlah tersebut, kata Gatot, mampu memenuhi kebutuhan pupuk petani. Dia berjanji akan mengawasi distribusi pupuk sehingga tidak ada penimbunan yang menyebabkan kelangkaan. “Untuk menghindari adanya penyelewangan,” ujar Gatot.

Penyelewengan tersebut, kata Gatot, terjadi karena adanya disparitas harga. “Itu yang menyebabkan kelangkaan pupuk,” kata Gatot.

DEVY ERNIS

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/11/29/090625198/Diselewengkan-Harga-Pupuk-Bengkak-Dua-Kali-Lipat

Asam Humat, Solusi Mengatasi Kesuburan Tanah

Petani asal Desa Parakan Salak, Kecamatan Parakan Salak, Sukabumi, Jawa Barat itu dibantu beberapa orang buruh tani yang tak lagi muda dengan semangat merontokkan bulir-bulir gabah dengan cara “gepyokan” (memukulkan rumpun batang padi yang telah dipotong ke batu atau kayu hingga bulir gabah terlepas). Varietas yang ditanamnya adalah Ciherang.

Sebagai petani yang menekuni profesi secara turun-temurun, Adi mengaku memakai metode sederhana dalam menggarap sawahnya. Hanya berbekal cangkul tanpa traktor, apalagi peralatan canggih lainnya karena terkendala biaya sewa yang mahal. Belum lagi harga bibit, benih, dan pupuk yang kian melambung.

Beban pria berkulit sawo matang ini kian bertambah ketika harus mengeluarkan biaya hingga Rp 8 juta per musim tanam. Modal sedemikian besar itu tak jarang harus dipinjam dari tengkulak. Tiada akses kredit lunak perbankan yang menyentuhnya.

Solusi Kesuburan Tanah

Persoalan lain yang petani hadapi kini adalah makin kritisnya kondisi lahan pertanian dengan berkurangnya kesuburan tanah. Teknologi untuk meningkatkan kesuburan tanah sebenarnya sudah ada yaitu dengan menggunakan pupuk berteknologi asam humat. Teknologi ini telah dipakai dalam program Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) yaitu Speklok.

Speklok atau Spesifik Lokasi adalah bantuan Ristek untuk mengatasi kesuburan tanah yang tergantung kondisi daerah. Untuk kegiatan tersebut Ristek menggandeng PT. Global Growth untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian.

Afri Chandra, Technical Support Manager PT. Global Growth mengatakan, bersama tim pihaknya membantu petani dengan memberikan pendampingan dan pemupukan selama satu musim tanam. Humika merupakan produk pupuk berteknologi asam humat yang diperkenalkan ke petani.

Pendampingan dari PT. Global Growth mulai dari perendaman benih, persiapan lahan, persisnya adalah sebelum tanam, serta setelah lahan siap tanam. Setelah itu pemupukan dan pemeliharaan tanaman. Pilihan varietas dan pestisida diserahkan kepada petani.

Penggunaannya pun terbilang efisien. Sebagai contoh lahan 9.000 m2 milik Adi, dengan 1,5 kg mampu menghemat pemakaian pupuk kimia 20% hingga 30%. Hasil 6,9 ton gabah dengan harga Rp 3.500 per kg, setelah dipotong ongkos produksi Rp 8 juta, maka keuntungan yang berhasil didapat Adi sekitar Rp 16 juta.

Bukan hanya menghemat pupuk, penggunaan teknologi asam humat juga mampu mendongkrak produktifitas tanaman padi. Hasil panen pada musim ini mencapai 6,9 ton gabah kering giling (GKG) atau meningkat lebih dari 30%. Sebuah peningkatan cukup signifikan dibandingkan musim tanam sebelumnya yang hanya sekitar 4 ton GKG.

Afri menjelaskan, Asam humat secara kimiawi mengandung gugus aktif yang banyak. Sehingga penyerapan dan penguraian pupuk dalam tanah lebih efektif. Itu utamanya. Jadi jika diibaratkan ke petani, maka pupuk itu baru beras, belum bisa diserap langsung atau dimakan, harus “dimasak” dulu. Secara ilmiah yang memasak itu tanah.

“Tanah yang mengandung KTK (kapasitas tukar kation) yang tinggi, maka pupuk yang ditambahkan akan lebih efektif. Humika mempunyai gugus aktif yang banyak, sehingga pupuk yang ditambahkan lebih cepat “dimasak” dan mudah diserap tanaman,” kata Afri kepada Sinar Tani.

Saat ini menurut Afri, kondisi humus kian menipis. Pupuk anorganik yang terfiksasi (terikat) di dalam tanah semakin banyak. Dengan adanya Humika yang mengandung asam humat dan asam fulvat maka P dan K dalam tanah yang terfiksasi jadi terurai kembali.

Dukungan Pemda

Panen padi dengan menggunakan teknologi humat ini dihadiri Sekretaris Kecamatan Parakan Salak, Iman Sugiman, dan Kepala BP3K (Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan) Kecamatan Parakan Salak, Cece Supyatna. Iman dan Cece mengapresiasi peningkatan hasil panen ini, dan berharap para petani lainnya di Parakan Salak bisa menghasilkan panen yang melimpah.

Iman Sugiman menjelaskan, Sukabumi, khususnya wilayah Parakan Salak, sangat subur untuk ditanami berbagai jenis tanaman pangan maupun hortikultura. Kawasan yang terletak di sekitar area Taman Nasional Halimun Salak ini tingginya sekitar 500–700 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 19–29 derajat Celcius. Karena dikelilingi pegunungan, serta berkat koordinasi yang baik dari pemerintah daerah, sarana irigasi untuk lahan persawahan pun cukup memadai.

Cece Supyatna menambahkan, bahwa profesi petani masih banyak dijumpai di daerah ini, di tengah menurunnya minat para generasi muda untuk bertani. Wilayah binaan BP3K ini terdiri dari 6 desa, di dalamnya terdapat 47 kelompok tani.

Potensi lahan dan sumberdaya manusia yang menjanjikan ini menurut Cece akan lebih optimal bila ada bantuan berupa benih, pupuk, pestisida, dan alsintan dari pemerintah untuk meningkatkan produktifitas pertanian. Indri/Yul

http://m.tabloidsinartani.com/index.php?id=148&tx_ttnews[tt_news]=1574&cHash=03660e36587ce5719bb93aec22975ff0